Padang Panjang, pasbana– Komunitas Seni Kuflet kembali menyelenggarakan diskusi rutin di sekretariatnya, Jumat (15/11), dengan menghadirkan Dr. Sahrul N, S.S., M.Si., Kritikus Seni sekaligus Wakil Direktur Pascasarjana ISI Padangpanjang, sebagai narasumber.
Diskusi yang mengangkat tema “Teknik Menulis Cerpen” tersebut berlangsung hangat, interaktif, dan penuh antusiasme dari para anggota komunitas. Acara dimoderatori oleh Mursidiq, S.Ds., M.Sn., dan dihadiri pula oleh alumni Kuflet, Ichsan Saputra, M.Sn.
Dalam pemaparannya, Dr. Sahrul menjelaskan bahwa cerpen merupakan salah satu bentuk prosa yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, baik dari lingkungan sosial, pergaulan, hingga dinamika rumah tangga. Namun, menurutnya, proses kreatif penulisan cerpen selalu berangkat dari sesuatu yang menyentuh perasaan atau memantik kegelisahan penulis.
“Gejala sosial harus kita rekam, kita amati, lalu kita imajinasikan. Dari realitas itulah kita membangun cerita,” jelas Sahrul.
Ia merujuk pada konsep mimesis Aristoteles, yakni bahwa karya sastra adalah tiruan realitas yang memiliki kemiripan, bukan sekadar salinan apa adanya. Karena itu, cerpen tidak cukup hanya menuliskan fakta. Penulis perlu mengolah realitas dengan imajinasi, namun tetap menjaga alur cerita agar logis.
Sahrul menegaskan bahwa kekuatan cerpen terletak pada karakter yang kuat dan konflik yang terbangun secara alami. Setiap tokoh, katanya, perlu diberi sifat, motivasi, serta permasalahan agar cerita memperoleh dinamika yang menarik.
Dalam teknik menulis, ia mendorong peserta untuk memperhatikan penyusunan alur, penggunaan bahasa imajinatif, gaya metaforis, serta kemampuan menghadirkan dialog yang hidup sehingga pembaca dapat merasakan pengalaman cerita secara lebih nyata.
Sesi tanya jawab yang berlangsung aktif memperkaya diskusi malam itu.
Jumaida, salah seorang peserta, menanyakan cara menemukan ide cerita. Menanggapi hal tersebut, Sahrul menjelaskan bahwa ide sering muncul secara spontan melalui proses pengamatan yang peka terhadap realitas.
“Kita harus membangun imajinasi ketika melihat sesuatu. Perspektif penulis dan sudut pandang cerita menentukan kekuatan kisah,” tegasnya.
Sementara itu, Varuk ingin mengetahui batasan logika dalam cerpen. Sahrul menekankan pentingnya cerita yang masuk akal, bahkan ketika imajinasi digunakan.
“Cerpen adalah karya sastra murni, bukan dongeng. Logika tetap penting agar karya memberi manfaat dan pesan bagi pembaca,” tuturnya.
Peserta lain, Petir, mempertanyakan apakah cerpen harus memiliki ending yang tuntas. Menurut Sahrul, cerpen tidak selalu harus menyajikan penyelesaian yang jelas.
“Ending menggantung justru dapat memancing pembaca untuk kembali memikirkan cerita,” ujarnya.
Diskusi turut dihadiri Budayawan Sumatera Barat, Mak Naih, yang menyampaikan pesan penting kepada para penulis pemula. Ia menekankan bahwa membaca cerpen secara rutin merupakan langkah utama untuk memperkaya wawasan, gaya bahasa, dan referensi karakter.
“Cerpen umumnya sekitar 2.000 kata, fokus pada satu kisah dan satu ide utama. Membaca akan memperkaya imajinasi dan memperkuat kemampuan menulis,” ungkap Mak Naih.
Kegiatan rutin ini kembali menjadi ruang belajar yang produktif bagi anggota Komunitas Seni Kuflet, sekaligus memperkuat semangat berkarya di bidang sastra di Padang Panjang. Diskusi ditutup dengan harapan agar kegiatan serupa terus digelar untuk melahirkan penulis-penulis muda yang kreatif dan berdaya saing.
(Windy)







