Notification

×

Iklan

Iklan

“Price to Momentum Value”: Filosofi Baru Bagi Para Pemburu Tren Saham

04 Oktober 2025 | 09:33 WIB Last Updated 2025-10-04T02:33:29Z


Pasbana - Apakah harga saham yang naik kencang selalu layak dikejar? Tidak selalu. 

Justru, para investor berpengalaman tahu bahwa harga terbaik sering muncul saat saham baru mulai bergerak, bukan ketika sudah melesat tinggi.

Di dunia pasar modal, ada filosofi baru yang belakangan diperkenalkan oleh kalangan trader teknikal: Price to Momentum Value”

Konsep ini sederhana, tapi menarik. Ia mencoba menjawab pertanyaan penting: berapa harga yang paling ideal untuk membeli saham ketika tren baru sedang terbentuk?

Jika dalam analisis fundamental kita mengenal rasio PBV (Price to Book Value) yang mengukur harga terhadap nilai buku, maka di dunia momentum trading, “price to momentum value” berfungsi mengukur harga terhadap “nilai momentum”.

Filosofi Price to Momentum Value


Konsep ini berangkat dari penggunaan Exponential Moving Average (EMA), salah satu indikator teknikal populer. 

Secara singkat:

EMA 20 dianggap sebagai “harga dasar momentum”, semacam pusat gravitasi dari tren baru.

EMA 50 berperan sebagai konfirmasi tren menengah.

Breakout (harga menembus EMA 20 setelah turun lama) adalah alarm awal bahwa arah pasar mulai berubah.

Ketika EMA 20 menyeberang (goldencross) EMA 50, itulah validasi bahwa tren baru benar-benar terbentuk.

Dengan kata lain, harga terbaik untuk masuk pasar bukan ketika harga sudah terbang, melainkan ketika ia baru menempel atau mendekati EMA 20. 

Di situlah “value momentum” berada.

Analogi sederhananya: Bayangkan EMA 20 itu seperti “harga grosir” tren baru. Kalau beli saat harga masih nempel di EMA 20, berarti Anda dapat harga di gudang. 

Tapi kalau sudah jauh terbang ke atas, ibaratnya beli di toko premium yang harganya jauh lebih mahal.

Struktur Logika Momentum


Para trader momentum biasanya membagi perjalanan saham dalam empat fase:
Akumulasi: Harga di bawah EMA 20 dan EMA 50, volume sepi, pasar terlihat “mati suri”.

Breakout Awal: Harga pertama kali menembus EMA 20, volume mulai meningkat. Ini zona waspada, tanda “uang besar” masuk.

Konfirmasi: EMA 20 menyeberang EMA 50. Tren baru semakin valid.

Momentum Rally: Harga melesat jauh, volume meledak, volatilitas tinggi.

Momentum hunter sejati fokus pada fase 2 dan 3

Mereka tahu bahwa fase 4 memang terlihat spektakuler, tapi sering kali sudah “terlambat” karena risiko jauh lebih besar.

Studi Kasus: Saham GGRM


Mari kita lihat contoh nyata: saham Gudang Garam Tbk. (GGRM).

Fase Bearish Panjang: Harga tertekan, EMA 20 dan EMA 50 bergerak turun.

Breakout EMA 20: Di kisaran Rp9.900, GGRM pertama kali menembus EMA 20. Volume mulai naik—indikasi awal smart money masuk.

Konfirmasi Goldencross: Di sekitar Rp11.000, EMA 20 menyeberang EMA 50. Ini tanda tren baru valid.

Rally Momentum: Saat artikel ini ditulis, harga sudah di Rp14.150, sementara EMA 20 berada di sekitar Rp13.300. Volume melonjak hingga 10 juta lot.

Apa artinya? Momentum sejati sudah dimulai sejak Rp9.900–11.000. Saat harga Rp14.150, posisi sudah jauh dari “value momentum”-nya. Potensi kenaikan masih ada, tapi risiko juga meningkat.

Tips Praktis untuk Momentum Hunter


Pantau EMA 20 – anggap ini harga wajar momentum.

Hindari FOMO – kalau harga sudah 10–15% di atas EMA 20, risiko retrace besar.

Tunggu Pullback – entry terbaik adalah saat harga kembali mendekati EMA 20.

Perhatikan Volume – momentum sejati selalu ditopang lonjakan volume.


Closing Insight


“Price to momentum value” bisa disebut sebagai PBV versi momentum. Filosofinya sederhana: jangan hanya mengejar harga tinggi yang sudah “premium”, tapi sabar menunggu di zona value—yakni di sekitar EMA 20.

Dari studi kasus GGRM, kita belajar bahwa tren besar sering dimulai diam-diam di EMA 20, baru terlihat spektakuler ketika harga sudah tinggi. Momentum expert tahu rahasianya: beli murah di value zone, jual mahal di momentum rally.(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update