Pasbana - Di tengah maraknya tren investasi digital, istilah saham semakin sering terdengar. Banyak orang tertarik membeli saham karena melihat potensi cuan yang besar — tapi tidak sedikit juga yang tersandung karena kurang memahami cara kerjanya.
Nah, sebelum kamu ikut-ikutan beli saham karena “kata teman bisa untung cepat”, yuk pahami dulu apa sebenarnya saham itu dan bagaimana ia bekerja.
Apa Itu Saham?
Secara sederhana, saham adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan.
Ketika kamu membeli saham, artinya kamu membeli sebagian kecil dari perusahaan tersebut. Misalnya, kamu membeli saham PT XYZ Tbk — secara hukum, kamu resmi menjadi pemilik sebagian kecil dari perusahaan itu, seberapa kecil pun porsinya.
Itulah sebabnya, di laporan keuangan tahunan, para pemegang saham disebut sebagai pemilik perusahaan (shareholders).
Mereka punya hak untuk mendapatkan bagian keuntungan dan ikut dalam keputusan penting perusahaan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Bagaimana Cara Kerjanya?
Ceritanya begini:
1️⃣ Perusahaan butuh modal.
Untuk berkembang — misalnya membuka cabang baru, menambah mesin produksi, atau ekspansi ke luar negeri — perusahaan membutuhkan dana besar.
Alih-alih meminjam ke bank, mereka bisa menjual sebagian kepemilikan perusahaannya ke publik melalui mekanisme yang disebut IPO (Initial Public Offering) di bursa saham.
2️⃣ Investor membeli saham.
Ketika kamu membeli saham perusahaan tersebut, dana kamu digunakan untuk mengembangkan bisnis mereka.
Sebagai imbalannya, kamu mendapat dua potensi keuntungan:
🔹 Dividen — yaitu bagian dari laba perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham setiap tahun (jika perusahaan untung dan menyetujui pembagian).
🔹 Capital Gain — keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli saham di pasar.
Contoh Sederhana:
Misalnya kamu membeli 100 lembar saham PT ABC di harga Rp1.000 per lembar.
Beberapa bulan kemudian, harga saham naik menjadi Rp1.500 per lembar.
Misalnya kamu membeli 100 lembar saham PT ABC di harga Rp1.000 per lembar.
Beberapa bulan kemudian, harga saham naik menjadi Rp1.500 per lembar.
Maka, kamu mendapatkan:
💵 Capital Gain = (Rp1.500 - Rp1.000) × 100 = Rp50.000
Itu baru dari selisih harga. Kalau PT ABC juga membagikan dividen sebesar Rp100 per lembar, kamu akan mendapat tambahan Rp10.000.
Totalnya, keuntunganmu jadi Rp60.000 hanya dari satu transaksi sederhana.
Analogi Mudah:
Bayangkan kamu ikut memiliki warung kopi bersama temanmu.
Kalau warungnya laku keras, laba bersihnya bisa dibagi sesuai porsi modal — itulah dividen.
Namun, kalau warungmu tiba-tiba ramai pembeli dan banyak orang mau membeli sebagian kepemilikan dengan harga lebih tinggi — nah, itu namanya capital gain.
Saham bekerja dengan logika yang sama, hanya saja skalanya jauh lebih besar dan bisa diperjualbelikan setiap hari di pasar modal.
Dividen vs Capital Gain: Mana Lebih Menarik?
Jawabannya tergantung pada gaya investasimu.
💎 Dividen cocok untuk investor jangka panjang — seperti menabung, kamu menikmati hasil dari laba perusahaan yang stabil setiap tahun.
Contohnya, saham-saham blue chip seperti Bank BCA (BBCA), Telkom Indonesia (TLKM), atau Astra International (ASII) dikenal rutin membagikan dividen.
🚀 Capital Gain cocok untuk trader jangka pendek, yang mencari peluang dari fluktuasi harga. Saham-saham berkapitalisasi kecil (small cap) atau yang sedang “naik daun” bisa memberikan keuntungan cepat — tentu dengan risiko yang lebih tinggi.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (IDX) per September 2025, lebih dari 58% investor ritel Indonesia kini mulai aktif bertransaksi saham, dan banyak di antaranya menggabungkan kedua strategi ini — mengejar capital gain sekaligus mengoleksi dividen jangka panjang.
Tips untuk Pemula:
- Pahami dulu bisnis perusahaannya. Jangan hanya lihat harga.
- Gunakan uang dingin — jangan gunakan dana kebutuhan pokok.
- Pelajari laporan keuangan dan tren industrinya.
- Diversifikasi portofolio, jangan hanya beli satu saham.
- Gunakan aplikasi resmi dan terdaftar di OJK untuk bertransaksi.
Saham bukan sekadar angka yang naik turun di layar ponselmu — melainkan bukti bahwa kamu ikut memiliki bagian dari bisnis besar di dunia nyata.
Kalau perusahaan berkembang, nilai saham kamu ikut naik. Tapi kalau mereka rugi, kamu pun bisa kehilangan sebagian modal.
Karena itu, berinvestasilah dengan pengetahuan, bukan sekadar perasaan.
(*)




