Pasbana - Pernahkah kamu merasa dunia ini terlalu cepat? Bangun pagi langsung scroll TikTok, sarapan roti instan, makan siang pesan lewat aplikasi, malamnya rebahan sambil binge-watching. Semua tersedia hanya dengan beberapa sentuhan jari.
Hidup serba instan memang memanjakan. Tapi tanpa sadar, kita juga sedang menabung risiko—bukan hanya bagi tubuh, tapi juga untuk kesehatan mental. Di balik kenyamanan yang ditawarkan, gaya hidup instan ternyata menyimpan ancaman yang tidak bisa dianggap enteng.
“Kita ini seperti sedang ngebut di jalan tol tanpa rem. Enak sih, cepat. Tapi apa kita tahu kapan waktunya berhenti?” kata Ustaz Salim A. Fillah dalam salah satu tausiahnya tentang gaya hidup modern.
Mari kita tengok lebih dekat bagaimana pola hidup instan menggerogoti kualitas hidup, dan bagaimana ajaran Islam sebenarnya sudah sejak lama mengingatkan kita untuk hidup lebih seimbang.
Fast Food, Fast Mood, Fast Burnout
Satu porsi burger keju dengan kentang goreng bisa memuaskan lidah dalam 10 menit, tapi kandungan lemak jenuhnya bisa bertahan di tubuh selama bertahun-tahun. Menurut data Kementerian Kesehatan RI, konsumsi makanan cepat saji yang tinggi lemak, gula, dan garam menjadi penyebab utama meningkatnya kasus obesitas, diabetes, dan hipertensi di usia muda.Sementara itu, dampak instan di dunia digital tak kalah mengkhawatirkan. Menurut survei We Are Social 2024, rata-rata orang Indonesia menghabiskan lebih dari 3 jam sehari di media sosial.
Akibatnya? Kecemasan meningkat, waktu tidur terganggu, dan kita makin jarang ngobrol langsung dengan orang rumah.
Islam Sudah Mengajarkan Keseimbangan Sejak Lama
Dalam sebuah hadits riwayat Tirmidzi, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu.” Ini berarti menjaga kesehatan bukan hanya soal fisik, tapi juga bentuk ibadah.
Kita juga diingatkan dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 31:
“Makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebih-lebihan.”
Ayat ini bukan hanya soal makanan, tapi juga menyiratkan pentingnya menghindari sifat konsumtif dan ketergantungan pada hal-hal instan.
Langkah Kecil Menuju Hidup Seimbang
🔹 Perbanyak makanan segar: Sayuran, buah, dan biji-bijian jauh lebih ramah untuk tubuh dan bumi dibanding makanan olahan.
🔹 Aktif bergerak: Olahraga ringan seperti jalan pagi atau bersepeda bisa memperbaiki suasana hati dan kesehatan jantung.
🔹 Detoks digital: Batasi penggunaan gadget. Jadwalkan waktu offline untuk kembali ke kehidupan nyata dan membangun koneksi yang lebih bermakna.
🔹 Jernihkan pikiran: Meditasi, shalat khusyuk, atau sekadar berkebun bisa menjadi cara menyegarkan mental.
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan adalah kondisi seimbang antara fisik, mental, dan sosial. Jadi jangan sampai salah satunya timpang karena tergoda hidup instan.
Hidup Tak Perlu Cepat, Tapi Harus Bermakna
Ustadz Adi Hidayat dalam salah satu ceramahnya berkata,
“Kecepatan bukan jaminan berkah. Berkah itu hadir ketika kita mampu menjaga hak tubuh, hati, dan pikiran dengan seimbang.”
“Kecepatan bukan jaminan berkah. Berkah itu hadir ketika kita mampu menjaga hak tubuh, hati, dan pikiran dengan seimbang.”
Hidup yang berkualitas bukan soal siapa yang lebih cepat, tapi siapa yang lebih sadar dan bersyukur.
Kembali pada Keseimbangan
Jadi, sebelum tubuh dan pikiranmu burnout, yuk mulai hidup lebih pelan, lebih sadar, dan lebih sehat. Karena hidup ini bukan sprint, tapi maraton—dan yang bertahan adalah mereka yang tahu cara menjaga ritme.(*)