Notification

×

Iklan

Iklan

“Istinsyaq dan Instintsar” dalam Wudhu’ Sebagai Pencegahan Penyakit

14 Juli 2018 | 14.50 WIB Last Updated 2021-05-15T03:52:34Z


Oleh: dr. Hardisman, MHID, PhD
Dosen Fakultas Kedokteran Unand, Ketua Program Pascasarjana Kesmas & Manajemen RS, email: hardisman@fk.unand.ac.id.



Salah satu yang juga disunnahkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dalam rangkaian kesucian menyempurnakan wudhu adalah melakukan istinsyaq dan istintsar. Instinsyaq adalah menghisap air dalam-dalam sampai ke pangkal hidung sehingga terasa air masuk kedalam hidung, sedangkan istintsar yaitu kelanjutan dari istinsyaq adalah mengeluarkan air dengan kuat dari hidung tersebut.

Sebagaimana dua hadits dari Laqith bin Shabirah yang artinya “Sempurnakanlah dalam berwudlu usaplah sela-sela jari dan beristinsyaqlah (isaplah air ke dalam hidung dalam-dalam) kecuali jika engkau sedang berpuasa" (HR Ahmad, Ibnu Majah, An-NasaI, dan At-Tirmidzi). Serta hadits dari Humran yang menyampaikan tentang Ustman radhiyallahu anhu yang menjelaskan bagaimana beliau berwudhu sesuai wudhunya Rasulullah shalallahu alaihi wasalllam dengan membasuh kedua telapak tangannya tiga kali lalu berkumur dan istinyaq (menghisap air dengan hidung) dan istintsar (menghembuskannya) (HR Muttafaqun Alaihi). Bahkan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menekankan untuk melakukan istintsar setiap saat bangun tidur (HR Muttafaqun alaihi).

Hadits-hadits tersebut menerangkan bahwa membersihkan hidung dengan melakukan istinsyaq dan istintsar merupakan bagian dari amalan dari ibadah wudhu, untuk kebersihan dan kesucian. 

Tindakan istinsyaq dan istintsar bermanfaat untuk membersihkan hidung dari lendir dan kotoran-kotoran yang ada pada rongga hidung dan apa yang ada disepanjang salurannya. Hal ini dibuktikan dengan analisis Ilmu Kedokteran, dengan melihat anatomis dan fisologis hidung dan saluran pernafasan hingga ke bagian pangkal hidung tersebut. 

Pada Ilmu Kedokteran modern, tertuma Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok (THT) telah diakui sebagai salah satu prosedur untuk membersihkan hidung dan rongga sinus dengan melakukan irigasi saluran hidung (nasal irrigation atau nasal lavage). Kita dalam melakukan analisis terhadap nasal irrigation, tentang indikasi, manfaat, dan prosedurnya yang benar, sehingga dapat melihat analogi kesamaan dengan istinsyaq dan istintsar dalam sunnah. 

Agar dapat memahami bagaimaana nasal irrigation berkerja maka perlu diketahui bagaimana antomis dari rongga hidung dan saluran pernafasan. Secara singkat saluran pernafasan bagian atas mulai dari hidung, rongga hidung sampai ke trakea (tenggorok) bagian atas. 

Rongga hidung terhubung dengan beberapa rongga yang dibentuk oleh tulang yang disebut dengan sinus, dan berfungsi untuk mengatur suhu udara dan membantu proses suara. Pada ronga hidung bagian depan terdapat rambut yang berfungsi sebagai proteksi mekanis dengan menyaring partikel-partikel kecil seperti debu yang masuk kedalam saluran pernafasan. Pada lapisan rongga hidung sebelah dalam berbentuk selaput tipis yang disebut mukosa yang dibawahnya terdapat kelenjar menghasilkan sekret (cairan) mucus yang juga berfungsi sebagai pembersih udara yang masuk ke saluran pernafasan. Pada daerah ini juga terdapat kelenjar limfoid sebagai reservoir sel-sel imun yang berfungsi dalam memberikan pertahanan terhadap infeksi. 

Jika terdapat reaksi alergi baik terhadap perubahan cuaca, debu, ataupun benda asing lainnya maka sekresi mukosa hidung akan meningkat. Begitu juga bila terjadinya infeksi, sekresi mukosa hidung akan meningkat hebat, dan akan disertai dengan kuman-kuman yang mati sehingga sekresi cairan dalam rongga hidung dapat mengental. Begitu juga halnya bila terjadi infeksi pada rongga-rongga sinus, maka sekresi cairannya akan mengalir ke rongga hidung.

