Notification

×

Iklan

Iklan

Ketika Cinta Disahkan di Kantor Kejaksaan Dharmasraya

22 Oktober 2025 | 11:58 WIB Last Updated 2025-10-22T05:05:22Z


Dharmasraya, pasbana  – Siapa sangka, ruang yang biasanya identik dengan toga hitam, berkas kasus, dan wajah tegang para jaksa, tiba-tiba berubah jadi tempat penuh tawa, bunga, dan cinta?

Selasa (21/10/2025) siang itu, Kantor Kejaksaan Negeri Dharmasraya menjadi saksi enam pasang pengantin mengikat janji suci dalam suasana yang tak biasa — akad nikah di tengah lembaga hukum.
Bukan karena kasus, tapi karena cinta.

“Biasanya orang datang ke kejaksaan karena perkara hukum, tapi hari ini mereka datang membawa cinta,” tutur Kepala Kejaksaan Negeri Dharmasraya, Ariana Juliastuty, sambil tersenyum di sela prosesi akad.

Suasana pagi itu terasa berbeda. Ruang depan kejaksaan yang biasa penuh dengan dokumen perkara kini dipenuhi dengan hiasan bunga, kursi berbalut kain putih, dan aroma kopi dari meja konsumsi. 

Para jaksa dan pegawai yang sehari-hari sibuk menangani berkas hukum, hari itu berubah peran — menjadi saksi bahagia bagi enam pasangan pengantin baru.

Kegiatan unik ini merupakan bagian dari Bhakti Sosial “Dharmasraya Bersatu Bhakti Negeri”, hasil kolaborasi antara Kejari Dharmasraya dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten Dharmasraya.

Tujuannya sederhana tapi bermakna: membantu masyarakat yang terkendala biaya pencatatan pernikahan agar bisa menikah secara resmi — di mata agama dan negara.

“Program seperti ini sangat membantu. Banyak pasangan di daerah yang tertunda menikah karena urusan biaya administrasi. Dengan kerja sama ini, semua jadi lebih mudah dan sah secara hukum,” ujar H. Masdan, Kepala Kantor Kemenag Dharmasraya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), masih ada ribuan pasangan di Indonesia, terutama di daerah pedesaan, yang belum memiliki akta nikah resmi. Padahal, dokumen ini penting untuk berbagai urusan hukum dan sosial — dari administrasi kependudukan hingga hak waris dan pendidikan anak.

Program pernikahan massal seperti ini pun sejalan dengan misi Kementerian Agama RI yang sejak 2018 gencar mendorong Isbat Nikah Terpadu dan Nikah Gratis bagi masyarakat tidak mampu.

Begitu akad selesai, tangis haru dan tawa bahagia tumpah jadi satu.

Beberapa pengantin tampak saling menggenggam tangan erat, seolah tak percaya akhirnya bisa resmi menjadi suami istri.

“Enggak nyangka bisa nikah di kejaksaan. Rasanya seperti mimpi,” kata seorang pengantin pria sambil tersenyum malu, disambut tawa istrinya yang mengenakan kebaya sederhana berwarna krem.

Tak hanya buku nikah, panitia juga memberikan uang transportasi kepada setiap pasangan — sebuah bentuk kepedulian agar mereka bisa menjemput keluarga atau sekadar merayakan kebahagiaan di rumah.

Bhakti Sosial ini tak hanya soal pernikahan massal.

Kegiatan ini juga menggandeng berbagai lembaga seperti Baznas, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dharmasraya, dan organisasi masyarakat lain untuk melaksanakan khitan gratis, pembagian zakat, dan layanan kesehatan. Ada 75 anak yang dikhitan gratis pada kegiatan ini. 

Namun, dari semua rangkaian kegiatan, akad nikah di kejaksaan inilah yang paling mencuri perhatian publik.

“Biasanya kejaksaan identik dengan penegakan hukum, tapi hari ini kita ingin menunjukkan sisi humanisnya,” kata Ariana lagi.

Langit Pulau Punjung sore itu mendung, tapi suasana di dalam kantor kejaksaan justru hangat.

Di antara aroma bunga dan kopi, enam pasangan pengantin memulai babak baru dalam hidup mereka — bukan di ruang sidang, melainkan di ruang bahagia.

Karena di hari itu, cinta berhasil “memenangkan perkara”.
(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update