Notification

×

Iklan

Iklan

Benteng Marapalam: Fajar Berdarah di Tanah Luhak

26 Oktober 2025 | 18:35 WIB Last Updated 2025-10-26T11:35:39Z


pasbana - Pagi itu, 6 Agustus 1831, fajar di lembah Marapalam tak lahir dengan damai. Kabut tipis masih menyelimuti perbukitan Tanah Datar ketika dentuman meriam tiba-tiba mengguncang bumi Minangkabau. 

Suara kokok ayam dan azan Subuh mendadak tenggelam oleh teriakan perang. Dalam sekejap, suasana tenteram berubah jadi neraka.

Benteng Marapalam—yang selama bertahun-tahun menjadi simbol keteguhan kaum Padri di Lintau—akhirnya tumbang di tangan Belanda. 

Tak ada banyak perlawanan. Parit-parit telah kosong, senjata disandarkan. Rakyat tak menyangka musuh datang setelah enam tahun masa damai.

Padahal sebelumnya, sejak perjanjian 1824 antara kaum Padri dan Kompeni di Padang, kedua pihak sepakat menghentikan perang. Belanda berjanji tak akan mengusik urusan agama dan mengakui wilayah Padri.

Kesepakatan itu memberi napas bagi rakyat Lintau: bajak menggantikan bedil, ladang menggantikan parit.

Namun janji itu ternyata hanya kata tanpa jiwa. Di balik diamnya masa damai, dendam kolonial masih menyala. Sejarah mencatat, pasukan Belanda berkali-kali mencoba menaklukkan Lintau—pada 1821 dan 1822—namun selalu gagal. 

Baru pada pagi kelam 6 Agustus 1831, lewat serangan mendadak, mereka berhasil menembus benteng suci Marapalam. Setahun kemudian, seluruh Lintau dibakar habis (lihat Arsip Kolonial Hindia Belanda, 1832; Ricklefs, 2008).

Bagi orang Minangkabau, tanggal itu bukan sekadar catatan perang. Ia adalah luka kolektif—hari ketika kepercayaan dikhianati dan perdamaian dihancurkan oleh keserakahan.

Namun dari reruntuhan Marapalam, lahir pula kesadaran baru: bahwa kemerdekaan tak bisa dijaga hanya dengan iman dan harapan. Ia menuntut kewaspadaan, persatuan, dan keberanian untuk terus berdiri.

Fajar 6 Agustus 1831 memang berdarah. Tapi dari darah itulah, semangat untuk mempertahankan marwah dan martabat bangsa Minangkabau terus menyala—hingga kini.
(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update