Pasbana - Ketika layar monitor dipenuhi angka merah, banyak investor mulai gelisah. Namun, di tengah koreksi IHSG, sebagian portofolio justru masih menunjukkan “warna hijau” alias floating profit.
Pertanyaannya: apakah ini pertanda untuk bertahan, menjual, atau justru menambah posisi?
Pasar saham tidak selalu bergerak naik. Fluktuasi adalah bagian alami dari siklus investasi.
Namun, justru di fase seperti inilah kualitas seorang investor diuji: apakah reaktif terhadap sentimen, atau strategis dalam mengambil keputusan.
Mari kita bahas dengan bahasa yang ringan tapi tetap tajam.
Mengapa IHSG Terkoreksi?
Beberapa hari terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak melemah di bawah tekanan berbagai faktor.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia dan catatan analis pasar, berikut beberapa penyebab utamanya:
Aksi Ambil Untung (Profit Taking):
Setelah sempat menembus rekor tertinggi, sebagian besar investor mengambil keuntungan. Aksi ini wajar, tapi jika terjadi masif, tekanan jual meningkat.
Dana Asing Keluar (Net Sell):
Investor asing mencatatkan aksi jual bersih (net sell) hingga ratusan miliar rupiah per hari dalam sepekan terakhir.
Pergeseran ini sering kali menandai penyesuaian portofolio global akibat perubahan arah suku bunga AS.
Sentimen Eksternal & Domestik:
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah, kekhawatiran perlambatan ekonomi Tiongkok, dan sinyal kebijakan fiskal Indonesia yang lebih ketat menjadi kombinasi faktor yang menekan minat risiko (risk appetite) pelaku pasar.
Pelemahan Saham Big Caps:
Saham-saham unggulan seperti BBCA, BBRI, TLKM, hingga ASII mengalami tekanan jual yang signifikan, sehingga menyeret IHSG ke bawah.
Level teknikal penting: menurut analisis teknikal dari Mandiri Sekuritas, area 7.720 – 7.937 menjadi support krusial IHSG. Jika level ini mampu bertahan, peluang rebound tetap terbuka. Namun bila tembus, koreksi bisa berlanjut hingga area 7.700-an.
Ke Mana Arah IHSG Selanjutnya?
Prediksi pasar memang tidak pasti, namun kita bisa memahami kemungkinan besar yang bisa terjadi berdasarkan data dan perilaku pasar:
Skenario Optimis (Rebound):
Jika support 7.937 mampu bertahan dan ada sentimen positif dari global (misalnya penurunan yield obligasi AS), IHSG berpotensi menguji area 8.100–8.200.
Skenario Realistis (Konsolidasi):
IHSG cenderung bergerak sideways di rentang 7.900–8.100. Fase ini sering kali menguji kesabaran investor karena tidak banyak momentum besar.
Skenario Pesimis (Koreksi Lanjutan):
Jika support 7.937 jebol, maka tekanan jual bisa berlanjut hingga 7.720 atau lebih rendah. Sentimen negatif bisa memicu aksi jual lanjutan, terutama dari investor ritel yang panik.
“Pasar bukan musuh yang harus dikalahkan, tapi medan yang harus dipahami,” tulis Benjamin Graham dalam The Intelligent Investor.
Strategi Jika Portofolio Kamu Sedang Profit
Selamat! Jika portofolio kamu masih hijau di tengah IHSG merah, berarti kamu sudah berada di posisi yang relatif aman. Tapi jangan lengah — keuntungan di atas kertas belum tentu nyata sebelum direalisasikan.
Berikut langkah cerdas yang bisa dilakukan:
1. Amankan Sebagian Keuntungan (Partial Profit Taking)
Ambil 30–40% profit dari saham yang sudah naik signifikan (lebih dari 20%).
Gunakan Trailing Stop Loss: atur batas penurunan maksimal agar profit tidak tergerus jika harga saham berbalik arah.
📌 Contoh: Jika kamu beli saham BBRI di Rp5.000 dan kini di Rp6.000, pertimbangkan jual sebagian dan pasang trailing stop di Rp5.800.
2. Lakukan Rebalancing Portofolio
Alihkan sebagian dana ke sektor defensif seperti telekomunikasi, consumer goods, atau utilitas.
Simpan minimal 25% dana tunai. Ini bukan “uang nganggur”, melainkan amunisi untuk menyerbu peluang baru ketika harga saham berkualitas sedang diskon.
Bagaimana Jika Portofolio Kamu Sedang Minus?
Tenang. Semua investor, bahkan yang berpengalaman sekalipun, pasti pernah mengalami fase portofolio merah. Bedanya, investor bijak tahu kapan harus bertahan dan kapan harus keluar.
1. Evaluasi Kembali Isi Portofolio
Pisahkan saham fundamental kuat (misal UNVR, BBNI, TLKM) dari saham spekulatif yang dibeli karena “ikut-ikutan”.
Jika fundamental memburuk, jangan ragu cut loss. Kerugian kecil jauh lebih baik daripada kerugian besar yang terus dibiarkan.
2. Hindari Average Down Sembarangan
Menambah posisi di saham turun bisa jadi jebakan jika tidak dilakukan dengan perhitungan.
Average down hanya cocok untuk saham yang terkoreksi karena sentimen sesaat, bukan karena kinerja buruk.
3. Saat Terbaik Adalah Tidak Melakukan Apa-apa
Kadang, langkah paling bijak adalah menunggu.
Pegang cash, amati pergerakan pasar, dan bersiap saat peluang emas muncul. Investor legendaris Warren Buffett bahkan berkata, “Kesabaran adalah bagian dari strategi, bukan kelemahan.”
Pasar saham bukan sekadar tempat mencari untung, tapi juga tempat melatih kedewasaan finansial. Saat IHSG merah, investor sejati tidak panik — mereka justru menata strategi.
Kendali ada di tangan Anda. Bukan pasar yang menentukan hasil investasi, tapi bagaimana Anda merespons pergerakannya.
Jangan berhenti belajar. Setiap fase koreksi adalah kelas gratis untuk meningkatkan literasi finansial kita.
(*)