Pasbana - Di tengah euforia dunia terhadap kecerdasan buatan (AI), banyak perhatian tertuju pada chip, robot, dan software.
Namun, di balik layar, pembangunan infrastruktur fisik seperti pusat data (data centre) membutuhkan bahan-bahan nyata: listrik, logam, energi.
Mari kita pahami bagaimana tren AI & data centre bisa menjadi pendorong besar — bukan hanya bagi teknologi, tapi juga bagi sektor komoditas.
Dengan memahami tren ini, Anda sebagai investor maupun masyarakat umum bisa melihat peluang dan risiko yang mungkin belum banyak disorot.
1. Tren Besar: AI → Data Centre → Komoditas
Menurut Jeff Currie (mantan analis komoditas di Goldman Sachs), era AI masih dalam fase sangat awal. Namun, ia melihat bahwa masa depan AI akan sangat bergantung pada data centre — dan data centre ini memerlukan komoditas sebagai bahan baku dan infrastruktur.
Lebih jauh, Currie menyebut bahwa pasar saat ini terlalu fokus pada “software” AI dan kurang mempertimbangkan “input fisik” seperti logam, gas, dan energi yang dibutuhkan untuk membangun pusat data.
Singkatnya: bayangkan AI sebagai “mobil listrik”, maka komoditas adalah “baterai dan kabelnya”. Tanpa kabel yang cukup panjang atau baterai yang cukup kuat, mobil listrik tak bisa jalan.
2. Empat Komoditas yang Berpotensi Meledak
Berikut empat komoditas yang disebut Currie sebagai calon “pemenang” dari boom data centre:
Gas Alam (Natural Gas): Turbin gas banyak digunakan sebagai pembangkit listrik untuk pusat data. Kebutuhkan listrik besar dan terus-menerus membuat gas alam menjadi penting.
Logam Dasar (Base Metals) – Terutama Tembaga (Copper): Infrastruktur pusat data dan jaringan listrik memerlukan tembaga dalam jumlah besar. Currie mengatakan: “The constraint on there is gas turbines. It’s grid. Grid is copper.”
Logam Mulia (Precious Metals) – Emas, Perak, Paladium: Meskipun mungkin volume industrinya tak sebesar logam dasar, namun logam mulia adalah komponen penting dalam rangkaian elektronik, dalam data centre modern.
Minyak Mentah (Crude Oil): Meski dunia bergerak ke arah energi terbarukan, Currie menyoroti bahwa tidak ada banyak proyek minyak non-OPEC baru yang akan memulai segera — sehingga pasokan bisa terbatas. Ini membuat minyak tetap relevan sebagai bahan energi global.
3. Analisis: Setuju vs Pandangan Skeptis
Setuju: Fokus pada gas alam dan tembaga masuk akal. Karena listrik dan jaringan adalah kebutuhan utama data centre — dan tembaga adalah “penghantar” utama.
Skeptis: Pengaruh logam mulia dan minyak mentah mungkin tidak sekuat dua komoditas pertama. Misalnya, kenaikan emas tahun ini lebih disebabkan bank-sentral yang mengubah cadangan devisa, bukan oleh data centre.
Begitu pula, dengan banyaknya energi terbarukan (surya, angin, geotermal) yang akan memasok listrik, penggunaan minyak mentah untuk data centre bisa tidak sebesar yang diperkirakan.
Apa Artinya untuk Anda sebagai Investor?
Berikut tips praktis yang bisa langsung Anda pertimbangkan:
✅ Pertimbangkan investasi ke perusahaan yang terkait gas alam dan tembaga, karena ada dasar fundamental yang kuat.
✅ Cermati indikator seperti produksi tembaga, kapasitas gas, dan izin pembangunan data centre. • Jika tembaga mengalami gangguan pasokan, bisa jadi sinyal kuat.
❌ Hati-hati terhadap “mood investor” yang hanya membeli emosi komoditas. Pastikan ada data nyata: pasokan terbatas, permintaan naik.
✅ Jangka panjang: Currie menyebut ini bagian dari “supercycle komoditas” yang bisa berlangsung sepanjang dekade ini.
✅ Untuk investor di Indonesia: lihat sektor pertambangan tembaga, gas alam, logam mulia — termasuk bagaimana regulasi, ekspor, dan infrastruktur lokal berjalan.
Peluang & Tantangan
Boom data centre dan AI menawarkan peluang menarik bagi sektor komoditas. Namun, seperti mobil yang butuh “bensinnya” dan “mesinnya”, pertumbuhan ini tidak otomatis — tergantung juga pada regulasi, teknologi energi baru, geopolitik, dan investasi fisik.
Dengan memahami bahwa komoditas bisa menjadi “bahan baku” era digital, Anda bisa melihat luasnya potensi investasi di luar saham teknologi belaka.
(*)




