Pasbana – Di tengah bentangan air Danau Singkarak yang tenang, terhampar sebuah kisah tentang denyut nadi kebudayaan Minangkabau yang kian meredup: tradisi "Pacu Biduk".
Lomba dayung perahu tradisional ini, yang dulunya menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat pesisir danau, khususnya di Nagari Saniangbaka, Kabupaten Solok, kini berjuang untuk tetap bertahan dari gerusan zaman dan ketiadaan perhatian.
Dulu, perhelatan Pacu Biduk adalah pesta rakyat yang meriah. Ribuan pasang mata akan membanjiri tepian danau, menyaksikan adu ketangkasan para pendayung yang diiringi riuhnya musik tradisional.
Lebih dari sekadar perlombaan, Pacu Biduk adalah simbol semangat kebersamaan, kekompakan, dan kebanggaan akan identitas lokal. Namun, kemeriahan itu kini hanya menjadi kenangan, seolah terhapus dari ingatan generasi muda.
Pacu Biduk bukan sekadar adu cepat, ia adalah warisan yang merefleksikan jati diri dan kegigihan masyarakat pesisir Danau Singkarak.
Terakhir kali Pacu Biduk digelar dalam skala besar adalah pada tahun 2017. Minimnya dukungan dan anggaran menjadi batu sandungan utama yang membuat tradisi ini nyaris terlupakan.
Ada potensi besar yang belum tergali dari Pacu Biduk. Jika dikemas secara profesional, Pacu Biduk bisa menjadi agenda wisata tahunan yang setara dengan Festival Danau Toba.
Bayangkan saja, sebuah festival yang memadukan ketegangan lomba dayung dengan semarak pertunjukan seni, bazar UMKM lokal, dan pameran kekayaan budaya Minang – sebuah magnet yang tak terbantahkan bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Berbagai suara pun menyuarakan harapan agar Pemerintah Kabupaten Solok, khususnya melalui Dinas Pariwisata, dapat mengambil langkah konkret.
Revitalisasi budaya lokal, sinergi dengan berbagai pihak, dan pemanfaatan promosi digital diyakini menjadi kunci untuk menghidupkan kembali Pacu Biduk.
Ini bukan hanya tentang melestarikan sebuah tradisi, tetapi juga tentang membuka peluang ekonomi baru dan memperkenalkan kekayaan budaya Danau Singkarak kepada dunia.
Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat, dari pemerintah hingga pemuda, bersatu padu untuk memulihkan kejayaan Pacu Biduk.
Ini adalah panggilan untuk menjaga warisan yang berharga, memastikan bahwa denyut nadi kebudayaan ini terus berdetak, dan generasi mendatang masih dapat menyaksikan keindahan serta semangat di balik setiap ayunan dayung di Danau Singkarak.
Kebangkitan Pacu Biduk adalah kebangkitan sebuah identitas, sebuah kebanggaan yang menunggu untuk dirayakan kembali. Makin tahu Indonesia.(*)