Notification

×

Iklan

Iklan

KAWASAN SELATAN PESSEL TERANCAM KONFLIK LAHAN , RIBUAN HEKTAR HUTAN BERALIH FUNGSI

12 April 2017 | 14.29 WIB Last Updated 2017-04-12T07:56:55Z
Ilustrasi. (Red. )

Padang - Bahaya terjadinya konflik sosial mengancam masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan bagian selatan. Konflik akibat adanya sengketa lahan bisa muncul kapan saja. Ditengarai ada belasan ribu hektar hutan beralih fungsi dan dikapling-kapling pihak tertentu. Diduga oknum-oknum tak bertanggung jawab turut bermain api.

“Sedikitnya, 14 ribu hektare kawasan hutan negara di Rimbo Alang Rambah, Tapan, kini dibabat besar-besaran. Padahal kawasan hutan tersebut merupakan daerah resapan air. Kondisi serupa juga ditemukan di Bukit Buai. Parahnya, oknum-oknum cukong lahan dan orang-orang yang diduga suruhan investor tertentu juga turut bermain di sini,” ujar Penghulu Suku Melayu Gedang Kenagarian Tapan, Bustami Pasry Dt. Permai Duaso, kepada awak media,  Rabu (12/4), di Padang.

Persoalan alih fungsi lahan dan pembabatan hutan negara/ulayat tersebut, menurutnya, menjadikan daerah selatan Pessel tersebut rawan konflik sosial. Bila terus dibiarkan, tegas mantan anggota DPRD Pessel itu, tidak tertutup kemungkinan akan terjadi sengketa yang bermuara pada percekcokan dan pertumpahan darah.

Sebagai salah seorang pemuka masyarakat, Bustami mengaku amat risau melihat realitas di lapangan saat ini. Dia tak ingin, persoalan lahan dan pembabatan hutan itu akan mendatangkan kesengsaraan dan perpecahan di tengah-tengah masyarakat. Untuk itu, tegasnya, dia memberanikan diri menyampaikan laporan tertulis kepada gubernur Sumbar dan bupati Pessel.

Dalam surat yang juga ditembuskan kepada Kapolda Sumbar dan pimpinan DPRD Sumbar itu, Bustami menjelaskan, bersamaan dengan kasus pembabatan hutan larangan, lahan masyarakat lokal yang berladang secara tradisional juga dirampas. Tanaman yang telah tumbuh besar, ditebangi oknum suruhan pemodal siluman.

“Saya meyakini, kini telah terjadi perpindahan tangan penguasaan belasan ribu hektare lahan di kawasan hutan negara. Bukan hanya di Rimbo Alang Rambah dan Bukit Buai, tetapi juga di kawasan Ujung Tanjung dan Teluk Pulai, serta beberapa titik kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dalam wilayah Pessel,” jelasnya.

Sementara itu, di kawasan Danau Layu, sekitar 5.000 hektare kawasan hutan negara juga telah dieksploitasi pihak-pihak tertentu. Beberapa di antaranya diperbualbelikan oknum cukong tanah dengan harga antara Rp10 juta hingga Rp15 juta/hektare. Ironisnya, kata dia, tanah areal yang diperjualbelikan kepada pihak luar itu berada dalam kawasan ulayat Tapan, tapi surat-surat jual belinya dikeluarkan KAN Indrapura.

Bustami menegaskan, bila pihak-pihak terkait secara objektif mau turun ke lapangan, maka akan banyak persoalan alih fugsi lahan dan hutan akan ditemukan. Bahkan ada sungai bernama Batang Sindang, urainya, kini sudah ditimbuni pihak investor agar kendaraan bisa sampai ke lahan perkebuan mereka.

Menurutnya, saat ini rakyat di kawasan Tapan, Inderapura, dan daerah-daerah di Selatan Kabupaten Pesisir Selatan sudah terjepit dan terdesak. Tidak ada lagi lahan yang bisa mereka gunakan untuk berkebun, karena lahan sudah berpindah tangan ke investor dan oknum-oknum tertentu yang bermain. Untuk itu, Bustami berharap, Pemprov Sumbar dan Pemkab Pessel berkenan turun ke lapangan untuk melakukan investigasi menyeluruh.

“Pemerintah dan aparat keamanan harus turun tangan segera. Jangan dibiarkan berlarut-larut. Kalau dipandang sebelah mata saja, nanti terjadi pertumpahan darah. Bila itu terjadi, maka masyarakat juga yang akan rugi. Mereka akan menjadi korban dalam sengketa tersebut,” tegasnya. ( MM )


×
Kaba Nan Baru Update