Notification

×

Iklan

Iklan

Merayakan Idul Adha: Belajar Tulus dari Nabi Ibrahim, Mempersiapkan Bekal untuk Kampung Akhirat

06 Juni 2025 | 06:41 WIB Last Updated 2025-06-05T23:41:56Z


Pasbana - Setiap tahunnya, umat Muslim di seluruh dunia berkumpul dalam suka cita menyambut Hari Raya Idul Adha—hari besar kedua setelah Idul Fitri yang begitu sarat makna spiritual dan kemanusiaan.

Namun lebih dari sekadar ritual kurban dan gema takbir yang membahana, Idul Adha adalah momen refleksi paling dalam tentang arti ketaatan, keteladanan, dan kesabaran.

Tiga hal inilah yang diwariskan oleh Nabi Ibrahim AS, sosok yang tak hanya dihormati umat Islam, tapi juga dikenal dalam agama Yahudi dan Kristen sebagai Abraham. 

Mengapa Idul Adha Disebut Hari Raya Pengorbanan?

Idul Adha atau Hari Raya Kurban berakar dari peristiwa menakjubkan ketika Nabi Ibrahim diuji oleh Allah SWT untuk mengorbankan putranya, Ismail AS. 

Dalam sebuah kisah yang diabadikan dalam Al-Qur'an Surah As-Saffat ayat 102-107, Ibrahim nyaris mengayunkan pisau ke leher Ismail—anak yang sangat ia cintai—demi memenuhi perintah Tuhan. Namun, di saat terakhir, Allah mengganti Ismail dengan seekor domba.

Bayangkan—seorang ayah rela kehilangan anak demi menaati perintah ilahi. Apa makna di balik semua ini?

Jawabannya bukan semata-mata soal pengorbanan fisik, tapi tentang keikhlasan total dalam menyerahkan segalanya kepada Sang Pencipta. 

Di sinilah taqwa menjadi kunci utama. Dalam Surah Al-Hajj ayat 37 dijelaskan: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya."

Bekal Terbaik di Dunia yang Sementara Ini: Taqwa

Mari kita renungkan sebentar: hidup ini fana. Sebagaimana sering kita dengar dalam khutbah Jumat atau pengajian, "Hidup di dunia ini hanyalah sementara. Yang kekal hanyalah kampung akhirat."

Kalimat ini bukan sekadar nasihat, tapi pengingat bahwa apa yang kita kejar hari ini—jabatan, materi, popularitas—bisa hilang dalam sekejap. Maka, tak ada bekal terbaik menuju akhirat selain taqwa, yaitu kesadaran penuh akan kehadiran Tuhan dalam setiap tindakan kita.

Idul Adha: Momentum Memaknai Ulang Tujuan Hidup

Hari Raya Kurban bukan sekadar seremoni menyembelih hewan. Ia adalah panggilan untuk menyembelih ego, keserakahan, dan keangkuhan. Dalam momen ini, kita diajak kembali pada nilai-nilai dasar kemanusiaan: berbagi, peduli, dan memaafkan.

Tak heran, di banyak tempat, daging kurban dibagikan bukan hanya ke tetangga, tapi juga ke kaum dhuafa, para pekerja jalanan, hingga penghuni panti asuhan dan rumah singgah. Di sinilah nilai gotong-royong Islam terasa nyata.

Maaf Lahir Batin dan Semangat Baru

Di hari yang penuh berkah ini, tak ada salahnya kita saling mendoakan dan meminta maaf—lahir dan batin. Sebab, meminta maaf adalah keberanian, dan memberi maaf adalah kemenangan.

Mari kita jadikan Hari Raya Idul Adha 1446 H ini bukan hanya perayaan tahunan, tapi momen penyadaran diri, titik balik untuk menjadi pribadi yang lebih taat, sabar, dan rendah hati. Sebab, seperti yang pernah dikatakan oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Jadilah seperti anak akhirat, bukan anak dunia. Sebab, dunia akan pergi dan akhirat akan datang.”
(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update