Pasbana - Pernahkah kamu berjanji untuk melakukan sesuatu sebagai bentuk nazar? Mungkin saat itu kamu tengah diliputi harapan besar, atau bahkan ketakutan yang mendorongmu untuk berkata, "Jika A terjadi, saya akan melakukan B sebagai nazar."
Tapi, apakah kamu tahu, bahwa nazar bukanlah kunci pembuka pintu takdir?
Bahkan, menurut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, nazar hanya sebuah cara untuk mengeluarkan sesuatu dari tangan yang enggan berbagi, bukan alat yang bisa merubah takdir.
Nazar, Sebuah Alat Untuk Kedermawanan yang Dipaksakan
Ini adalah sebuah peringatan yang sangat kuat tentang nazar: ia bukan alat untuk memanipulasi takdir, melainkan sekadar memaksa kita untuk memberikan sesuatu yang mungkin sebelumnya sulit kita berikan.
Namun, pernahkah kita berpikir tentang dampak dari janji nazar tersebut? Apa yang seharusnyanya dilakukan dengan ikhlas, malah bisa menjadi beban berat yang memengaruhi konsistensi ibadah kita.
Pelajaran dari Umar bin Al-Khattab: Jangan Membebani Diri dengan Nazar
Suatu kali, beliau bernazar untuk beri’tikaf semalam penuh di Masjid Nabawi. Namun, Rasulullah menegur beliau, mengingatkan bahwa nazar hanya memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang pada akhirnya bisa memberatkan dirinya sendiri.
Walaupun akhirnya beliau memenuhi nazarnya, Umar sering mengingatkan umat agar tidak terbiasa dengan nazar yang dapat menjerat diri mereka sendiri.
"Ibadah seharusnya lahir dari kelapangan hati, bukan dari paksaan," kata beliau.
Sa’id bin Al-Musayyib: Antara Ketaatan dan Konsistensi
Beliau lebih memilih untuk menjalankan ibadah dengan tulus tanpa harus merasa terikat oleh sumpah.
Mengutip ayat dalam Surah An-Nahl (94), Sa’id mengingatkan kita untuk tidak mempersulit diri dengan sumpah-sumpah yang pada akhirnya malah bisa melemahkan konsistensi dalam beramal.
Nazar: Ibadah yang Dibebankan kepada Diri Sendiri
“Nazar adalah tindakan memaksakan diri untuk beribadah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah,” jelasnya.
Ini menunjukkan bahwa kita sebenarnya menciptakan kewajiban tambahan di luar yang telah ditentukan oleh Allah, yang pada akhirnya bisa merusak kemurnian niat dalam beribadah.
Tidak Perlu Menunggu Nazar untuk Berbuat Baik
Atau, "Jika anak saya lulus ujian, saya akan berpuasa sunnah selama tiga hari."
Namun, ibadah terbaik adalah yang dilakukan dengan hati yang ikhlas, tanpa menunggu kondisi tertentu. Tidak perlu menunggu nazar untuk berbuat baik, karena Allah menginginkan amal yang lahir dari kesadaran dan ketulusan hati.
Tip untuk Tidak Terjebak dalam Nazar
Keikhlasan tanpa paksaan adalah jalan terbaik. Sesuai dengan hadits Rasulullah, “Barang siapa bernazar untuk menaati Allah, maka hendaklah ia taati (nazar itu). Dan barang siapa bernazar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia lakukan maksiat itu.” (HR. Al-Bukhari)
Menjaga Hati dan Lisan
Keikhlasan dalam beramal adalah kunci untuk memperoleh keridhaan Allah. Jangan biarkan nazar menjadi beban. Biarkan amal salehmu tumbuh subur dari tanah hati yang bersih dan ikhlas.
(*)