Notification

×

Iklan

Iklan

Ngalau Tompok dan Aksara Minang yang Hilang

11 Juni 2019 | 21.46 WIB Last Updated 2022-06-30T07:45:48Z
Oleh: Dodi Chandra, S.Hum
Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat

Pasbana.com --  Dalam khazanah arkeologi, aksara/huruf memang menjadi hal yang penting dalam mendukung data penelitian. Aksara Minang memang telah menjadi perdebatan panjang ahli sejarah, antropologi dan linguistik di Sumatera Barat dalam dekade terakhir. 

Keberadaan aksara Minang masih menjadi misteri yang belum banyak terungkap, dengan sebab data dan fakta yang belum ditemukan.

Survei yang pernah dilakukan oleh penulis dan bersama tim peneliti dari Balai Arkeologi Medan tahun 2016 yang lalu di Nagari Situmbuk, setidaknya mampu memberi angin segar dari misteri aksara Minang tersebut. Survei yang dilakukan Balai Arkeologi Medan tersebut merupakan salah satu rangkaian dari penelitian gua hunian di Tanah Datar.

Jika kita bercermin lagi pada masa Kolonial Belanda sebelumnya, Tanah Datar memang menjadi salah satu wilayah dengan  potensi gua bernilai sejarah. Paleontological researches in West Sumatra yang dilakukan oleh Eugene Dobois tahun 1890-1900 di Sumatera Barat telah memberikan informasi terkait sisa peradaban Prasejarah berupa deposit fauna dan fosil gigi “homo sapiens” di Gua Lidah Air (Payakumbuh), Gua Sibrambang dan Gua Jambu (Tapi Selo). Tidak hanya sebatas survei, temuan tersebut yang di masa kemudiannya dikaji dan dianalisis dengan hasil pertanggalan 60.000-70.000 BC.

Karakter wilayah Tanah Datar dengan Bukit Barisan dengan bukit-bukit kartsnya memang menyimpan  potensi gua dan/atau ceruk yang menjadi “hunian”, baik hunian masa prasejarah dan juga hunian sementara. Nagari Situmbuk merupakan salah satu contoh daerah yang kaya akan potensi gua/ceruk “hunian” di Tanah Datar.

Ngalau Tompok, begitulah lokal lazim menyebutnya. Berada di area perbukitan dengan bentang persawahan di sisi baratnya. Ngalau Tompok memiliki mulut selebar 2 m, menghadap ke selatan. Bagian yang mendekati mulut gua cukup terang. 

Sedangkan bagian permukaan tanahnya kering. Ngalau Tompok merupakan gua berstalaktit dan stalagmit. Bagian tengahnya terdapat menhir yang disambung dengan bentuk kubur dengan nisan berorientasi timur-barat (dipercaya sebagai makam Angku Shaliah).

“Tompok” dalam istilah lokal ditafsirkan sebagai tempat keramat yang dikonotasikan sebagai tempat bersemayamnya Syekh Shaliah. dipercaya sebagai ulama yang turut menyebarkan agama Islam di wilayah Sumanik. Di sekitarnya ditutup dengan bebatuan sebagai jirat. Hingga kini,  gua ini masih dikeramatkan dan menjadi tempat untuk bersemadi, atau mencari ilmu kebatinan. 

Gua ini cukup terang, indikasi pemanfaatannya berkaitan dengan tradisi megalitik (mempercayai tempat-tempat tertentu berkaitan dengan hal gaib).

Menelisik lebih jauh ke area ngalau, terlihat lukisan-lukisan yang diterakan pada dinding langit-langit gua berwarna putih. Dari hasil survei tim peneliti Balar Medan, lukisan yang tertera di dinding ngalau tersebut merupakan bentuk aksara/huruf yang dapat berbunyi. Analisa awal yang dilakukan, lukisan tersebut merupakan bagian dari “Aksara Batak Kuna”, ada yang berbunyi “ha”, “ma”, “da” dan sebagainya.

Namun, analisa ini setidaknya dapat memberikan informasi awal dari lukisan-lukisan warna putih yang selama ini masih membingungkan. Di sisi lain,  menurut hasil survei penulis (2016), lukisan yang terdapat pada dinging gua tersebut lebih mengarah pada Aksara lokal Minang yang selama ini masih memicu pergulatan ilmiah di antara (para) peneliti. 

Sebab jika kita lihat dan pahami betul,  morfologi aksara dari Aceh hingga Lampung memiliki bentuk yang hampir sama. Maka tidak tertutup kemungkinan bahwa lukisan di dinding Ngalau Tompok memang bagian dari aksara Minang yang hilang dari sejarah Minangkabau. Makin tahu Indonesia, makin cinta dan bangga akan kekayaan sejarahnya.(***)
×
Kaba Nan Baru Update