Notification

×

Iklan

Iklan

BPN Bukittinggi: Stikes FDK Pakai Tanah Pemko 1708 M2, PH Stikes FDK: BPN Bukittinggi Ngawur

01 Juli 2019 | 23:02 WIB Last Updated 2019-07-01T16:02:14Z
Kepala Kantor BPN Bukittinggi, Yulizar Yakub 


Bukittinggi - Sengketa tanah antara Stikes Fort De Kock (FDK) dengan Pemko Bukittinggi yang terjadi akhir-akhir ini, Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Bukittinggi, Yulizar Yakub angkat bicara disela-sela aktifitasnya.

Yulizar mengatakan, "Kalau kita menghadap dari depan, gedung Stikes FDK bagian sebelah kanan yang telah menggunakan tanah Pemko Bukittinggi seluas 1708 M2. Itu adalah hasil ukur ulang yang kita lakukan pada tahun ini, terkait klaim Pemko 2200 M2 itu sudah termasuk fasos/fasum. Memang sebelumnya pihak Stikes tidak mau menerima hasil tersebut tapi akhirnya mereka menerima."

Lanjut Yulizar, pengertian pengukuran ulang adalah pengembalian batas dan penunjukkan batas. Sementara ukur ulang yang mereka ajukan adalah pengukuran pengembalian batas.

Ketika ditanya apakah pengukuran ulang ini sama artinya dengan penunjukkan batas, Yulizar menjawab, hampir sama. Makanya kami katakan kepada Stikes, baca lagi dan cermati lagi apa yang mereka ajukan ke BPN.

Namun demikian kata Yulizar, masih ada solusi untuk sengketa masalah ini. Kita bisa lihat first major dari kasus ini, sehingga saya rasa ada jalan keluar.

Sementara itu, Penasehat Hukum (PH) Stikes FDK, Didi Cahya Ningrat menanggapi, "Ini pernyataan ngawur dari kepala BPN, surat-surat kita saja tidak pernah dijawab, termasuk surat peringatan dan pembatalan hasil ukur kemaren. Jika dalam waktu 2x7 hari tidak direspon oleh BPN maka akan kita tuntut secara hukum yang berlaku."

Namun lanjut Didi, baiknya kita tidak usah banyak komentari dulu, sama-sama kita buktikan saja dipersidangan, justru dari awal kita yang minta, tolong kasih hasil ukur yang menjadi rujukan mereka atas klaim sepihak jika FDK pakai tanah Pemda dan membangun diatas tanah fasum.

"Tidak pernah sekalipun klien kami, dan kami mengakui yang namanya hasil ukur ulang yang dilakukan BPN Bukittinggi, karena ukur ulang pada saat itu dilaksanakan dengan alat yang rusak. Lalu yang kami akui adalah apa yang tertera di dalam sertifikat hak atas tanah yang klien kami miliki." Kata Didi

Artinya seluruh bangunan yang berdiri pada kampus FDK, adalah berdiri pada alas hak yang sah menurut hukum, dan juga telah dilegitimasi oleh pemerintah, dibuktikan dapat terbitnya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), karena salah satu dasar dikeluarkannya IMB adalah kepemilikan atas tanah. Kemudian setelah Pemko Bukittinggi membeli tanah yang berbatasan dengan tanah kampus FDK, tiba tiba mereka mengatakan tanah pemko terpakai oleh FDK.

"ini cara berfikirnya bagaimana? Etisnya BPN ini tidak boleh mengomentari terkait hal ini, selain mereka lembaga yang pasif, juga cara mereka mengukur tanah harus disangsikan kebenarannya." tutup Didi. (Rizky)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update