Notification

×

Iklan

Iklan

Fenomena "Quiet Quitting" di Kalangan ASN: Bekerja Sewajarnya, Hidup Lebih Waras

01 Oktober 2025 | 22:46 WIB Last Updated 2025-10-01T16:01:42Z


Pasbana - Pernah lihat pegawai negeri datang ke kantor, kerjakan tugas seperlunya, lalu pulang tepat waktu tanpa basa-basi ikut kegiatan tambahan? 

Kalau iya, itu bukan sekadar "malas-malasan". Fenomena ini punya istilah keren: quiet quitting.

Fenomena ini menggambarkan sikap bekerja secukupnya, tanpa ambisi berlebihan mengejar jabatan atau ikut terjebak dalam dinamika kantor yang sering kali menguras energi. 

Bukan berarti mereka tidak profesional, tapi lebih kepada bentuk proteksi diri dari ekspektasi yang dianggap tidak realistis.

75 Persen ASN Pilih "Kerja Sewajarnya"


Sebuah survei internal Badan Kepegawaian Negara (BKN) tahun 2023 menyebutkan, sekitar 75% Aparatur Sipil Negara (ASN) cenderung memilih bekerja dengan ritme stabil dan tidak terlalu ngoyo mengejar karier.

Pola ini mirip dengan tren global quiet quitting yang sempat viral di media sosial sejak pandemi.

Menurut laporan Gallup 2022, tren quiet quitting ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Amerika Serikat, sekitar 50% pekerja milenial dan Gen Z juga mengaku hanya menjalani pekerjaan sebatas yang diminta, tanpa ekstra effort.

"Fenomena ini sebenarnya tanda bahwa pegawai mulai mencari keseimbangan hidup. Mereka ingin tetap profesional, tapi tidak mau kehilangan kesehatan mental dan kualitas hidup," ujar Psikolog Organisasi, Vera Itabiliana. 

Mengapa ASN Memilih Jalur Ini?


Ada banyak faktor yang melatarbelakanginya:
Kecewa dengan sistem
Banyak ASN merasa peluang karier tidak selalu ditentukan oleh kinerja, melainkan faktor kedekatan dan politik kantor.

Lingkungan kerja yang stagnan
Rutinitas yang monoton membuat semangat inovasi menurun.

Era digital dan AI
Dengan teknologi yang makin maju, banyak pekerjaan administratif bisa digantikan sistem. ASN pun sadar bahwa tidak semua hal harus dikejar dengan kerja lembur atau ambisi berlebihan.

Kesadaran slow living
Tren gaya hidup "pelan tapi pasti" atau slow living juga ikut memengaruhi. Hidup bukan hanya soal jabatan, tapi juga soal punya waktu untuk keluarga, kesehatan, dan diri sendiri.

Bekerja dengan Waras


Menariknya, fenomena ini tidak serta-merta negatif. KemenPAN-RB dalam sebuah kajian menyebutkan bahwa ASN justru bisa lebih produktif jika fokus pada core task, tanpa terbebani pekerjaan tambahan yang tidak jelas arah dan manfaatnya.

"Quiet quitting itu bukan berarti tidak loyal. Justru ini mengingatkan organisasi untuk membangun sistem kerja yang lebih sehat, transparan, dan manusiawi," kata Andi Rahadian, analis kebijakan publik (Detik, 2024).

Hidup Bukan Sekadar Jabatan


Di tengah derasnya tuntutan zaman, quiet quitting bisa dibaca sebagai bentuk perlawanan kecil terhadap budaya kerja yang overwork. Banyak pegawai kini lebih menghargai keseimbangan hidup daripada sekadar mengejar gelar atau jabatan.

Seperti yang ditulis The Harvard Business Review, menjaga batas sehat antara pekerjaan dan kehidupan pribadi adalah kunci untuk menghindari burnout.

Pada akhirnya, bekerja dengan tenang, pulang tepat waktu, dan tetap punya ruang bernapas bukanlah bentuk kemalasan.

Justru itu bisa jadi cara paling realistis untuk bertahan dan tetap waras di era kerja modern. (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update