Padang Panjang, pasbana– Program Studi Seni Murni Angkatan 2023, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, menggelar pameran karya, Rabu (3/12/2025), di Galeri Gedung Pertunjukan Hoeridjah Adam ISI Padang Panjang.
Pameran yang menampilkan karya lukisan, seni grafis intaglio, dan patung modelling ini merupakan hasil tugas mata kuliah mahasiswa, yang dirancang tidak hanya sebagai pengumpulan tugas akhir semester, tetapi sebagai proses pembelajaran yang menyeluruh.
Penulis dan pegiat literasi, sekaligus founder Sekolah Menulis elipsis, Muhammad Subhan, hadir memberikan sambutan sekaligus membuka acara. Dalam sambutannya, ia menyampaikan bahwa pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar.
“Di titik inilah profesi penulis, perupa, dan seniman tampak begitu menggoda. Mereka bekerja dari apa yang dicintai, menjadikan imajinasi sebagai sumber penghidupan,” ujar Muhammad Subhan yang lama bersentuhan dengan dunia rupa karena menggawangi halaman budaya di sejumlah surat kabar di Sumatra Barat.
Namun, menurutnya, masa depan dunia kreatif kini memasuki fase yang tak lagi sesederhana sebelumnya. Kehadiran kecerdasan buatan (AI) menjadi tantangan sekaligus peluang besar yang harus dipahami secara bijak.
“AI kini mampu menghasilkan teks, gambar, musik, hingga konsep desain dalam hitungan detik. Muncul pertanyaan: akankah karya manusia tersingkir? Apakah kreativitas organik masih relevan?” tanyanya.
Dia menilai bahwa justru di situlah letak keunggulan manusia. AI dapat meniru bentuk, tetapi tidak bisa menggantikan kedalaman rasa, pengalaman hidup, dan lapisan-lapisan batin yang membentuk perspektif seorang seniman.
“Kreativitas manusia bukan hanya menciptakan, tetapi menafsirkan kehidupan. Di situ kelebihan seniman atau kreator manusia,” katanya.
Karena itu, ia mengajak para mahasiswa untuk tidak berlomba soal kecepatan dengan mesin, melainkan menonjolkan keunikan kemanusiaannya. AI, menurutnya, dapat menjadi alat bantu yang memperluas kemungkinan estetik, bukan ancaman yang menyingkirkan manusia.
“Kolaborasi, bukan kompetisi,” katanya, adalah kunci agar hobi yang dibayar tetap lestari dan relevan dalam lanskap seni masa depan.
Pada bagian lain, Muhammad Subhan menyinggung aspek manajemen seni menjadi perhatian penting dalam pameran ini. Manajemen seni bukan sekadar kegiatan teknis, tetapi proses strategis yang memastikan gagasan kuratorial terwujud secara utuh.
“Tanpa manajemen yang terencana, pameran berisiko kehilangan arah, karya tampak acak, alur kunjungan membingungkan, dan pesan artistik gagal tersampaikan,” kata penulis novel Rumah di Tengah Sawah yang diterbitkan Balai Pustaka ini.
Dalam sebuah pameran, ungkapnya, manajemen seni meliputi pengaturan produksi dan logistik karya, mulai dari pengangkutan, pemasangan, keamanan, hingga pencahayaan yang tepat. Meskipun tampak sepele, elemen-elemen ini sangat menentukan bagaimana pengunjung memandang dan mengapresiasi karya mahasiswa.
Selain itu, manajemen ruang yang baik memastikan pengalaman estetis yang nyaman, lengkap dengan informasi karya, tur edukatif, diskusi, hingga workshop yang mendukung pemahaman publik.
“Aspek publikasi pun tidak kalah penting. Tanpa strategi komunikasi yang efektif, pameran yang kuat secara konsep pun bisa sepi pengunjung. Di sinilah manajemen seni bekerja memastikan pesan pameran tersampaikan melalui media sosial, poster, katalog, serta kerja sama dengan media,” ujarnya.
Ketua Prodi Seni Murni ISI Padang Panjang, Mutia Budhi Utami, S.Pd., M.Pd., menegaskan bahwa pameran ini tidak hanya bertujuan memamerkan karya, tetapi juga memperkuat pengalaman belajar mahasiswa.
Pameran, kata Mutia, adalah ruang dialog. Mahasiswa berhadapan langsung dengan publik, belajar bagaimana karya dibaca, direspons, dan ditafsirkan oleh orang lain.
Mutia berharap pameran ini membentuk karakter profesional mahasiswa. Dalam ruang publik, karya seni harus mampu berbicara dan bernegosiasi dengan lingkungan visual yang semakin kompleks.
“Proses kurasi, penataan ruang, hingga penyusunan narasi pameran menjadi latihan awal sebelum mereka benar-benar terjun ke dunia seni yang sesungguhnya,” kata Mutia.
Lebih jauh, ia menginginkan agar pameran ini menumbuhkan dua hal sekaligus: percaya diri sebagai seniman muda, dan kerendahan hati untuk terus belajar dari kritik dan apresiasi.
Sementara Dosen pengampu mata kuliah, Hamzah, S.Sn., M.Sn., menambahkan bahwa manajemen seni juga menjamin transparansi penggunaan anggaran dan menyediakan dokumentasi lengkap untuk evaluasi.
Pameran, katanya, bukan hanya acara akademik, melainkan proses penguatan ekosistem seni secara menyeluruh.
“Manajemen seni adalah jantung yang membuat sebuah pameran hidup dan bermakna,” kata perupa yang aktif dalam sejumlah agenda seni di dalam maupun luar Sumatra Barat ini.
Usai acara seremonial, selanjutnya dilakukan pengguntingan pita yang dilakukan Muhammad Subhan. Dosen, mahasiswa, dan pengunjung yang hadir memasuki ruang pameran dan menyaksikan karya seni yang dipamerkan hingga 5 Desember mendatang. (Sulaiman Juned)








