Notification

×

Iklan

Iklan

AMSI Gelar IDC 2022, Mengangkat Tema "Web 3.0 Peluang dan Tantangan Model Bisnis di Era Digital"

22 November 2022 | 19.01 WIB Last Updated 2022-11-22T12:03:05Z

Jakarta, pasbana - Gelaran event Indonesian Digital Conference (IDC) 2022 yang digagas Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) resmi dilaksanakan di Ballroom 1 Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (22/11/2022). 

Kegiatan yang akan berlangsung dua hari itu, dibuka secara resmi oleh Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki, dan dihadiri para pengurus AMSI dan Ketua AMSI se Indonesia. 

Acara bertema Web 3.0 Peluang dan Tantangan Model Bisnis di Era Digital ini menghadirkan beragam diskusi, mulai dari digitalisasi industri, Web 3.0 hingga optimalisasi UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) di Indonesia.

Dalam sambutannya, Ketua AMSI Wenseslaus Manggut menyorot dilema dunia media siber. Ia mengatakan industri media, khususnya produksi konten, tampak dalam situasi sulit memilih antara AdSense atau laman situs web yang user friendly.

" Iklan (ada) dari atas dari bawah, pembaca sulit melihat beritanya di sebelah mana, tetapi jika kita hapus AdSense yang mengganggu konten itu, kita tidak dapat revenue. Tapi jika kita biarkan, pembaca loyal kita hilang, karena tidak user-friendly," jelas Wenseslaus Manggut, Ketua AMSI.
 
Wenseslaus menambahkan, dilema seperti ini perlu dibahas AMSI dengan stakeholder yang lain. Oleh karenanya, AMSI mencanangkan pelatihan konten dan bisnis bagi pelaku industri.

“Saya kira teman-teman lain dari industri yang lain, platform, sepakat bahwa industrinya yang perlu kita sehatkan," ungkapnya dalam acara IDC 2022.

Ia juga menyorot bagaimana kekhawatiran dari berbagai pihak atas konten di internet yang kadang tak berkualitas, bahkan menggunakan judul clickbait, demi meraup untung semaksimal mungkin dari AdSense.

“Dalam ekosistem seperti ini, mengeluh tidak akan cukup. Konten kita jadi receh, pembaca mengeluh konten kita tidak user friendly," tambahnya. “Mungkin pemerintah juga mengeluh judul cenderung clickbait, tanpa kita masuk ke ekosistemnya.”



Wens menyebutkan bahwa AMSI siap terjun langsung ke media siber dengan membuat agensi sendiri yang akan diluncurkan secara resmi di akhir acara IDC 2022. Langkah ini dianggap sebagai salah satu penyelesaian dilema pelaku usaha terhadap revenue konten dan kualitas, di samping pelatihan-pelatihan yang sudah dilaksanakan AMSI.

“Karena kalau kita tidak mengatur alur bisnisnya, (kalau) kita tidak nyemplung ke bisnisnya, maka keluhan kita, iklan wara-wiri mengganggu mata akan begitu terus,” kata Wens. 

“Kalau kita tidak nyemplung ke bisnisnya, maka (akan bilang) judul yang clickbait lebih banyak mengundang uang daripada judul yang cerdas. Nah, kita bikin agensi ini dengan satu spirit yang utama, mengutamakan konten yang berkualitas, karena jika ekosistemnya dibiarkan, maka kualitasnya tidak ada gunanya," Wenseslaus Manggut, Ketua AMSI. 

Dengan agensi ini, iklim ekosistem media siber akan lebih baik ke depannya.

“Kalau adsense tetap dipompa berdasarkan traffic, diukur berdasarkan viral (atau) tidaknya sebuah konten, AMSI perlu masuk ke situ, memastikan agensi memastikan konten berkualitas mendapat insentif dari ekosistemnya," ujarnya.

