Jum'at 20 Jun 2025

Notification

×
Jum'at, 20 Jun 2025

Iklan

Iklan

Belajar Mencintai Sesama dari Sabda Rasul dan Hikmah Buya Hamka

09 Juni 2025 | 07:27 WIB Last Updated 2025-06-09T00:27:49Z


Pasbana-  Di tengah riuhnya kehidupan modern yang sering kali penuh tekanan, kompetisi, dan kesibukan, kita kadang lupa bahwa kehidupan bukan hanya tentang mengejar pencapaian pribadi, tetapi juga tentang bagaimana kita memperlakukan sesama. 

Pesan ini sesungguhnya telah lama digaungkan, bahkan oleh Rasulullah Saw sendiri.

Cinta Sejati dalam Perspektif Iman


"Tidak beriman seseorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis yang begitu masyhur ini bukan hanya sekadar ajakan untuk bersikap baik kepada orang lain, tetapi menempatkan cinta kepada sesama sebagai standar keimanan

Artinya, iman seseorang belum dianggap sempurna bila ia belum bisa merasakan empati dan kasih sayang terhadap sesamanya sebagaimana ia ingin diperlakukan.

Menurut Prof. Dr. Quraish Shihab dalam salah satu ceramahnya, hadis ini menekankan pentingnya solidaritas sosial dalam Islam. “Jika kita hanya mementingkan diri sendiri dan tak peduli dengan penderitaan orang lain, maka ada yang salah dengan pemahaman kita tentang iman,” tegasnya.

Buya Hamka dan Etika Sosial yang Menyentuh

Senada dengan sabda Rasul, Buya Hamka—ulama, sastrawan, dan filsuf besar Indonesia—pernah berpesan dengan kata-kata yang sederhana namun mendalam:
"Jangan kamu lakukan kepada orang lain sesuatu yang kita tidak suka kalau hal itu dilakukan orang kepada kita."

Kalimat ini adalah bentuk lain dari Golden Rule atau kaidah emas dalam etika universal. Prinsip ini menjadi fondasi dalam membangun masyarakat yang penuh tenggang rasa. 

Di tengah masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, nilai-nilai ini menjadi sangat relevan untuk menjaga harmoni sosial.

Menjaga Jiwa di Tengah Ketenangan Malam

Lebih dari sekadar membangun hubungan sosial, Islam juga menganjurkan umatnya untuk memperkuat hubungan vertikal—yakni hubungan dengan Allah SWT—melalui ibadah malam seperti shalat tahajjud, witir, dzikir, dan muhasabah diri.
Menurut penelitian dari Journal of Religion and Health, ibadah malam seperti tahajjud terbukti mampu menurunkan tingkat stres dan kecemasan, serta meningkatkan ketenangan batin dan kesehatan mental. Bahkan dari sisi medis, bangun di sepertiga malam terakhir dapat memperbaiki kualitas tidur dan sistem imun tubuh.

Meluangkan waktu sejenak di keheningan malam bukan hanya tentang menjalankan kewajiban spiritual, tetapi juga kesempatan untuk berdialog jujur dengan diri sendiri—merenungi kesalahan, bersyukur atas nikmat, dan memohon petunjuk untuk hari esok.

Menghidupkan Nilai, Bukan Sekadar Rutinitas


Pesan-pesan tersebut mengajak kita untuk menata ulang cara pandang dalam beribadah dan bersosialisasi. Islam bukan sekadar ritual, tetapi juga perjalanan spiritual dan sosial yang saling terkait.

Cinta kepada sesama bukan hanya bentuk keimanan, tapi juga solusi konkret untuk meredam perpecahan, memperkuat persaudaraan, dan membangun lingkungan yang lebih manusiawi. Sementara ibadah malam menjadi "charger jiwa" untuk tetap kuat menghadapi tantangan hidup.

Dari Hati ke Hati


Ketika sabda Rasul dan petuah Buya Hamka bergema dalam hati, kita diajak untuk merenung: sudahkah kita mencintai saudara kita seperti mencintai diri sendiri? 

Sudahkah kita menjauhkan diri dari sikap yang kita sendiri tak suka bila diperlakukan demikian?

Mari bersama kita rawat cinta dan kepedulian, mulai dari hal-hal sederhana: menyapa tetangga, memberi tanpa pamrih, dan tak lupa bermunajat dalam sunyi malam. 

Karena sejatinya, iman bukan hanya soal hubungan dengan Tuhan, tetapi juga bagaimana kita mencintai sesama manusia. (*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update