![]() |
Tempat Usaha Pecel Ayam Goyang Lidah (Sumber : Dokumentasi Rizkita Amanda) |
Oleh : Rizkita Amanda Harahap
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas
Pasbana - Sebuah warung sederhana bernama Pecel Ayam Goyang Lidah yang beralamat di Kapala Koto berhasil mencuri perhatian anak muda, khususnya kalangan Gen-Z.
Berdiri sejak dua tahun lalu, usaha kuliner ini dirintis oleh sebuah keluarga sebagai upaya untuk menambah penghasilan mereka.
Letaknya yang strategis, tepat di dekat kawasan kampus Universitas Andalas, membuat Pecel Ayam Goyang Lidah cepat dikenal mahasiswa perantau yang mencari
makanan enak, murah, dan kekinian.
Bisnis ini berkembang begitu cepat dengan sejuta rahasia di balik layar, Strategi pemasaran yang mereka gunakan mampu membuat Gen-Z auto kepo.
Jawabannya terletak pada branding nama kreatif, tempat yang menarik, pengelolaan rasa, serta sentuhan promosi khas anak muda.Warung ini tepat berada di pinggir jalan, sehingga siapapun yang merasa kelaparan dapat dengan mudah memenuhi kebutuhannya.
Tempatnya didesain dengan perpaduan antara cafeala Gen-Z dan warung sederhana, ditambah dengan alunan musik yang dapat memanjakan telinga pelanggan. Hasilnya, Pecel Ayam Goyang Lidah bukan sekadar tempat makan, melainkan juga spot nongkrong murah meriah bagi mahasiswa.
Nama produk merupakan pintu pertama sebuah bisnis untuk dikenal masyarakat. Alih-alih menggunakan nama biasa seperti “Pecel Ayam Kapala Koto” atau “Pecel Ayam Bu Mery”, pemilik justru memilih nama “Pecel Ayam Goyang Lidah”.
Nama ini langsung menciptakan rasa penasaran Gen-Z, yang dikenal suka dengan hal-hal unik, nyentrik dan mudah viral.
Marketing nama terkesan sederhana namun mampu menembus pasar anak muda yang akhirnya menjadi pondasi awal berkembangnya bisnis tersebut.
Selain nama, Pecel Ayam Goyang Lidah juga melakukan inovasi pada aspek rasa. Tidak hanya ayam goreng dengan sambal pecel yang khas, mereka juga memadukannya dengan beberapa varian sambal kekinian, seperti sambal matah dan sambal terasi.
Perpaduan ini membuat pelanggan merasa mempunyai banyak pilihan sesuai selera mengingat inovasi rasa sangatlah penting, sebab Gen-Z cenderung cepat bosan dan suka eksplorasi kuliner baru.Selain itu mereka juga membangun branding dengan memperhatikan kemasan, alih-alih
menggunakan kemasan bungkus seadanya, mereka memilih menggunakan pembungkus yang berbahan dasar kertas ramah lingkungan, didesain seperti kotak yang bisa dibuka dan ditutup sesuai selera.
Selain itu mereka menambahkan cup khusus untuk sambal dan juga membalut
nasi putih dengan bentuk bulat agar semuanya tidak tercecer satu sama lain dan juga menambah kesan higenis. Strategi ini sederhana namun cukup efektif untuk mendorong nafsu makan pelanggan, tentunya dengan harga yang ramah di kantong mahasiswa. Inilah yang membuat
warung Pecel Ayam Goyang Lidah menjadi primadona anak kos.
![]() |
Pecel Ayam Goyang Lidah (Sumber : Dokumentasi Rizkita Amanda) |
Kunci sukses lainnya terletak pada strategi promosi. Pemilik usaha, Ibu Mery, mengakui bahwa dirinya tidak terlalu fokus pada promosi karena kesibukan mengurus anak kecil. Dalam wawancara pada 10 September 2025 lalu, beliau mengatakan “Ante memiliki anak kecil jadi rasanya tidak fokus untuk mempromosikan usaha ini, makanya ante merekrut karyawan yang muda-muda atau Gen-Z. Tentunya dia lebih paham akan promosi, tugas ante hanya bagian cita rasa.”
Pernyataan ini menunjukkan adanya pembagian peran yang jelas dimana Ibu Mery fokus menjaga kualitas rasa, sementara promosi dipegang oleh karyawan muda dari kalangan Gen-Z yang aktif mengelola media sosial untuk memposting foto dan video singkat.
Merekamemberikan pelayanan yang maksimal kepada setiap pelanggan, murah senyum dan ramah tamah dari penjual mampu menghangatkan dan meluluhkan hati pelanggan. Selain itu mereka juga sangat memperhatikan penampilan sehingga membuat pelanggan nyaman. Tak jarang mereka memberikan bonus es teh kepada pelanggan di hari tertentu, seperti pada hari Jumat.
Hadirnya Pecel Ayam Goyang Lidah bukan hanya menguntungkan pemilik, tetapi juga
membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar. Dengan adanya usaha ini secara tidak langsung membuka lapangan pekerjaan, terutama bagi anak muda lokal yang direkrut sebagai karyawan.
Kemudian keberadaannya mendukung kebutuhan mahasiswa kos yang sering
kesulitan mencari makanan enak dengan harga terjangkau. “Terkadang saya cape pulang dari kampus mau makan tinggal pesan aja, tidak perlu pusing lagi” ungkap salah satu mahasiswa bernama Misraini yang bertempat tinggal di sekitar tempat
usaha ini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa banyak anak kos merasa terbantu karena tidak perlu repot untuk memasak setiap hari atau kebingungan mencari tempat makan yang akan menghabiskan waktu, tenaga dan juga materi.
Dengan harga yang pas di kantong, mereka tetap bisa menikmati makanan bergizi sekaligus punya tempat nongkrong, interaksi sosial antar mahasiswa pun terbentuk karena mereka sering menjadikan warung ini sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, atau sekadar melepas penat setelah kuliah.
Kisah sukses Pecel Ayam Goyang Lidah menunjukkan bahwa marketing tidak selalu
membutuhkan biaya besar, tetapi membutuhkan strategi yang tepat sasaran.
Dengan nama yang unik, inovasi rasa, packaging menarik, tempat yang instagramable, harga terjangkau, serta
promosi yang dikelola oleh Gen-Z, usaha ini mampu mencuri perhatian pasar utama mereka yaitu mahasiswa Universitas Andalas khususnya kalangan Gen-Z.
Harapannya semoga strategi
ini bisa menjadi contoh bagi UMKM lain untuk memahami bahwa kolaborasi lintas generasidapat menjadi kunci dalam menembus pasar.(*)