Notification

×

Iklan

Iklan

SEJARAH MADILOG

08 Juni 2018 | 14.08 WIB Last Updated 2023-01-23T12:53:02Z




Ditulis di Rawajati dekat pabrik sepatu, Kalibata-Cililitan, Jakarta. Saya, menetap dari 15 juli 1942 sampai pertengahan tahun 1943, mempelajari keadaan kota dan kampung di Indonesia, setelah 20 tahun ditinggalkan.

Waktu yang dipakai untuk menulis Madilog, lebih kurang selama 8 bulan (15 juli 1942 s/d 30 maret 1943) berhenti 15 hari, 720 jam, kira-kira 3 jam sehari. Buku yang lain ialah Gabungan Aslia sudah pula setengah di tulis, tetapi terpaksa ditunda.

Selain karena kehabisan uang, juga sebabkan sang Polisi, Yuansa namanya diwaktu itu, sudah 2 kali datang memeriksa dan menggeledah rumah lebih tepat lagi “pondok‟ tempat saya tinggal. Lantaran huruf Madilog dan Gabungan Aslia terlalu kecil dan ditaruh di tempat yang tidak mencuri perhatian, maka terlindung ia dari mata polisi itu.

Terpeliharalah kedua kitab itu dan pengarangnya dari mata dan tongkat kempei Jepang.Lantaran hawa kediaman saya itu sudah agak panas dan bahaya kelaparan sudah mengintip, maka terpaksalah saya memberhentikan pekerjaan saya meneruskan menulis naskah "Gabungan Aslia". Petualangan saya di Banten mencari nafkah dan juga melindungi diri.

Akhirnya saya dapat pekerjaan tetap di Tambang Arang, Bayah. Disinilah saya mendapat pekerjaan sedikit lebih tinggi dari romusha biasa, (maklumlah orang tak punya diploma dan surat keterangan!).

Sampai menjadi pengurus romusha dan penduduk kota Bayah dan sekitarnya dalam hal makan-minum, kesehatan, pulang-pergi dan sakit-matinya romusha ribuan orang dengan perantaraan kantor urusan prajurit pekerja.

Perantaraan kantor urusan prajurit pKalibata-CiDn, Ketua Badan Pembelaan (BPP) dan Badan Pembantu Prajuritterlam (BP3), akhirnya sampai dipilih menjadi wakil daerah Banten ke kongres Angkatan Muda yang dijanjikan di Jakarta, tetapi tak jadi itu wakil daerah Banten ke kongres Angkatan Muda yang dijanjikan di Jakarta (bulan Juni 1945).

Disinilah saya berjumpa dengan pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, dan lainnya yang sekarang mengambil bagian dalam pergerakan Persatuan Perjuangan (PP). Juga dengan pemuda lainnya umpamanya seorang jurnalis yang amat dikenal di sekitar Bayah yaitu Anwar Tjokroaminoto dan saudaranya, "Resan minyak ke minyak, resan air ke air," kata pepatah.

Demikianlah pengarang ini yang pada masa Jepang itu memperkenalkan dirinya dengan nama Iljas Hussein, dengan jalan memutar sampai juga ke golongan yang dicari yang mulai mengambil bagian besar dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945, ialah golongan pemuda.

Pekerjaan revolusioner di samping pemuda itu sampai sekarang terus berlaku, yakni Persatuan Perjuangan yang sudah mulai menulis sejarah. Atas permintaan pemuda pulalah Madilog sekarang akan disebarkan di antara mereka yang rasanya sanggup menerimanya.

Pena merayap di atas kertas dekat Cililitan, di bawah sayapnya pesawat Jepang yang setiap hari mendengungkan kecerobohannya di atas pondok saya. Madilog ikut lari bersembunyi ke Bayah Banten, ikut pergi mengantarkan romusha ke Jawa tengah dan ikut menggeleng-geleng kepala memperhatikan proklamasi Republik Indonesia.

Di belakang sekali ikut pula ditangkap di Surabaya bersama pengarangnya, berhubung dengan gara-gara Tan Malaka palsu, bahkan hampir saja Madilog hilang. Baru 3 tahun sesudah lahirnya itu, Madilog sekarang memperkenalkan dirinya kepada mereka yang sudi menerimanya.

Mereka yang sudah mendapat minimum latihan otak, berhati lapang dan seksama serta akhirnya berkemauan keras buat memahamkannya.



Ditulis Oleh : TAN MALAKA
Lembah Bengawan Solo, 15 Maret 1946.

Disempurnakan Oleh : Defauzan DP
×
Kaba Nan Baru Update