Ketika Satu Rakaat Mengubah Malam Menjadi Cahaya
Pasbana - Di tengah hiruk-pikuk dunia yang tak pernah benar-benar tidur, ada sekelompok jiwa yang justru memilih terjaga — bukan demi pekerjaan atau hiburan, tapi demi cinta.
Mereka terbangun bukan karena alarm, melainkan karena panggilan sunyi yang tak terdengar oleh dunia: witir.
Shalat witir mungkin terdengar sederhana — satu, tiga, lima, hingga sebelas rakaat. Tapi jangan salah, ibadah ini menyimpan kemuliaan besar yang kadang luput dari sorotan.
"Ahli witir adalah manusia terbaik di mata Allah." — Sufyan ats-Tsauri.
Ungkapan ulama besar ini seperti mengetuk hati siapa pun yang mendambakan kedekatan dengan Tuhan, terutama di zaman ketika gadget lebih sering digenggam daripada mushaf.
Apa Itu Witir?
Rasulullah ﷺ sendiri mengajarkan:
“Witirlah, wahai Ahlul Qur’an!” (HR. Abu Daud)
“Witirlah, wahai Ahlul Qur’an!” (HR. Abu Daud)
Sebuah seruan yang seolah berkata: “Wahai kalian yang dekat dengan kalam Ilahi, sempurnakan malam kalian dengan witir.”
Jejak Teladan: Nabi, Sahabat, dan Para Ulama
Shalat witir bukan sekadar kebiasaan, melainkan warisan spiritual para kekasih Allah. Rasulullah ﷺ sendiri tak pernah meninggalkannya, bahkan saat dalam perjalanan.
"Witir itu hak. Barangsiapa tidak berwitir, ia bukan dari golongan kami." (HR. Abu Daud)
Ulama besar Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menulis dalam kitab Zād al-Ma’ād, bahwa Nabi menjaga witir layaknya menjaga shalat wajib. Ia adalah “kunci penutup malam sekaligus pembuka siang.”
Abu Bakar ash-Shiddiq lebih memilih witir tiga rakaat sekaligus dengan satu salam. Sementara Umar bin Khattab menambahkan doa qunut di rakaat terakhir — tradisi yang masih hidup di banyak masjid hingga kini.
Hasan al-Bashri — ulama dari kalangan tabiin — memberikan tip sederhana tapi bijak:
“Siapa yang takut tak bisa bangun malam, witirlah sebelum tidur. Tapi jika yakin bisa bangun, akhirkanlah witir sebelum fajar.”
Fleksibel, Sesuai Kondisi Kita
1 rakaat: Penutup cepat bagi yang kelelahan.
3 rakaat: Bisa dengan dua rakaat salam + satu, atau tiga sekaligus.
5, 7, hingga 11 rakaat: Untuk yang ingin lebih lama bercengkerama dengan Tuhan.
Witir bukan soal banyaknya rakaat, tapi tentang keistiqamahan dan ketulusan. Bahkan satu rakaat di akhir malam bisa menjadi pembeda antara kita dan orang yang tidur lelap tanpa sempat bermunajat.
Doa yang Menggetarkan: Qunut Witir
Di rakaat terakhir, kita dianjurkan membaca doa yang sarat makna:
“Allahumma ihdinii fiiman hadait...”
“Ya Allah, berilah aku petunjuk sebagaimana Engkau memberi petunjuk...” (HR. Abu Daud)
Ini bukan sekadar bacaan. Ini adalah curahan hati di ujung malam, saat dunia masih terpejam. Inilah dialog spiritual yang penuh keintiman — antara hamba dan Rabbnya.
Witir di Zaman Serba Sibuk
“Siapa yang takut tidak bangun di akhir malam, witirlah di awalnya. Siapa yang yakin bisa bangun, witirlah di akhirnya.” (HR. Ahmad)
Artinya, tak ada alasan untuk melewatkan witir. Bahkan jika kamu merasa tak kuat bangun, kamu tetap bisa melakukannya sebelum tidur. Satu rakaat pun cukup.
Cahaya Witir di Dunia dan Akhirat
Tak heran jika Rasulullah ﷺ menjanjikan ganjaran luar biasa bagi yang menjaga witir. Dalam hadis riwayat Muslim, disebutkan bahwa shalat malam — termasuk witir — adalah sebab terangkatnya derajat di sisi Allah.
Satu Rakaat, Seribu Cinta
Menjaga witir bukan tentang seberapa panjang shalatmu. Tapi seberapa dalam kau merindukan-Nya. Di antara malam-malam dunia yang hening, witir adalah mahkota yang hanya dipakai oleh para pecinta — mereka yang diam-diam ingin dekat dengan Sang Pencipta.
Lalu pertanyaannya:
Apakah malam ini kamu akan mengenakan mahkota itu?
Apakah malam ini kamu akan mengenakan mahkota itu?
(*)