Notification

×

Iklan

Iklan

Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam Bidang Pendidikan

22 November 2025 | 12:52 WIB Last Updated 2025-11-22T08:09:46Z



Ikhwana Elfitri
Guru Besar Fakultas Teknik Unand

Pasbana - Kecerdasan Buatan atau Ar-tificial Intelligence (AI) kini semakin akrab dalam kehidupan kita. Hampir setiap hari masyarakat berinter-aksi dengan teknologi berbasis Al, baik saat menggunakan media sosial seperti WhatsApp, menulis dengan bantuan ChatGPT, maupun mem-buat video dan konten digital. Tan-pa kita sadari, Al sudah menjadi bagian dari hampir semua aktivitas manusia.

Dalam dunia pendidikan, kehadiran Al juga tidak bisa dihindari. Karena itu, tenaga pendidik, baik dosen maupun guru, perlu mema hami dengan baik apa itu Al dan bagaimana memanfaatkannya se-cara tepat. Dengan pemahaman yang benar, pendidik tidak hanya bisa mengintegrasikan Al dalam proses belajar-mengajar, tetapi juga membimbing peserta didik agar menggunakan teknologi ini dengan bijak dan bertanggung jawab.

Pada tahun 2024, Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menerbitkan panduan penggunaan Generative Artificial Intelligence (GenAI) dalam pembelajaran di perguruan tinggi. 

Panduan ini penting dibaca bukan hanya oleh dosen dan mahasiswa, tetapi juga oleh guru dan siswa di tingkat sekolah. Tujuannya agar Al benar-benar dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas pem-belajaran dan membantu peserta didik memahami sejauh mana tek-nologi ini dapat digunakan secara etis dan efektif dalam pendidikan.

Al bekerja berdasarkan data dan informasi. Untuk penggunaan umum, data yang digunakan aplikasi AI biasanya diambil dari internet.

Karena itu, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pe-nggunaannya di dunia pendidikan.

Pertama, Al dapat menjadi alat bantu yang sangat berguna. Guru dan siswa kini bisa mencari infor-masi dengan cepat, menyusun ba-han ajar dengan lebih efisien, hing-ga meningkatkan produktivitas bela-jar. Aplikasi seperti Google Gemini, Perplexity Al, dan Microsoft Copilot memudahkan pencarian informasi, sedangkan Speechify dan Mind-grasp membantu merangkum ba-caan dengan cepat.

Kemampuan mengoperasikan berbagai aplikasi seperti ini perlu ter-us diasah agar manfaatnya bisa dirasakan secara maksimal. Mes-kipun sebagian aplikasi hanya terse-dia dalam versi berbayar, lembaga pendidikan dapat mencari solusi agar aksesnya tetap terbuka bagi ba-nyak orang.

Kedua, penting diingat bahwa Al belum bisa sepenuhnya diandalkan untuk menghasilkan informasi yang akurat. Teks atau data yang dibuat oleh Al sebaiknya selalu diperiksa dan divalidasi sebelum digunakan. Mahasiswa dan siswa perlu mema-hami bahwa hasil dari Al tidak bisa diterima mentah-mentah tanpa pro-ses verifikasi. Dalam hal ini, peran pendidik menjadi sangat penting.

Beberapa contoh di tingkat glo-bal menunjukkan perlunya kehati-hatian ini. Perusahaan Deloitte, mi-salnya, terpaksa mengembalikan dana proyek lebih dari AUD 400 juta kepada Pemerintah Australia karena laporan yang mereka buat menga-ndung teks tidak valid hasil dari ap-likasi Al. Di kasus lain, sebuah artikel ilmiah dikritik keras karena sebagi-an isinya ternyata berasal dari Al tan-pa validasi penulis. Pihak penerbit pun ikut disorot karena meloloskan naskah tersebut ke jurnal ilmiah.

Ketiga, metode pembelajaran dan sistem evaluasi juga perlu me-nyesuaikan diri dengan perkem-bangan teknologi. Tujuan utama pendidikan tetap sama, yaitu mem-bentuk pengetahuan, keterampilan, dan karakter peserta didik. Namun, cara mencapainya harus berubah seiring zaman.

Banyak lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Amerika, Eropa, dan Australia, mulai membahas bentuk evaluasi baru yang relevandi era Al. Ketika mahasiswa atau siswa sudah terbiasa menggunakan Al, ujian tertulis konvensional mungkin tidak lagi cukup. Sebagai gantinya, dosen dan guru dapat menggunakan ujian lisan, diskusi terbuka, atau pre-sentasi yang lebih menilai kemam-puan berpikir kritis dan pemahaman mendalam.

Keempat, penguasaan Al kini menjadi kebutuhan dasar di dunia modern. Jika tenaga pendidik tidak membimbing mahasiswa dan siswa untuk memahami serta memanfaat-kan Al dengan baik, generasi muda akan kesulitan beradaptasi di masa depan yang penuh inovasi berbasis kecerdasan buatan.

Pendidikan seharusnya mampu menyiapkan generasi yang bukan hanya pengguna, tetapi juga pen-cipta solusi berbasis teknologi. Kare-na itu, pendidik perlu mengenali potensi anak didik dalam bidang sains dan teknologi, lalu memberi arahan agar mereka mampu mengu-asai Al dengan baik.

Terakhir, kita perlu menjaga in-tegritas akademik. Ini menjadi tan-tangan baru di era digital. Dosen, guru, mahasiswa, dan siswa harus berhati-hati dalam menggunakan Al untuk menulis atau membuat karya.

Setiap orang perlu jujur jika kary-anya dibantu oleh aplikasi AI. Seba-liknya, seseorang juga harus berani menolak namanya dicantumkan se-bagai penulis atau pencipta jika tidak punya kontribusi nyata atau jika karya tersebut sepenuhnya dibuat oleh Al. Kejujuran dan etika menja-di fondasi penting agar kemajuan teknologi tidak mengikis nilai-nilai akademik.

Dunia terus berubah, dan Al akan menjadi bagian besar dari masa depan. Dunia pendidikan harus mampu bergerak cepat dan adaptif. Jika digunakan dengan be-nar, Al bukanlah ancaman, melain-kan peluang besar untuk melahirkan generasi yang lebih cerdas, kreatif, dan siap menghadapi tantangan glo-bal. (*/padeks)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update