Notification

×

Iklan

Iklan

Kuasa Keluarga Suku Guci: Tidak Terima LO Kejari Bukittinggi Tentang Ganti Rugi Tanah

29 November 2019 | 17.29 WIB Last Updated 2019-11-29T10:29:39Z
Kuasa Keluarga Suku Guci, Zamri


Bukittinggi - Sekitar 5 dari 48 orang perwakilan suku Guci (Pemilik tanah rumah baru dinas walikota Bukittinggi) hadiri undangan Pemerintah Kota Bukittinggi untuk pembahasan penyelesaian pembayaran sisa ganti rugi tanah Lui St. Maruhun (Kaum Suku Guci Tangah Sawah).

Pertemuan yang berlangsung pada Kamis malam, tanggal 28 November 2019, pukul 19.30 wib dirumah dinas Walikota di Jalan Belakang Balok, Bukittinggi.

Hadir dalam pertemuan tersebut, diantaranya Walikota dan Wakil Walikota, Sekda dan Kepala Kejaksaan Bukittinggi (Forkopimda) serta perwakilan pemilik tanah/kaum suku Guci.

Menurut H. Zamri kuasa keluarga kaum suku Guci yang hadir dalam undangan pertemuan tersebut menegaskan,
"Belum ada keputusan pasca pertemuan dengan para Forkopimda Bukittinggi terkait polemik sisa pembayaran tanah kaum kami yang saat ini sudah berdiri bangunan rumah baru dinas Walikota Bukittinggi," Jumat, (29/11).

Lanjut Zamri, meskipun pihak Kejaksaan telah memberikan pendapat/Legal Opinion (LO) kepada pihak Pemko Bukittinggi, kami sepakat tidak akan menerima. Mengapa demikian, hasil LO menerangkan bahwa intinya pembayaran ke-2 atau sisanya akan dibayarkan dengan konversi harga emas saat ini berdasarkan SK Walikota Tahun 1974.

Artinya jika dikonversi dengan nilai rupiah sekarang kami hanya menerima sebesar Rp. 480 juta. Lalu saya mencoba bertanya dengan dengan Pak Walikota, Wakil Walikota dan Pak Kajari termasuk kepada seluruh Forkopimda Bukittinggi yang hadir, "Apakah wajar atau tidak, penggantian harga tanah kami yang sisanya 60% seluas 1692,5 meter persegi hanya akan dibayar Rp. 480 juta, diam semuanya, tidak ada yang menjawab."

Memang, kami berharap sisa pembayaran tanah tersebut berdasarkan harga Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Sebenarnya kamipun juga tidak ngotot, kami juga bisa diajak untuk negosiasi jika harga yang diberikan pantas.

"Hingga saat ini Pemko Bukittinggi belum memberikan solusi, justru Pemko masih minta waktu 1 Minggu untuk meminta pendapat pihak Kejaksaan Tinggi Sumbar."

Kajari Bukittinggi, Feri Tas


Sementara itu di tempat terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Bukittinggi, Feri Tas diruang kerjanya mengatakan, "Memang sebelumnya sudah ada rekomendasi DPRD Bukittinggi tahun 2009 tentulah harus dikaji dasar hukumnya, kalau surat rekomendasi itu hanya selembar dan isinya berdasarkan rapat-rapat komisi tentulah tidak kuat dasar hukumnya. Hasil rapat komisi itu harus merujuk atau mencabut dulu aturan pada surat Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR) Bukittinggi tahun 1968 dan Surat Keputusan Walikota 1974 tentang penyelesaian ganti rugi tanah. Sementara surat rekomendasi dari BPKP Perwakilan Sumbar tahun 2009 bunyinya ngambang, bisa bayar pakai konversi emas bisa juga dengan pakai NJOP. Lalu di akhir surat mereka malah bilang itu bukan lembaga yang berwenang dalam menetapkan pengkonversian nilai tambahan ganti rugi dan semua dikembalikan ke Pemkot serta menyarankan minta pendapat ke Kejaksaan.

Tambah Feri, Hasil LO telah kita sampaikan ke Pemko yang isinya pembayaran tetap harus dilakukan berdasarkan SK Walikota tahun 74 dengan cara konversi harga emas saat pembayaran.

"Namanya pendapat, kan bisa beda beda. Kalau tidak sependapat bisa cari pendapat ahli lain, sepanjang dasar hukumnya kuat." ujar Feri. (Rizky)
×
Kaba Nan Baru Update