Oleh: Dirzan Zoryadi
Mahasiswa S2 PAI UM Sumatera Barat
Pasbana - Kemampuan mengelolah informasi menjadi sebuh keharusan ditengah maraknya informasi hoax, konten negatif serta konten menormaliasi penyimpangan.
Butuh ketelitian dan kecerdasan dalam memfilter informasi yang menjadi kebutuhan penting oleh kaum muda.
Kebiasaan bermedia sosial sudah menjadi gaya hidup anak muda saat ini. Tanpa Hp akan terasa hampa bagi mereka. Setiap hari bahkan, diselah kesibukan mereka ada HP yang menemani. Ini suatu yang normal karena itu adalah dunia mereka.
Namun yang menjadi masalah ketika mereka menggunakan HP tidak sesuai dengan porsi yang seharusnya dan lebih para lagi ketika mereka menggunakan HP sehingga mereka menjadi korban dari HP itu sendiri.
Problem media sosial hari ini bukan hanya persoalan kecanduan HP saja, akan tetapi persoalan isi konten yang tidak mendidik dan banyak memuat informasi yang tidak mendidik.
Salah satu contoh kasus viral seorang murid membentak gurunya yang terjadi di salah satu SD di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat pada tahun 2023 dan kasus viral berkata kasar /bacaruik gadang yang diduga pelakunya adalah seorang anggota DPRD di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tahun 2024.
Kasus ini bukan hanya tidak baik untuk dipertontonkan dan dicontoh, karena jika banyak yang melakukan yang hal sama bak virus yang menular maka akan terjadi sikap menormaliasi penyimpangan, semua dianggap hebat, biasa saja, berkata kasar bagai tren, padahal melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pentingnya Literasi dan Tabayyun
Oleh karena itu sebagai seorang pemuda harus memiliki perbandingan informasi dengan memperbanyak sumber literasi sebagai pertahanan dalam menyaring informasi mentah di media sosial serta mengkroscek ke dalam nilai norma dan agama.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Acintya Ratna Priwati & Avin Fadilla Helmi(2021) bahwa mereka yang literasi digitalnya tinggi cenderung melakukan cross-check dan tidak langsung percaya.
Ini artinya sebuah keharusan bagi pemuda melakukan kroscek informasi yang didapat sebagai bentuk Tindakan cerdas.
Dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurāt [49]: 6 , kita diperintahkan untuk tabayyun (klarifikasi, kroscek, verifikasi informasi) sebelum diterima atau disebarkan.
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya (fatabayyanū), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Al-Qur’an Surat Al-Hujurāt [49]: 6 mengajarkan kepada kita agar cerdas dalam menerima informasi, agar menghindarkan kita kepada penyesalan atau bahkan yang membayakan bagi kita.
Pengajaran seperti ini harus ditanamkan kepada kaum muda.
Kita pernah mendengar kisah Abdullah bin Umar (masih remaja saat itu). Ia sering mendengar hadis dari Nabi Muhammad SAW. Namun, kalau ada perbedaan dalam penyampaian hadis, ia tidak langsung percaya pada satu pihak saja.
Ia akan bertabayyun dengan mendatangi sahabat lain yang lebih senior (seperti Abu Hurairah atau Aisyah r.a) untuk memastikan kebenarannya. Hal seperti ini mengajarkan kepada kita perlu klarifikasi dalam hal apapun itu demi kebaikan diri sendiri atau pun untuk banyak orang.
Pemuda Cerdas, Pilar Peradaban Digital
Di era modern saat ini, anak-anak muda menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dibanding generasi sebelumnya. Informasi mengalir begitu cepat, menembus batas ruang dan waktu hanya dalam hitungan detik.
Setiap peristiwa bisa dengan mudah menjadi viral, namun viralitas bukanlah jaminan kebenaran. Justru di sinilah letak tanggung jawab generasi muda: mampu memilah mana informasi yang layak dipercaya dan mana yang harus ditolak.
Pemuda cerdas tidak sekadar ikut arus, melainkan berani menahan diri untuk tabayyun, menelaah, dan memverifikasi sebelum menyebarkan.
Prinsip ini bukan sekadar etika digital, tetapi juga nilai luhur yang bersumber dari norma sosial dan ajaran agama. Sebab, setiap kata, tindakan, dan informasi yang tersebar akan membawa konsekuensi, baik bagi diri sendiri maupun masyarakat.
Penutup
Maka, anak muda yang mampu menyaring informasi dengan akal sehat dan hati yang jernih, sejatinya sedang menjaga dua hal sekaligus: kehormatan dirinya dan kebaikan sosialnya.
Mereka tidak hanya terhindar dari dampak buruk penyebaran hoaks, tetapi juga turut mengalirkan energi kebaikan di tengah masyarakat.
Dengan begitu, mereka berperan nyata dalam membangun peradaban digital yang sehat, bermartabat, dan berlandaskan nilai kebenaran.(*)
Biodata Penulis
Dirzan Zoryadi, lahir di Padang Beriang, Bengkulu Selatan, pada 25 Juli 1994. Saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Pendidikan Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Aktif sebagai kader dan penggerak organisasi kepemudaan Islam, antara lain di BKPRMI Padang Panjang dan PDPM Pabasko.





