Notification

×

Iklan

Iklan

Indonesia Performance Camp 2025: Menguatkan Tubuh, Menjembatani Tradisi dan Kontemporer

08 November 2025 | 07:14 WIB Last Updated 2025-11-08T00:14:23Z



Padang Panjang, pasbana – Indonesia Performance Syndicate (IPS) kembali menggelar agenda tahunan bergengsi, Indonesia Performance Camp (IPC) 2025, pada 9–10 November 2025 di Pabreik Padang, Kota Padang, Sumatera Barat.

Kegiatan ini menghadirkan seniman dan akademisi pertunjukan dari berbagai daerah serta tokoh internasional, dengan fokus pada penguatan teknik ketubuhan dan pengembangan metode kreatif yang berakar pada tradisi lokal.

Indonesia Performance Camp merupakan ruang belajar, berbagi, dan bereksperimen yang kami gagas sejak 2019,” ujar Wendy HS, S.Sn., M.A, Pimpinan Indonesia Performance Syndicate Padang Panjang, kepada wartawan, Jumat (8/11). 

“Tujuan utamanya adalah membangun pemahaman yang lebih dalam tentang tubuh sebagai medium utama dalam pertunjukan,” tambahnya.

Dari Butoh Jepang ke Tubuh Minangkabau


Kegiatan ini pertama kali lahir dari kolaborasi dengan Shinonome Butoh Tokyo, Jepang, di bawah arahan Yuko Kawamoto, dengan fokus pada pengembangan teknik Butoh dan Total Body Performance Method (TBPM)—formulasi yang dikembangkan Wendy HS dari elemen ketubuhan dalam Tapuak Galemboang tradisi Randai Minangkabau.

Setelah sempat terhenti akibat pandemi Covid-19, IPC 2025 hadir kembali sebagai respon atas tantangan dunia seni pertunjukan pascapandemi.

“Dalam perkembangan seni pertunjukan kontemporer, terutama pasca-Covid-19, kita melihat adanya kesenjangan besar dalam penguasaan teknis dan konseptual tubuh performer,” jelas Wendy HS. “Kita tidak bisa hanya bertumpu pada semangat ekspresi. Penguatan teknis dan pengolahan tubuh aktor menjadi hal yang sangat penting.”

Menghubungkan Generasi dan Tradisi


Wendy juga menyoroti minimnya transfer pengetahuan antargenerasi dan lemahnya ruang kolaborasi antara pelaku tradisional dan kontemporer. 

Padahal, Sumatera Barat memiliki potensi luar biasa melalui kekayaan seni tradisi seperti Randai, Saluang Dendang, Silek, dan Tari Piriang.




“Eksplorasi tubuh dalam pertunjukan sering berhenti pada bentuk presentatif, bukan performatif,” kata Wendy. “Padahal tubuh adalah pintu masuk utama untuk memahami hubungan antara warisan budaya dan seni kontemporer.”

Tiga Agenda Utama IPC 2025


Penyelenggaraan IPC 2025 akan menghadirkan tiga agenda utama, yakni:

1. Workshop Dramaturgi Postdramatic bersama Kai Tuchmann (Jerman), berlangsung pada 9–10 November 2025, pukul 09.00–15.00 WIB di Fabreik Padang, Jl. Prof. Dr. Hamka km 9 Tabing, Padang.

2. Pertunjukan Apresiasi setiap malam pukul 20.00 WIB, menampilkan:
“Soliloque Perburuan” karya/sutradara Wendy HS, produksi Indonesia Performance Syndicate (9 November).
“Pintu” karya/sutradara Yusril, produksi Komunitas Seni Hitam Putih Padangpanjang (10 November).

3. Forum Diskusi Seni Pertunjukan pada 11 November 2025, pukul 20.00 WIB di Pustaka Steva, Padang, menghadirkan pembicara Kai Tuchmann (Jerman), Ibed S. Yuga (Yogyakarta/Bali), Wendy HS (Padangpanjang), Tatang R. Macan (Padangpanjang), dan Mahatma Muhammad (Padang), dimoderatori Thendra BP (Padang).

Selain itu, kuliah umum “Di Balik Layar Pertunjukan Postdramatic” akan digelar Selasa (11/11/2025) pukul 10.00 WIB di ISI Padangpanjang, menghadirkan Kai Tuchmann sebagai pembicara utama.

Kehadiran Kai Tuchmann, Dramaturg Dunia


Kai Tuchmann merupakan sutradara, dramaturg, dan akademisi asal Jerman yang dikenal luas melalui karya-karyanya di berbagai festival internasional seperti Zürcher Theaterspektakel (Swiss), Festival d’Automne à Paris (Prancis), dan Asia Society New York (AS).

Ia dikenal karena menggabungkan pendekatan teater dokumenter dengan teknologi digital, mengeksplorasi isu sosial seperti kehidupan pasca-Revolusi Kebudayaan di Tiongkok dan urbanisasi.

“Dalam kuliahnya nanti, Kai akan membahas visi editorial dan strategi kreatif di balik pertunjukan teater pascadrama, serta perspektif lintas budaya antara Asia dan Eropa,” jelas Wendy HS.

Menurut Wendy, buku karya Tuchmann bersama akademisi Li Yinan dari Akademi Drama Pusat Beijing akan menjadi salah satu referensi penting dalam diskusi kali ini. 

Buku tersebut mengumpulkan kuliah dari praktisi teater pascadrama ternama dan memberikan wawasan mendalam tentang praktik dramaturgi global.

Harapan dan Arah ke Depan


Melalui IPC 2025, Wendy berharap lahir generasi baru seniman pertunjukan yang tidak hanya kuat dalam ekspresi artistik, tetapi juga memiliki dasar metodologis dan kesadaran budaya yang kontekstual.

“Kami ingin menjembatani tradisi dan kontemporer melalui tubuh sebagai medium utama,” tutupnya. “Dengan demikian, seni pertunjukan Indonesia tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang secara reflektif dan relevan dengan zamannya.”(*/soel) 


Tag: #IndonesiaPerformanceCamp #SeniPertunjukan #PadangPanjang #KaiTuchmann #Butoh #Dramaturgi #BudayaMinangkabau

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update