Oleh : Joy Farhan
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Padang
Pasbana - Pendidikan Indonesia tampaknya terus membaik. Setiap modifikasi kurikulum menawarkan optimisme baru. Pemerintah kini ingin memberikan anak-anak kesempatan untuk berpikir kritis, kreatif, dan berkembang sebagai individu melalui Kurikulum Merdeka. Namun, pelaksanaannya masih jauh dari sempurna.
Antara Realitas dan Harapan
Kurikulum Merdeka, yang memberikan lebih banyak kemandirian kepada guru di kelas, merupakan angin segar bagi sebagian pendidik. Namun, pergeseran ini membingungkan banyak orang. Pedoman sering berubah, pelatihan yang diberikan sangat minim, dan banyak guru di daerah terpencil kurang memahami cara menerapkannya.
Misalnya, sekolah-sekolah perkotaan di Sumatera Barat telah mulai beradaptasi dengan penggunaan platform digital untuk pembelajaran. Namun, peralatan belajar dan koneksi internet masih menjadi tantangan penting di daerah terpencil. Akibatnya, tidak semua orang merasakan etos "belajar mandiri" secara merata.
Solusi yang Mungkin
Pertama, alih-alih hanya mengandalkan webinar, pemerintah harus meningkatkan pendampingan langsung bagi para pendidik. Untuk mendorong pemerataan pengetahuan, pelatihan tatap muka tambahan harus disediakan di daerah-daerah.
Kedua, distribusi fasilitas pendidikan yang adil sangatlah penting. Sekolah-sekolah terpencil harus memiliki akses yang sama terhadap teknologi dan materi pendidikan seperti sekolah-sekolah di perkotaan.
Terakhir, para pendidik perlu diberi kesempatan untuk berkreasi. Merekalah yang paling mengenal karakteristik murid-muridnya. Guru dapat merancang pembelajaran yang lebih relevan dan spesifik untuk situasi mereka sendiri jika mereka dipercaya.(*)
Tentang Penulis:
Nama : Joy Farhan
Nim: 24053021
Email : joyfarhan2003@gmail.com
Mahasiswa Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Padang