Secara medis, nasal irrigation merupakan salah satu komponen tindakan pengobatan (terapeutik) pada saluran pernafasan atas dengan cara mencuci rongga hidung dengan cairan garam fisiologis. Tindakan nasal irrigation terbukti sangat membantu dalam proses penyembuhan dan megurangi gejala penyumbatan dan sekresi pada hidung pada rhinosinusitis kronik. Selain itu juga memberikan manfaat pada rhinosinusitis alergi, rhinitis alergi, gejala penyumbatan pada infeksi virus ringan, dan gejala sumbatan pasca trauma.

Nasal irrigation tidak hanya memberikan penyembuhan yang cepat pada rhinosinusistis kronik tetapi juga mengurangi total pemakaian obat. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pada pengobatan rhinosinusitis yang dikombinasikan dengan nasal irrigation memperoleh perbaikan jauh lebih baik dibandingkan hanya dengan pengobatan standar saja. Berbagai studi tersebut menyebutkan tidak ada efek samping yang berarti dari tindakan ini. Bahkan efek samping ringan yang mungkin terjadi dapat dihindari dengan menyesuaikan konsentrasi garam fisiologisnya dan cara melakukannya.

Dengan memperhatikan manfaat dan mekanisme kerja nasal irrigation pada Ilmu Kedokteran, maka dapat dilihat juga manfaat istinsyaq dan istintsar. Nasal irrigation dengan menggunakan larutan garam steril dapat membantu pengobatan peradangan, maka istinsyaq dan istintsar dapat memberikan manfaat dalam pencegahan gangguan pada hidung dan saluran pernafasan tersebut. Melakukan istinsyaq dan istintsar perlu diperhatikan air yang bersih untuk melakukannya, hal ini adalah penerapan secara komprehensif syarat-syarat air yang dapat dugunakan untuk berwudhu, yaitu air yang bersih (suci dan menyucikan). Mengamalkan istinsyaq dan istintsar merupakan satu kesatuan ibadah dalam wudhu yang segala syarat-syarat air dan lainnya harus dipenuhi. 

Adanya kasus efek samping akibat memamsukkan air ke hidung menjadi peringatan untuk kewaspadaan, meskipun kasus yang ditemukan tidak dapat dikaitkan langsung secara bermakna dengan adanya istintsar dan istinsya. Beberapa kasus dilaporkan terjadinya efek samping berupa infeksi selaput otak yang serius (meningoenchepalitis) akibat penggunaaan air yang terkontaminasi (kotor) saat melakukan nasal irrigation. Sebagaimana dilaporkan dua kasus kematian di Lousina Amerika Serikat dan di Virgin Island akibat primary amebic meningoencephalitis dan Naegleria fowleri.

Namun temuan kasus di Amerika Serikat tersebut terjadi pada penderita sinusistis yang secara sendiri kontinyu melakukan nasal irigasi tanpa pengawasan medis. Kasus-kasus yang ditemukan tersebut tidak terjadi pada muslim yang melakukan istintsar dan istinsya saat berwudhu. Terlebih lagi, istintsar dan istinsya yang disunnahkan dilakukan dengan segera menghembuskan air yang masuk ke hidung dengan kuat tanpa berdiam lama dalam. Kasus-kasus efek semping apalagi sampai serius belum ada dilaporkan berkaitan langsung dengan istintsar dan istinsya pada wudhu. Jika efek sampingnya memang jelas berkaitan, tentu banyaklah kasus-kasusnya dilaporkan di Timur Tengah, Nusantara, ataupun di masyarakat muslim di benua Amerika itu sendiri. Namun kasus yang dilaporkan sangat spesifik dan terlokalisir.

Meskipun demikian, adanya kasus-kasus tersebut perlu menjadi kewaspadaan agar melakukan istintsar dan istinsya memperhatikan kebersihan air yang digunakan sengan seksama, sebagaimana yang disyariatkan. Memperhatikan syarat kesucian air secara syari dan kebersihannya secara fisik adalah mutlak dilakukan, sebagaimana yang telah diatur dalam hukum fikih dalam melakukan thaharah (bersuci) dengan air bersih yang suci dan mensucikan. 

×
Kaba Nan Baru Update