Pasbana - Di dunia saham, bukan hanya angka yang bergerak cepat — emosi pun ikut berlari.
Salah satu yang paling sering menjebak investor ritel adalah FOMO (Fear of Missing Out) — rasa takut ketinggalan momen cuan besar yang sedang viral di pasar.
Fenomena ini kembali mencuat lewat kisah saham $DADA, yang sempat melambung ratusan persen dalam waktu singkat, sebelum akhirnya anjlok dan meninggalkan ribuan investor ritel dalam posisi nyangkut.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga: euforia pasar bisa menjadi pisau bermata dua.
Artikel ini bukan untuk menyalahkan siapa pun, melainkan sebagai pengingat bersama: bagaimana cara menghindari jebakan FOMO agar tidak terperangkap dalam permainan bandar.
Saham DADA Indonesia (kode: DADA) sempat menjadi bintang panas di papan bursa. Harga sahamnya naik fantastis dari kisaran Rp6–7 per lembar hingga sempat menyentuh Rp180.
Lonjakan itu terjadi setelah beredar kabar akan adanya akuisisi terhadap perusahaan tersebut.
Tak lama, media sosial saham ramai oleh “call out” dari influencer pasar modal. Ribuan investor ritel berlomba masuk. Namun, euforia itu tak berlangsung lama.
Begitu kabar akuisisi batal diumumkan lewat keterbukaan informasi resmi, harga DADA langsung ambruk hingga kembali ke level teoritis Rp50 — batas bawah perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Data perdagangan mencatat, lebih dari Rp150 miliar dana investor ritel kini tertahan di saham tersebut. Sebuah angka besar untuk sebuah euforia yang berakhir pilu.
Pelajaran Berharga: FOMO Bisa Lebih Mahal dari Kerugian
Fenomena seperti ini bukan pertama kalinya terjadi di pasar modal Indonesia. Dulu ada juga kisah saham GZCO, POSA, hingga NASA, yang pernah melonjak karena rumor, sebelum akhirnya kembali ke harga dasar.
Mengapa hal ini berulang?
Karena FOMO adalah musuh alami logika investasi. Ketika rasa takut ketinggalan lebih kuat dari analisis, keputusan rasional pun hilang.
“Investor yang bijak tahu kapan harus masuk — dan lebih penting lagi, tahu kapan harus menahan diri,” ujar analis teknikal pasar modal Andri Gunawan, dikutip dari riset komunitas Stockbit Insight (2025).
Lima Strategi Menghindari FOMO di Pasar Saham
Berikut lima langkah praktis agar Anda tidak ikut terseret arus euforia pasar:
1. Selalu Analisis, Jangan Hanya Ikut Suara Mayoritas
Analisis teknikal dan fundamental bukan sekadar teori.
Ini adalah tameng pertama Anda. Lihatlah laporan keuangan, valuasi, dan pergerakan harga jangka menengah sebelum membeli. Jika sebuah saham naik tanpa alasan fundamental yang jelas — waspadai adanya “gorengan”.
Ingat, harga yang naik cepat tanpa dasar kuat biasanya juga turun secepat itu.
2. Terapkan Manajemen Risiko yang Ketat
Pisahkan portofolio Anda dengan disiplin.
Batasi porsi saham berisiko tinggi maksimal 5% dari total modal, terutama untuk saham di bawah Rp50 atau yang volatilitasnya ekstrem.
Batasi porsi saham berisiko tinggi maksimal 5% dari total modal, terutama untuk saham di bawah Rp50 atau yang volatilitasnya ekstrem.
Tujuannya sederhana: kalau pun rugi, tidak membuat tidur Anda terganggu.
3. Tentukan Target Jelas: Baik untuk Untung maupun Rugi
Jangan bermimpi beli di harga paling rendah dan jual di harga paling tinggi.
Pasar tidak bisa diprediksi sesempurna itu.
Pasang target profit realistis (misal 10–15%) dan stop loss (batas kerugian, misal -5%) agar Anda tidak terseret dalam pusaran harga.
4. Jangan Kejar Kereta yang Sudah Jalan Jauh
Jika harga saham sudah naik lebih dari 50% tanpa jeda, anggaplah keretanya sudah berangkat.
Mengejar di tengah euforia hanya menambah risiko.
Lebih baik menunggu koreksi, atau mencari saham lain yang masih undervalued.
“Dalam investasi, ada pepatah: Kesempatan selalu datang lagi. Modal yang hilang mungkin tidak.”
5. Waspadai Keterbukaan Informasi dan Rumor
Ingat prinsip klasik pasar: “Buy the Rumor, Sell the News.”
Artinya, banyak pelaku besar sudah masuk lebih dulu ketika rumor beredar, dan justru menjual ketika berita resmi muncul.
Jika Anda baru masuk setelah berita akuisisi diumumkan — kemungkinan besar Anda membeli di puncak.
Kasus DADA menjadi pengingat bahwa pasar saham bukan ajang ikut-ikutan, tapi tempat bagi mereka yang mau berpikir jernih, sabar, dan disiplin.
FOMO tidak bisa dihindari sepenuhnya — tapi bisa dikendalikan dengan analisis, perencanaan, dan kontrol emosi.
Bagi Anda yang ingin terus belajar, mulailah dengan:
- Membaca laporan keuangan dan berita resmi BEI.
- Mengikuti kelas literasi investasi dari OJK atau IDX.
- Menyusun rencana trading atau investasi jangka panjang.
Akhir kata, jangan pernah biarkan rasa takut ketinggalan membuat Anda kehilangan kendali.Pasar saham bukan tempat untuk siapa yang paling cepat — tapi siapa yang paling sabar dan disiplin.
(*)




