Pasbana - Jika kita berbicara tentang sosok sahabat Nabi yang kisah hidupnya bak drama penuh liku namun sarat hikmah, nama Zaid bin Haritsah wajib masuk daftar.
Ia bukan hanya seorang pejuang tangguh, tetapi juga sahabat yang kesetiaannya membuat Rasulullah ﷺ begitu mencintainya.
Bahkan ia satu-satunya sahabat yang disebutkan namanya secara langsung dalam Al-Qur’an (QS. Al-Ahzab: 37) – sebuah kehormatan yang tak diberikan kepada sahabat lain.
Dari Budak Menjadi Anak Angkat Rasulullah
Zaid kecil mengalami masa kanak-kanak yang penuh ujian. Ia pernah diculik penyamun dan dijual sebagai budak di Mekkah.
Takdir kemudian mempertemukannya dengan Khadijah radhiallahu ‘anha, yang menghadiahkan Zaid kepada Muhammad ﷺ (saat itu belum menjadi Nabi).
Kisah hidup Zaid berubah ketika ayah dan pamannya datang menebusnya. Rasulullah ﷺ memberi Zaid pilihan: kembali kepada keluarganya atau tetap bersamanya.
Jawaban Zaid mengejutkan semua orang. Dengan tegas ia memilih tetap bersama Muhammad ﷺ.
“Aku melihat sesuatu pada orang ini (Muhammad) yang membuatku ingin selalu bersamanya,” kata Zaid.
“Aku melihat sesuatu pada orang ini (Muhammad) yang membuatku ingin selalu bersamanya,” kata Zaid.
Pilihan itu membuat Rasulullah ﷺ begitu tersentuh. Di hadapan kaum Quraisy, beliau memproklamirkan Zaid sebagai anak angkatnya, dan sejak saat itu Zaid dipanggil Zaid bin Muhammad – hingga turun ayat yang menegaskan bahwa nasab anak angkat harus tetap disandarkan pada ayah kandungnya (QS. Al-Ahzab: 5).
Sahabat Istimewa yang Penuh Cinta
Kecintaan Rasulullah ﷺ kepada Zaid begitu besar. Aisyah radhiallahu ‘anha meriwayatkan bahwa suatu hari, ketika Zaid kembali dari perjalanan jauh, Rasulullah langsung berlari menyambutnya dan memeluknya erat – ekspresi rindu yang jarang diperlihatkan Nabi di depan umum.
Bahkan, Nabi pernah bersabda,
“Orang yang paling aku cintai dari kalangan laki-laki adalah Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Zaid bin Haritsah.” (HR. Ahmad)
Karena kedekatan itu, Zaid dikenal dengan gelar Hibbu Rasulillah – “kekasih Rasulullah”. Julukan ini bahkan diwariskan kepada putranya, Usamah bin Zaid, yang kemudian dipanggil Hibbu Rasulillah ibnu Hibbi Rasulillah – “kekasih Rasulullah, anak dari kekasih Rasulullah”.
Panglima yang Berani di Medan Jihad
Bukan hanya sahabat dekat, Zaid juga menjadi panglima pasukan Muslim dalam beberapa pertempuran besar. Ia gugur sebagai syahid dalam Perang Mu’tah, pertempuran yang diikuti 3.000 pasukan Muslim melawan lebih dari 200.000 tentara Romawi. Gugurnya Zaid membuat Rasulullah ﷺ sangat berduka, namun beliau memuji keberanian sahabatnya ini.
Sejarawan Ibnu Katsir mencatat, peran Zaid begitu penting sehingga Rasulullah beberapa kali menunjuknya sebagai pemimpin pasukan dan bahkan sebagai wakil beliau memimpin Madinah saat beliau keluar kota.
Hikmah yang Bisa Kita Ambil
Kisah Zaid bukan sekadar cerita masa lalu, tetapi cermin pelajaran berharga bagi kita hari ini.
Kesetiaan yang Tulus
Zaid mengajarkan bahwa cinta kepada Rasulullah ﷺ harus melebihi cinta kepada siapa pun. Ia rela meninggalkan keluarganya demi tetap bersama Rasulullah.
Ketaatan pada Syariat
Turunnya QS. Al-Ahzab: 5 menjadi dasar hukum Islam tentang nasab anak angkat. Ini mengajarkan kita pentingnya menjaga garis keturunan agar hukum waris dan mahram tetap jelas.
Takdir yang Indah Meski Berliku
Hidup Zaid yang awalnya penuh cobaan justru membawanya ke puncak kemuliaan. Allah selalu punya rencana terbaik.
Kepemimpinan dan Keberanian
Zaid adalah contoh pemimpin muda yang berani. Usianya sekitar 50 tahun saat gugur syahid, namun jejak keberaniannya terus dikenang.
Teladan untuk Generasi Hari Ini
Dalam dunia modern, kisah Zaid bin Haritsah bisa menjadi inspirasi tentang arti loyalitas, keberanian, dan keteguhan hati. Di tengah era serba instan, Zaid mengingatkan kita bahwa kesetiaan dan pengorbanan adalah kunci kemuliaan.Sebagaimana doa Rasulullah ﷺ,
“Ya Allah, anugerahkanlah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Al-Baqarah: 201)
(*)