Pasbana - Di era media sosial yang serba instan, tak sedikit orang yang merasa hidupnya harus selalu tampil sempurna—senyum manis, foto bagus, komentar ramai, pujian deras.
Kita sibuk mengejar "like", validasi, atau pengakuan dari orang lain. Tanpa sadar, hidup kita seolah jadi panggung besar tempat kita tampil, tapi lupa siapa sebenarnya penontonnya yang paling penting.
Padahal, apa iya hidup sebatas soal penilaian manusia?
Pujian Manusia Tak Pernah Cukup
Kalimat seperti itu sering kali terdengar. Tapi faktanya, tak ada manusia yang mampu memuaskan semua orang.
Bahkan Nabi Muhammad SAW yang sempurna akhlaknya pun tetap dihina dan dimusuhi. Lalu siapa kita, hingga berharap semua orang akan selalu menyukai kita?
Alih-alih mengejar penilaian manusia yang tak pernah habis, Islam mengajarkan kita untuk fokus pada satu hal: mencari ridha Allah SWT. Karena hanya dengan itu, hidup akan lebih tenang dan bermakna.
“Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya untuk mencari keridhaan Allah…”
(QS. Al-Baqarah: 207)
Ayat ini menyentil kita semua: untuk apa hidup penuh pencitraan kalau akhirnya lelah sendiri?
Bahaya Terlalu Sibuk Mencari Pengakuan
Berlaku baik pun bukan karena tulus, tapi karena takut dicibir. Komentar orang bisa jadi kompas hidup, padahal belum tentu arah mereka benar.
Ini bukan sekadar masalah mental. Dalam Islam, ini bisa mengarah pada riya, alias pamer amal.
Dan Nabi Muhammad ﷺ sudah memperingatkan kita tentang bahaya ini.
“Yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil… yaitu riya.”
(HR. Ahmad)
“Yang paling aku khawatirkan atas kalian adalah syirik kecil… yaitu riya.”
(HR. Ahmad)
Riya itu ibarat virus yang membuat amalan kosong dari nilai pahala. Niat yang seharusnya lurus kepada Allah, justru bengkok ke arah manusia.
Kenali Tandanya, Cegah Sebelum Terlambat
Tapi coba tengok beberapa ciri ini:
Rajin beribadah kalau dilihat, longgar kalau sendirian.
Berlaku manis demi pujian, bukan karena keikhlasan.
Gelisah kalau dikritik, meski itu untuk kebaikan.
Cepat berubah karena takut tak disukai orang.
Rajin beribadah kalau dilihat, longgar kalau sendirian.
Berlaku manis demi pujian, bukan karena keikhlasan.
Gelisah kalau dikritik, meski itu untuk kebaikan.
Cepat berubah karena takut tak disukai orang.
Jika satu saja tanda ini terasa akrab, mungkin ini waktunya menata ulang niat dan arah hidup.
Jalan Keluar: Fokus pada Ridha Allah
Berikut beberapa langkah sederhana namun bermakna:
Perbaiki niat.
“Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya…” (HR. Bukhari & Muslim)
Sebelum melakukan apa pun, tanyakan dulu: “Ini karena Allah, atau karena ingin dilihat orang?”
Syukuri pujian, tapi jangan tergantung padanya.
Pujian itu bonus, bukan tujuan. Jika datang, anggap saja hadiah kecil dari Allah.
Jangan baper jika dicela.
Kita tak bisa mengatur lidah orang, tapi bisa mengatur hati sendiri agar tetap tenang.
Berdoa agar tetap ikhlas.
Salah satu doa indah yang bisa diamalkan:
“Ya Allah, jadikan seluruh amalanku baik dan hanya untuk-Mu semata.”
Hati yang Lapang Adalah Hati yang Fokus kepada-Nya
Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan mengejar komentar orang. Karena berapa pun pujian yang kita dapat, tetap akan ada yang tak suka. Maka cukupkan hatimu dengan ridha Allah. Ketika Allah ridha, maka tak peduli dunia berkata apa, hati tetap tenang.
“Cukuplah Allah bagi kami. Dia sebaik-baik pelindung.”
(QS. Ali Imran: 173)
Jadi, sebelum kita terlalu sibuk menyenangkan dunia, pastikan dulu kita tidak mengecewakan Tuhan.
(*)