Padang, pasbana – Bagi banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), mengelola keuangan sering kali dianggap sebagai urusan “belakangan”.
Padahal, catatan keuangan yang rapi bisa jadi tiket emas untuk menembus akses permodalan dari bank, mendapatkan asuransi, hingga menarik investor.
Sayangnya, masih banyak pelaku UMKM di Kota Padang yang belum punya bekal memadai dalam urusan literasi finansial. Data Dinas Koperasi dan UMKM mencatat, dari hampir 48 ribu UMKM yang terdaftar, sebagian besar masih menghadapi kesulitan dalam tata kelola keuangan—mulai dari pemisahan uang pribadi dengan kas usaha, hingga pencatatan arus kas sederhana.
“Literasi keuangan itu bukan sekadar tahu cara pinjam uang di bank, tapi juga soal bagaimana mengelola usaha agar berkelanjutan,” ujar Didi Aryadi, Asisten II Setdako Padang, saat membuka kegiatan edukasi literasi keuangan bagi UMKM di Balai Kota Aie Pacah, Selasa (30/9).
Menurut Didi, program peningkatan literasi keuangan ini sejalan dengan visi Kota Padang menuju smart city. Baginya, “UMKM pintar” berarti bukan hanya jago produksi, tetapi juga terampil mengatur arus keuangan.
Sejumlah lembaga dilibatkan untuk mendukung langkah ini: Bank Indonesia Sumbar, BRI Regional Padang, hingga Ikatan Akuntansi Indonesia. Mereka berbagi tips praktis soal pencatatan keuangan sederhana, akses layanan perbankan, hingga strategi menjaga cash flow usaha tetap sehat.
Indra Noveri, Kabag Perekonomian dan SDA Setdako Padang, menyebut kegiatan ini jadi langkah awal agar pelaku UMKM naik kelas. “Kalau keuangan mereka tertata, peluang mendapat modal usaha terbuka lebar. Dampaknya bukan cuma bagi usaha, tapi juga bagi perekonomian kota secara keseluruhan,” ujarnya.
Kisah ini tentu bukan hanya milik Padang. Riset Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2022 mencatat, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 49,68 persen. Sementara tingkat inklusi keuangan lebih tinggi, yakni 85,10 persen. Artinya, banyak yang sudah mengakses layanan keuangan tapi belum benar-benar paham cara mengelolanya.
Padahal, UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 61 persen, dan menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja. Namun, kendala klasik seperti minimnya pencatatan keuangan membuat sebagian besar UMKM sulit berkembang.
Contohnya, banyak pemilik usaha kuliner skala rumahan di Padang yang masih mencampur uang belanja dapur dengan kas usaha. “Kalau enggak ada catatan, kita enggak tahu sebenarnya untung atau rugi,” kata Rani, pelaku UMKM kuliner di daerah Kuranji.
Sederhana saja, langkah awal literasi finansial bisa dimulai dengan pencatatan manual. Bahkan aplikasi gratis seperti “Laporan Keuangan UMKM” atau fitur di marketplace bisa jadi solusi cepat.
BRI, misalnya, mendorong nasabah UMKM menggunakan aplikasi pencatatan digital untuk memudahkan akses ke kredit usaha rakyat (KUR).
“Dengan catatan keuangan yang jelas, bank lebih yakin untuk menyalurkan pembiayaan,” kata perwakilan BRI Regional Padang.
Edukasi literasi keuangan ini bukan hanya soal angka, tapi juga soal mentalitas usaha. Bahwa UMKM perlu disiplin mengatur uang, sama pentingnya dengan menjaga kualitas produk.
Jika program ini berjalan konsisten, bukan mustahil UMKM Padang bisa menjadi motor penggerak kota. Apalagi, target Pemko jelas: menjadikan UMKM sebagai tulang punggung menuju Padang kota maju dan sejahtera.(*)