Notification

×

Iklan

Iklan

Rahasia Membaca Kinerja Emiten: 10 Kombinasi Rasio Keuangan yang Lebih Powerful dari Sekadar Angka

09 November 2025 | 10:29 WIB Last Updated 2025-11-09T03:29:10Z


Pasbana - Ketika membaca laporan keuangan, banyak investor ritel hanya terpaku pada satu angka: Return on Equity (ROE) yang tinggi, Price to Earnings Ratio (P/E) yang rendah, atau Dividend Yield yang besar. 

Padahal, angka-angka itu bisa menipu jika tidak dibaca dalam konteks yang tepat.
Layaknya menilai kesehatan seseorang, tidak cukup hanya melihat berat badannya — kita juga harus melihat tekanan darah, kadar gula, dan detak jantung. 

Begitu pula dengan analisis saham: satu rasio keuangan tidak cukup menggambarkan keseluruhan kinerja perusahaan.

Dalam dunia investasi, rasio keuangan yang digunakan bersamaan sering kali memberikan gambaran yang jauh lebih akurat dan tajam. 

Berikut ini 10 kombinasi rasio keuangan yang layak menjadi “senjata analisis” para investor, agar tak salah menilai kinerja emiten di tengah fluktuasi pasar saham yang makin dinamis.

1. ROE & DER — Menguntungkan Tanpa Utang Berlebihan


Return on Equity (ROE) menunjukkan seberapa efisien perusahaan menghasilkan laba dari modal pemegang sahamnya.

Namun, ROE tinggi belum tentu sehat jika ternyata didorong oleh utang besar.
Di sinilah Debt to Equity Ratio (DER) berperan: untuk memastikan bahwa pertumbuhan tersebut tidak “dibeli” dengan risiko keuangan.

Kombinasi ideal: ROE tinggi + DER rendah → perusahaan efisien dan stabil.

Contohnya, Unilever Indonesia (UNVR) sempat mencatat ROE di atas 100%, tapi dengan DER yang rendah—menandakan profitabilitas yang benar-benar organik, bukan hasil leverage besar.

2. Dividend Yield & Dividend Payout Ratio — Cek Keberlanjutan Dividen


Banyak investor tergiur dividend yield tinggi, tapi lupa memeriksa apakah perusahaan mampu mempertahankannya.

Jika Dividend Payout Ratio (DPR) terlalu tinggi, artinya hampir seluruh laba dibagikan ke pemegang saham—menyisakan sedikit ruang untuk ekspansi.

Kombinasi ideal: DY tinggi + DPR moderat → perusahaan stabil dan berorientasi jangka panjang.

3. Net Profit Margin & Inventory Turnover — Efisiensi Operasi yang Sesungguhnya


Net Profit Margin (NPM) tinggi menunjukkan efisiensi laba, tapi tanpa memperhatikan Inventory Turnover (ITO), kita tidak tahu apakah laba itu berkat margin besar atau kecepatan perputaran stok.

NPM tinggi + ITO tinggi = efisien dan lincah
NPM rendah + ITO tinggi = bisnis volume besar (ritel, FMCG)

Contohnya, perusahaan seperti Indofood (ICBP) mengandalkan kecepatan perputaran barang untuk menjaga profit stabil meski margin tipis.

4. Sales Growth Rate & Operating Profit Margin — Tumbuh Tapi Tetap Efisien


Pertumbuhan penjualan yang tinggi tidak berarti apa-apa jika biaya operasional membengkak.

Kombinasi sales growth dan operating profit margin (OPM) akan menunjukkan apakah ekspansi dilakukan dengan efisien atau tidak.

Ideal: Sales tumbuh + OPM stabil/naik → pertumbuhan sehat.

5. Capex to Revenue & Interest Coverage Ratio — Ekspansi yang Aman


Perusahaan yang sedang berekspansi akan memiliki Capex to Revenue Ratio tinggi. Namun, perlu dicek dengan Interest Coverage Ratio (ICR) untuk memastikan perusahaan masih mampu membayar bunga utangnya.

Capex tinggi + ICR tinggi = ekspansi sehat
Capex tinggi + ICR rendah = potensi tekanan likuiditas.

6. FCF Yield & P/E Ratio — Apakah Harga Sahamnya Masuk Akal?


Sering kali investor terpaku pada P/E Ratio rendah tanpa melihat apakah perusahaan benar-benar menghasilkan uang tunai.
Free Cash Flow (FCF) Yield membantu memeriksa apakah laba di atas kertas itu nyata.

FCF tinggi + P/E rendah = undervalued stock
FCF rendah + P/E tinggi = saham berisiko, meski tampak tumbuh cepat.


7. ROE & Earnings Growth Rate — Menemukan “Compounder Stock”


Kombinasi ini adalah kunci menemukan perusahaan “mesin pengganda kekayaan.”
ROE tinggi + laba tumbuh konsisten = compounder stock.

Perusahaan seperti Bank Central Asia (BBCA) adalah contoh nyata: ROE di atas 15% selama bertahun-tahun, dengan pertumbuhan laba stabil, menjadikannya favorit investor jangka panjang.

8. Sales, Operating Profit, & Net Income Growth — Konsistensi Pertumbuhan


Tiga indikator ini sebaiknya naik sejalan. Jika hanya penjualan yang tumbuh tapi laba stagnan, bisa jadi biaya operasional naik tajam.

Triplet growth ini penting untuk melihat kualitas pertumbuhan.

9. Net Profit Margin & Asset Turnover — Efisiensi Aset yang Sebenarnya


Hubungan antara NPM dan Asset Turnover (ATO) adalah formula dasar Return on Assets (ROA):
ROA = NPM × ATO.

Jika keduanya tinggi, perusahaan efisien. Jika salah satu rendah, investor perlu melihat model bisnisnya:
produk premium (margin tinggi, perputaran rendah) atau volume besar (margin tipis, perputaran cepat).

10. Dividend Yield & Dividend Growth Rate — Dividen yang Terus Tumbuh


Investor dividen sejati tidak hanya mencari yield besar, tapi juga pertumbuhan dividen yang berkelanjutan.

Dividen besar tapi tidak tumbuh = kalah oleh inflasi.

Dividen moderat tapi tumbuh tiap tahun = aset jangka panjang yang sehat.
Kombinasi Rasio, Kunci Menilai Nilai Sesungguhnya

Rasio keuangan ibarat potongan puzzle. Sendiri, mereka hanya memberi sebagian gambar. Tapi jika disatukan, kita akan melihat potret utuh tentang kualitas, efisiensi, dan keberlanjutan bisnis sebuah perusahaan.

Investor cerdas tidak sekadar mencari angka, tapi memahami cerita di balik angka itu.

💡 Tips Praktis untuk Investor Ritel

Gunakan minimal dua rasio untuk setiap aspek analisis (profitabilitas, efisiensi, solvabilitas).

Bandingkan antar tahun dan antar industri, jangan hanya satu periode.

Fokus pada tren, bukan angka tunggal.
Di tengah volatilitas pasar saham Indonesia yang makin tinggi, kemampuan membaca rasio keuangan dengan cerdas bisa menjadi pembeda antara spekulasi dan investasi sejati.

Teruslah belajar memahami laporan keuangan dan asah literasi finansial Anda — karena di balik angka-angka itu, tersimpan peluang untuk membangun kekayaan dengan bijak.
(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update