Pasbana - Remaja adalah fase kehidupan yang penuh warna. Pada masa inilah seseorang mengalami perubahan besar dalam diri mulai dari pencarian jati diri, tekanan akademik, hingga pengaruh sosial dari lingkungan sekitar dan media digital.
Di balik semangat dan keceriaan usia muda, tersimpan tantangan serius, yaitu meningkatnya kasus gangguan kesehatan mental di kalangan remaja.
Mengacu kepada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) menunjukkan bahwa sekitar 6,1 persen penduduk usia 15 tahun ke atas atau setara dengan 11 juta orang di Indonesia mengalami gangguan mental emosional seperti kecemasan dan depresi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2024) bahkan menegaskan bahwa satu dari tujuh remaja di dunia berisiko mengalami gangguan mental, dan 13 persen dari total beban penyakit global pada usia 10–19 tahun disebabkan oleh masalah kesehatan jiwa.
Fenomena tersebut menjadi perhatian serius bagi civitas akademika Fakultas Keperawatan Universitas Andalas (FKEP UNAND), khususnya Departemen Jiwa Komunitas, yang selama ini fokus pada penguatan kesehatan jiwa berbasis komunitas.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap isu ini, Departemen Jiwa Komunitas FKEP UNAND melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat bertajuk “Deteksi Dini dan Edukasi Pemberdayaan Kader Remaja Sehat Jiwa dalam Upaya Pencegahan Masalah Jiwa pada Remaja”, yang digelar pada 28 Mei 2025 di SMKN 1 Lembah Gumanti, Kabupaten Solok.
Kegiatan ini diketuai oleh Ns. Bunga Permata Wenny, M. Kep., dan dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Andalas, Ns. Deswita, M. Kep., Sp.An., bersama Kepala SMKN 1 Lembah Gumanti, Drs. Husni Lahar, M.Si.
Lebih dari 200 siswa kelas XI mengikuti kegiatan ini dengan antusias, memperlihatkan semangat tinggi untuk memahami kesehatan mental dan belajar mengelola stres secara sehat.
Melalui kegiatan ini, Departemen Jiwa Komunitas FKEP UNAND menggabungkan pendekatan ilmiah dan edukatif secara langsung di lingkungan sekolah.
Para dosen dan mahasiswa melakukan skrining kesehatan mental menggunakan instrumen IDASS-Y untuk mendeteksi gejala kecemasan, stres, dan depresi di kalangan siswa.
Selain itu, mereka juga memberikan edukasi kesehatan jiwa serta pelatihan teknik manajemen stres seperti deep breathing, progressive muscle relaxation, hipnotis lima jari, dan terapi spiritual.
Menurut Ns. Bunga Permata Wenny, M. Kep., kegiatan ini bertujuan membekali siswa dengan kesadaran dan keterampilan dasar dalam menjaga kesehatan mental.
“Kami ingin remaja menyadari bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Dengan pendekatan yang menyenangkan dan memberdayakan, sekolah bisa menjadi tempat aman bagi mereka untuk tumbuh dan belajar mengelola emosi,” ujarnya.
Salah satu inovasi penting dari kegiatan ini adalah pembentukan “Kader Remaja Sehat Jiwa”, yaitu kelompok siswa yang dilatih menjadi peer educator atau pendidik sebaya.
Mereka diberi pelatihan khusus tentang komunikasi empatik, kepemimpinan, dan dasar-dasar pendampingan teman sebaya. Kader ini diharapkan mampu menjadi jembatan antara siswa yang membutuhkan dukungan dengan tenaga profesional, sekaligus menjadi duta kesehatan mental di sekolah.
Narasumber utama kegiatan, Ns. Ira Erwina, M. Kep., Sp.Kep.J., yang juga Ketua Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa Indonesia (IPKJI) Sumatera Barat, menekankan bahwa pendekatan berbasis peer support sangat efektif dalam menjangkau remaja.
“Remaja lebih mudah terbuka kepada teman sebayanya. Dengan membentuk kader sehat jiwa, kita menciptakan sistem dukungan yang alami di sekolah,” ungkapnya.
Dari hasil kegiatan, terjadi peningkatan pengetahuan siswa hingga 35 persen, dan peningkatan keterampilan kader sebaya mencapai 40 persen dalam aspek komunikasi, empati, dan kepemimpinan.
Melalui proses skrining, ditemukan pula bahwa sekitar 40 persen siswa berisiko mengalami kecemasan, 22,7 persen depresi, dan 22,7 persen stres. Data ini menjadi dasar bagi sekolah untuk melakukan pendampingan lebih lanjut bersama tenaga kesehatan.
Kegiatan ini tidak hanya fokus pada peningkatan pengetahuan, tetapi juga pada penguatan resiliensi di era digital. Di tengah maraknya fenomena cyberbullying, , fear of missing out (FOMO), dan tekanan citra diri di media sosial, para siswa dibekali keterampilan mindfulness serta strategi regulasi emosi agar mampu menghadapi tekanan sosial dengan cara yang positif.
Dekan FKEP UNAND, Ns. Deswita, M. Kep., Sp.An., mengapresiasi kolaborasi dosen, mahasiswa, dan pihak sekolah dalam kegiatan ini.
“Kami berharap model pengabdian berbasis sekolah ini bisa direplikasi di tempat lain. Pendidikan kesehatan jiwa adalah investasi sosial jangka panjang untuk membangun generasi muda yang tangguh dan peduli,” ujarnya.
Temuan dan hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa model intervensi berbasis sekolah yang diterapkan Departemen Jiwa Komunitas FKEP UNAND efektif, murah, dan berkelanjutan.
Dengan melibatkan siswa sebagai pelaku utama promosi kesehatan mental, program ini tidak hanya menciptakan perubahan perilaku, tetapi juga membangun budaya sekolah yang lebih terbuka dan bebas stigma terhadap isu kesehatan jiwa.
Melalui kolaborasi lintas sektor antara universitas, sekolah, tenaga kesehatan, dan pemerintah daerah, FKEP UNAND berharap gerakan “Remaja Sehat Jiwa” dapat tumbuh di seluruh Sumatera Barat.
Jika setiap sekolah memiliki “duta remaja sehat jiwa”, maka Indonesia sedang menanam benih generasi muda yang kuat, berempati, dan sadar akan pentingnya keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental.(*)





