Notification

×

Iklan

Iklan

Desain Portofolio: Seni Investasi yang Sering Terlupakan

14 Agustus 2025 | 08:11 WIB Last Updated 2025-08-14T01:11:40Z


Pasbana - Banyak investor piawai memilih saham, tapi justru mengabaikan satu hal penting: desain portofolio.

Padahal, strategi ini ibarat pondasi rumah—tanpa desain yang tepat, bangunan investasi kita akan rapuh saat badai pasar datang.

Menentukan saham apa yang akan dibeli memang penting, tetapi mengatur bagaimana saham-saham itu bekerja bersama dalam sebuah portofolio jauh lebih penting untuk memastikan tujuan keuangan tercapai.

Data OJK mencatat, hingga Juli 2025 jumlah investor pasar modal di Indonesia telah menembus 13,2 juta orang, naik 9,7% dibanding tahun sebelumnya.

Namun, riset dari IDX menunjukkan banyak investor pemula masih "asal beli" saham tanpa rencana portofolio yang jelas. Akibatnya, keuntungan tidak optimal dan risiko tak terkendali.

Mengapa Desain Portofolio Penting?


Portofolio yang baik berfungsi seperti tim sepak bola: ada penyerang (growth stocks) untuk mencetak gol besar, ada gelandang (dividend stocks) yang menjaga kestabilan, dan ada bek (instrumen defensif) untuk melindungi dari kebobolan besar saat pasar jatuh.

Tanpa peran yang jelas, hasilnya adalah tim yang berantakan dan mudah kalah.

Empat Pilar Desain Portofolio yang Tangguh


1. Selaraskan Saham dengan Tujuan

Tujuan investasi adalah kompas Anda.

Seorang teman saya pernah bilang, targetnya sederhana: membeli mobil dari hasil investasinya. 

Awalnya saya merasa aneh—dengan asetnya, itu mudah saja. Tapi saya sadar, target itu menjadi "bahan bakar" yang membuatnya konsisten dan fokus.

💡 Tips Praktis:
Punya target jelas, baik jangka pendek (liburan, beli rumah) maupun jangka panjang (pensiun, pendidikan anak).

Pilih saham dan instrumen yang cocok dengan horizon waktu dan profil risiko Anda.


2. Fokus pada Pertumbuhan? Kelola Risikonya

Banyak investor memilih growth stocks (saham bertumbuh tinggi) untuk mempercepat kenaikan nilai portofolio.

Strategi ini menggiurkan, tapi juga berisiko tinggi—terutama jika Anda tidak punya penghasilan rutin.

💡 Tips Praktis:
Jika masih produktif bekerja, growth portfolio bisa menjadi mesin percepatan.

Jika menjelang pensiun, kombinasikan dengan saham defensif atau obligasi untuk menjaga kestabilan.

Siapkan dana darurat minimal 6–12 bulan pengeluaran agar tidak terpaksa menjual saham di harga rendah.


3. Diversifikasi dengan Fungsi, Bukan Koleksi

Banyak orang menganggap diversifikasi adalah mengoleksi banyak saham. Padahal, setiap saham harus punya fungsi dalam portofolio: apakah untuk pertumbuhan, pendapatan dividen, atau pelindung saat krisis.

💡 Tips Praktis:
Pilih saham dengan potensi return tinggi dan keyakinan kuat dulu.

Batasi jumlah saham di portofolio. Terlalu banyak membuat fokus analisis terpecah.
Sertakan instrumen non-saham seperti reksa dana pasar uang atau emas untuk perlindungan nilai.


4. Review Rutin, Jangan Cuma Beli dan Lupa

Pasar berubah, begitu juga kinerja perusahaan. Saham yang dulu cemerlang bisa menjadi mahal (overvalued) atau bahkan kinerjanya menurun.

💡 Tips Praktis:
Review portofolio minimal setiap 3–6 bulan.

Catat to-do list: saham mana yang harus dikurangi, ditambah, atau diganti.

Gunakan data fundamental (laba bersih, pertumbuhan revenue) dan teknikal sederhana (tren harga) sebagai acuan.

Portofolio Tangguh = Investor Tenang


Desain portofolio yang baik ibarat kapal dengan konstruksi kuat: bisa melaju kencang saat ombak tenang, tapi tetap stabil saat badai datang.

Jangan hanya jadi "pemburu saham", tapi jadilah "arsitek portofolio" yang tahu bagaimana tiap aset berperan.

Investasi itu bukan soal mencari saham terbaik, tapi bagaimana membuat semua bagian portofolio bekerja sama,” – Warren Buffett.

Dengan portofolio yang terdesain baik, Anda bisa menjadi consistent compounder—investor yang mampu menumbuhkan kekayaan secara konsisten, tanpa kehilangan arah.
(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update