IDC 2022 menghadirkan beragam diskusi, salah satunya membahas kesiapan Indonesia menyambut transformasi digital Metaverse dan Web 3.0. Sesi diskusi pertama ini dihadiri oleh Tony Wenas, Direktur Utama PT Freeport Indonesia; Ari Rahmat Indra Cahyadi, Direktur Utama PLN Icon Plus; Dini Hanggandari, Direktur ILM Logam, Mesin, Elektronika, dan Alat Angkut Kementerian Perindustrian; dan Firlie Ganinduto, Wakil Ketua Bidang Komunikasi dan Informatika KADIN.

Banyak industri di berbagai sektor di Indonesia sudah menyambut transformasi digital. Bercerita soal proses pertambangan, Tony mengatakan Freeport menggunakan digitalisasi untuk pertambangan bawah tanah.

“Kami bisnis tambang, bukan berarti kami tidak adaptif (dengan perkembangan teknologi),” jelas Tony di IDC 2022, Selasa (22/11). “Misal di pertambangan bawah tanah, itu alat beratnya dikendalikan secara remote (dari jarak jauh).”

Pertambangan di bawah tanah, kata Tony, punya risiko yang besar. Dengan digitalisasi sistem dan pengendalian secara jarak jauh, kerja tidak hanya menjadi semakin efisien, tetapi juga lebih aman.

Di lain pihak, Ari menjelaskan PLN juga sudah melakukan digitalisasi dari hulu ke hilir sejak 2020, mulai dari pengelolaan database, penggunaan aplikasi mobile, dan yang lainnya. PLN disebutnya sudah serba digital.

“Dalam 2 tahun terakhir kita juga bangun struktur manajemen, cybersecuritydigital transformation,” ungkap Ari.

PLN juga sudah menggunakan metaverse untuk pelatihan pekerja, sebagai simulasi bekerja di lingkungan berbahaya dengan tegangan tinggi —disebut sebagai digital training

Sementara itu, Dini menjelaskan pemerintah terus menggenjot misi makin industri 4.0 yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi.

Kementerian dan lembaga punya peran berbeda dalam menjalankan dan memperluas transformasi digital. Kemenperin, misalnya, punya program digitalisasi UMKM dan IKM, pengolahan bahan-bahan ekspor untuk menambah nilai, hingga mengkampanyekan produk dalam negeri.

Industri butuh adaptif terhadap perkembangan teknologi, agar bertahan di era yang serba teknologi dan berubah dengan pace yang sangat cepat. Tony menjelaskan industri yang tidak adaptasi dengan perkembangan teknologi akan mati, tidak peduli seberapa besar bisnisnya.




Namun bersama dengan adaptasi ini, juga diperlukan regulasi yang menyesuaikan kemajuan teknologi.

Firlie mengatakan bahwa UU PDP adalah angin segar untuk ekosistem bisnis digital Indonesia. Namun yang menjadi catatan adalah, UU ini perlu waktu 5 tahun di meja DPR hingga akhirnya disahkan.

“Bisnis butuh regulasi yang adaptif, menyesuaikan kemajuan teknologi,” jelas Firlie.
Di sisi lain, ada ancaman cybersecurity yang mengancam bisnis dan keamanan pengguna.

“Kenapa saya sentuh UU PDP butuh 5 tahun, terus terang pembahasannya pengesahan itu dilakukan hanya 2-3 bulan terakhir, karena munculnya threat yang ada. November kemarin ada 15 juta kasus dicuri di dunia, Indonesia ranking 15 dengan 134 juta kasus kebocoran data ,” tambah Firlie.

Cyber infrastructure underdeveloped di Indonesia. Data tak hanya kepentingan industri, tapi juga diamanatkan UU PDP.”ungkap Ari. 

Ari menambahkan, bahwa ke depannya semakin kritikal. Diperlukan kesiapan infrastruktur dan kesiapan SDM untuk menghadapi ancaman cybersecurity.

“(Dari segi factor of people) kita mulai dari manajemen hingga ke bawah kita bangun cyber security awareness,” ungkap Ari. (Rilis) 
×
Kaba Nan Baru Update