Padang Panjang, pasbana –
Mahasiswa Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang kembali menunjukkan kiprahnya di ranah seni pertunjukan melalui karya tari kontemporer yang sarat makna budaya dan isu ekologis.
Mahasiswa Pascasarjana Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang kembali menunjukkan kiprahnya di ranah seni pertunjukan melalui karya tari kontemporer yang sarat makna budaya dan isu ekologis.
Adalah Mhd. Virianda Prayuda Bangun, mahasiswa asal Medan dari Program Magister Penciptaan Tari ISI Padangpanjang, yang menggagas karya berjudul "Tutur Ndilo", sebuah pertunjukan tari yang terinspirasi dari ritual pemanggil hujan khas masyarakat Karo, Ndilo Wari Udan.
Pertunjukan ini dijadwalkan akan dipentaskan pada 24 Juli 2025 di arena Laga-Laga Seni Tari ISI Padangpanjang. Karya ini bukan hanya menjadi bagian dari tugas akhir studi Prayuda, tetapi juga bentuk nyata pelestarian budaya lokal yang dikemas dalam sentuhan modern dan reflektif terhadap persoalan lingkungan masa kini.
"Tutur Ndilo" merujuk pada sebuah pertunjukan tari yang mengangkat ritual adat pemanggil hujan masyarakat Karo. Ritual ini biasa dilakukan ketika musim kemarau berkepanjangan mengancam sektor pertanian dan kelangsungan hidup masyarakat.
Dalam tradisi tersebut, para penari mengenakan topeng Gundala-Gundala—topeng kayu yang diyakini sebagai media komunikasi dengan roh leluhur dan kekuatan alam.
“Dalam tari ini, percikan air ke tanah menjadi simbol harapan agar hujan turun, sekaligus sebagai pengingat bahwa manusia tidak bisa hidup terpisah dari alam,” ungkap Mhd. Virianda Prayuda Bangun, selaku koreografer utama dalam pertunjukan tersebut, Jumat (19/7).
Dalam pertunjukan ini, properti berbentuk segitiga raksasa hadir mendominasi panggung sebagai simbol utama yang mewakili tiga elemen kehidupan: manusia, alam, dan lingkungan. Segitiga tersebut tidak hanya berfungsi sebagai elemen visual, namun menjadi representasi filosofi keseimbangan dalam hidup.
“Ketika satu sisi goyah, maka keseluruhan struktur bisa runtuh. Properti segitiga ini secara kolektif dibangun dan diangkat oleh para penari, menciptakan metafora tentang pentingnya kerja sama dalam menjaga harmoni kehidupan,” jelas Leoni Intan Sari, pimpinan produksi pertunjukan.
Leoni juga menambahkan bahwa koreografi ini menampilkan interaksi erat antara tubuh manusia dengan properti, menciptakan gambaran bahwa kekuatan tidak selalu terletak pada dominasi, melainkan pada kolaborasi dan keselarasan.
Pertunjukan "Tutur Ndilo" menjadi sangat relevan di tengah meningkatnya kesadaran global akan krisis lingkungan. Lewat medium seni, karya ini menyuarakan pentingnya menjaga relasi yang seimbang antara manusia dan alam.
“Karya ini adalah bentuk refleksi terhadap hubungan kita dengan bumi. Bahwa keberlanjutan hanya bisa dicapai bila manusia bersikap hormat dan menjaga lingkungan, bukan mengeksploitasinya,” tutur Leoni.
Pertunjukan ini merupakan kolaborasi berbagai pihak, mulai dari penari, pemusik, hingga pengelola produksi. Selain Prayuda dan Leoni, Ferli Mulianto Pratama selaku Stage Manager menyampaikan bahwa karya ini juga bertujuan memperkenalkan budaya Karo kepada masyarakat luas dengan pendekatan kontemporer yang inklusif.
“Melalui tari ini, kami ingin mengajak publik mengenal lebih dalam warisan budaya Karo yang kaya dan spiritual, sekaligus mengedukasi tentang pentingnya pelestarian alam,” terang Ferli.
Adapun jajaran penari yang terlibat dalam produksi ini antara lain: Tony Hermawan, Farid Ramadhan, Junaisya Syifatul Qalby, Muhammad Farhan, Belala Gea, Maresha, dan Umi Hamsyah Nasution. Musik pengiring disusun secara kolaboratif oleh Rama Anggara M.Sn, Megi Zed, M Khaikal, Edlika Sembiring, M Giffary, dan Renita Sari, dengan aransemen yang membaurkan unsur tradisional dan kontemporer.
Pementasan “Tutur Ndilo” akan digelar pada:
Tanggal: Kamis, 24 Juli 2025
Tempat: Arena Laga-Laga Seni Tari ISI Padangpanjang
Waktu: (Menyesuaikan informasi lanjutan dari pihak penyelenggara).
Pertunjukan ini terbuka untuk publik dan diharapkan menjadi ruang dialog antara tradisi, seni, dan persoalan lingkungan yang sedang dihadapi dunia saat ini.
"Tutur Ndilo" tidak sekadar pertunjukan tari, melainkan bentuk ekspresi seni yang menggabungkan kearifan lokal, pesan spiritual, dan kesadaran ekologis.
Melalui pertunjukan ini, ISI Padangpanjang tak hanya melahirkan karya seni berkualitas, tetapi juga menjadi corong penting dalam merawat budaya dan bumi secara bersamaan. (*)