Notification

×

Iklan

Iklan

JASRA PUTRA : 1.370 ANAK PER HARI MENINGGAL AKIBAT PENYAKIT

11 Juni 2017 | 11.03 WIB Last Updated 2017-09-07T17:04:18Z
Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI)
Jasra Putra
Jakarta,-- Sekitar 1.370 anak Indonesia meninggal setiap hari, setara dengan 500 ribu anak per tahun, akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah lebih dini. Lantaran itulah, pemerintah dituntut agar memberi perhatian sungguh-sungguh, dan hadir menjadi solusi bagi setiap masalah yang dihadapi anak.

“Perlindungan anak di Indonesia masih belum maksimal. Ada banyak persoalan yang kini mereka hadapi, di antaranya kekerasan dan tindak kriminal, penderitaan akibat himpitan ekonomi keluarga. Buruknya asupan gizi dan persoalan kelahiran juga menyebabkan tingginya angka kematian anak usia di bawah lima tahun,” ujar Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra, menjawab Pasbana.com, kemarin, di ruangan kerjanya.

Tokoh muda asal Sumatera Barat itu menjelaskan, persoalan anak sebenarnya bukanlah akar masalah, melainkan dampak dari berbagai persoalan ekonomi, sosial budaya, pendidikan, politik, dan kesehatan. Anak, tegasnya, penerima dampak utama dari berbagai persoalan yang dihadapi para orangtua.

Dalam konteks persoalan ekonomi, misalnya, sebut Jasra. Semakin tinggi angka kemiskinan maka akan menjadikan anak sebagai orang pertama yang terkena dampaknya, karena secara fisik dan psikis, anak-anak tidak sekuat orang dewasa menghadapi himpitan perekonomian tersebut.

Berdasarkan data Unicef yang dirilis Save the Children, terang aktivis Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, dampak kemiskinan terhadap anak menunjukkan hampir 50 persen anak tidak memiliki akta lahir, sekitar 2,3 juta anak usia 7-15 tahun putus sekolah, tujuh persen anak usia 5-17 tahun terlibat dalam pekerja buruh anak, setiap tiga menit anak meninggal sebelum mencapai usia lima tahun akibat penyakit yang sebenarnya bisa dicegah.

“Fakta lain, sekitar 1,8 juta anak Indonesia tidak diimunisasi secara lengkap. Fakta-fakta ini amat merisaukan. Sulit bisa kita bayangkan, bagaimana masa depan ketahanan kesehatan anak-anak Indonesia,” ujarnya.

Jasra menyebut, persoalan yang menimpa anak Indonesia tidak berhenti sampai di situ. Ada masalah lain, yakni kekerasan fisik dan psikis yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Data yang dirilis KPAI pada 2015 lalu, sebutnya, pada tahun 2010 ditemukan 171 kasus kekerasan terhadap anak, 2011 meningkat jadi 2.179 kasus, 2012 (3.512 kasus), 2013 (4.311 kasus), 2014 (5.066 kasus), dan lima bulan pertama 2015 sudah dilaporkan 6.006 kasus.

Data-data itu, ujarnya, baru berdasarkan pengaduan yang masuk ke KPAI. Kasus-kasus yang tidak dilaporkan dan tidak terekspos media massa, sebutnya, bisa jadi angkanya jauh melewati angka-angka yang tercantum dalam data resmi itu.

“Peningkatan angka kekerasan terhadap ini tak bisa dipandang sebelah mata, apalagi menganggapnya sebagai persoalan biasa saja, karena pelakunya lebih banyak orang-orang terdekat sang anak, yakni keluarga, teman, guru, dan masyarakat sekitar anak,” sebutnya.

Dia berpendapat, negara yang kuat dan maju pasti memperhatikan dan melindungi tunas-tunas bangsa yang sedang mekar tersebut. Pemerintah, tegasnya, mesti turun tangan dan melakukan intervensi untuk melindungi semua kepentingan anak, sehingga mereka bisa terbebas dari kekerasan, keterbatasan, kemiskinan, dan ketidakberdayaan.

“Kehadiran negara tidak saja sekadar melepaskan tanggung jawab, tanpa memikirkan secara serius persoalan hulu dan hilir anak yang setiap detik memiliki problem yang terus meningkat. Kasus terbaru, kekerasan terhadap anak tidak saja dilakukan di tengah masyarakat secara langsung, namun modusnya berkembang melalui media sosial,” ujarnya.(Nif)

×
Kaba Nan Baru Update