Notification

×

Iklan

Iklan

Nazar: Antara Janji dan Beban Ibadah Yang Harus Ditunaikan

10 Agustus 2025 | 08:57 WIB Last Updated 2025-08-10T02:10:59Z


Pasbana - Pernahkah kamu berjanji untuk melakukan sesuatu sebagai bentuk nazar? Mungkin saat itu kamu tengah diliputi harapan besar, atau bahkan ketakutan yang mendorongmu untuk berkata, "Jika A terjadi, saya akan melakukan B sebagai nazar." 

Tapi, apakah kamu tahu, bahwa nazar bukanlah kunci pembuka pintu takdir? 

Bahkan, menurut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, nazar hanya sebuah cara untuk mengeluarkan sesuatu dari tangan yang enggan berbagi, bukan alat yang bisa merubah takdir.

Nazar, Sebuah Alat Untuk Kedermawanan yang Dipaksakan


Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah menjelaskan, “Sesungguhnya nazar itu tidak bisa mendatangkan sesuatu (yang diinginkan) dan tidak bisa menolak sesuatu (yang ditakuti). Nazar hanyalah (cara) untuk mengeluarkan (harta/sedekah) dari orang yang bakhil.” 

Ini adalah sebuah peringatan yang sangat kuat tentang nazar: ia bukan alat untuk memanipulasi takdir, melainkan sekadar memaksa kita untuk memberikan sesuatu yang mungkin sebelumnya sulit kita berikan.

Namun, pernahkah kita berpikir tentang dampak dari janji nazar tersebut? Apa yang seharusnyanya dilakukan dengan ikhlas, malah bisa menjadi beban berat yang memengaruhi konsistensi ibadah kita.

Pelajaran dari Umar bin Al-Khattab: Jangan Membebani Diri dengan Nazar


Kisah Umar bin Al-Khattab, Khalifah yang dikenal tegas dan bijaksana, bisa menjadi pelajaran penting tentang nazar. 

Suatu kali, beliau bernazar untuk beri’tikaf semalam penuh di Masjid Nabawi. Namun, Rasulullah menegur beliau, mengingatkan bahwa nazar hanya memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang pada akhirnya bisa memberatkan dirinya sendiri. 

Walaupun akhirnya beliau memenuhi nazarnya, Umar sering mengingatkan umat agar tidak terbiasa dengan nazar yang dapat menjerat diri mereka sendiri. 

"Ibadah seharusnya lahir dari kelapangan hati, bukan dari paksaan," kata beliau.

Sa’id bin Al-Musayyib: Antara Ketaatan dan Konsistensi


Begitu juga dengan Sa’id bin Al-Musayyib, seorang ulama besar yang sangat berhati-hati dalam masalah nazar. 

Beliau lebih memilih untuk menjalankan ibadah dengan tulus tanpa harus merasa terikat oleh sumpah. 

Mengutip ayat dalam Surah An-Nahl (94), Sa’id mengingatkan kita untuk tidak mempersulit diri dengan sumpah-sumpah yang pada akhirnya malah bisa melemahkan konsistensi dalam beramal.

Nazar: Ibadah yang Dibebankan kepada Diri Sendiri


Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam bukunya Ighāthatul Lahfān menyebutkan bahwa nazar adalah pembebanan yang tidak diwajibkan oleh Allah. 

“Nazar adalah tindakan memaksakan diri untuk beribadah dengan sesuatu yang tidak disyariatkan oleh Allah,” jelasnya. 

Ini menunjukkan bahwa kita sebenarnya menciptakan kewajiban tambahan di luar yang telah ditentukan oleh Allah, yang pada akhirnya bisa merusak kemurnian niat dalam beribadah.

Tidak Perlu Menunggu Nazar untuk Berbuat Baik


Mungkin kita sering terjebak dalam pemikiran, "Jika saya berhasil dalam pekerjaan ini, saya akan bersedekah." 

Atau, "Jika anak saya lulus ujian, saya akan berpuasa sunnah selama tiga hari." 

Namun, ibadah terbaik adalah yang dilakukan dengan hati yang ikhlas, tanpa menunggu kondisi tertentu. Tidak perlu menunggu nazar untuk berbuat baik, karena Allah menginginkan amal yang lahir dari kesadaran dan ketulusan hati.

Tip untuk Tidak Terjebak dalam Nazar


Jangan biarkan lisan kita mudah mengucap janji yang kemudian mengikat diri kita. Sebagai gantinya, lakukanlah amal ibadah dengan sepenuh hati. Jika kamu ingin bersedekah, bersedekahlah sekarang! Jika ingin berpuasa sunnah, lakukan segera!

Keikhlasan tanpa paksaan adalah jalan terbaik. Sesuai dengan hadits Rasulullah, “Barang siapa bernazar untuk menaati Allah, maka hendaklah ia taati (nazar itu). Dan barang siapa bernazar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia lakukan maksiat itu.” (HR. Al-Bukhari)

Menjaga Hati dan Lisan


Dengan menjaga hati agar tetap ikhlas dan lisan agar tidak mudah mengucap janji-janji yang mengikat, kita bisa menjalani ibadah dengan lebih ringan dan penuh kesadaran. 

Keikhlasan dalam beramal adalah kunci untuk memperoleh keridhaan Allah. Jangan biarkan nazar menjadi beban. Biarkan amal salehmu tumbuh subur dari tanah hati yang bersih dan ikhlas.
(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update