Notification

×

Iklan

Iklan

Rang Sumando: Menantu Laki-laki yang Dihormati di Rumah Minang, Dijunjung Adat, Dijaga Sikap

28 Desember 2025 | 12:22 WIB Last Updated 2025-12-28T05:22:33Z


Pasbana - Di tengah masyarakat Minangkabau, pernikahan bukan hanya menyatukan dua insan, tetapi juga mempertemukan dua sistem nilai. 

Di sanalah sosok rang sumando—menantu laki-laki—hadir dengan posisi yang unik: dihormati, dimuliakan, namun tetap sebagai tamu.

Dalam adat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal, laki-laki yang menikahi seorang perempuan Minang tidak otomatis menjadi pemilik rumah atau pemegang kuasa. 

Ia justru menempati posisi simbolik yang halus namun sarat makna. Datang disambut, tinggal dijaga perasaan, dan diperlakukan dengan penuh kehati-hatian—ibarat pepatah adat, manatiang minyak panuah, meniti minyak penuh agar tak tumpah.

Tamu yang Dijunjung, Bukan Penguasa


Status rang sumando di rumah istrinya adalah tamu yang dimuliakan. Ia tidak berhak mencampuri urusan internal kaum istrinya secara sepihak. Namun justru karena itulah, sikap, tutur kata, dan tanggung jawabnya menjadi tolok ukur kehormatan.

Meski berstatus “tamu”, rang sumando tetap memikul peran penting: sebagai suami, ayah, serta penjaga marwah keluarga. Ia diharapkan mampu menjadi penyeimbang—hadir saat dibutuhkan, bijak saat diminta pendapat, dan tahu diri ketika harus menjaga jarak.

Gelar Sumando: Cermin Perilaku


Menariknya, dalam adat Minangkabau, rang sumando tidak dipanggil dengan nama langsung. Ia disematkan gelar adat, yang mencerminkan perilaku dan kontribusinya. Gelar ini bukan sekadar sebutan, melainkan penilaian sosial.

Beberapa jenis rang sumando yang dikenal luas antara lain:

Sumando Niniak Mamak
Inilah tipe ideal. Ia bijaksana, bertanggung jawab, aktif dalam kehidupan kaum, dan menjadi panutan. Kehadirannya meneduhkan dan dihormati.

Sumando Ayam Gadang / Burung Puyuh
Hanya hadir sebagai ayah biologis. Minim tanggung jawab, terutama dalam nafkah dan pendidikan keluarga.

Sumando Langau Hijau
Digambarkan jorok dan tak peduli kebersihan diri maupun lingkungan—sebuah kritik sosial yang tajam.

Sumando Lapiak Buruak
Malas bekerja dan enggan berusaha. Lebih banyak membebani daripada memberi.

Sumando Kutu Dapua
Terlalu sering di dapur dan rumah, hingga dianggap “tak tahu tempat”—bukan karena membantu, tetapi karena kehilangan peran produktif.

Filosofi “Abu di Ateh Tunggua”


Posisi rang sumando kerap diibaratkan sebagai “abu di ateh tunggua”—abu di atas tunggul. Ia mudah hanyut jika diterpa air, atau terbang bila tertiup angin. 

Artinya, posisi terhormat itu rapuh bila tak dijaga dengan sikap dan tanggung jawab.

Filosofi ini menegaskan bahwa dalam masyarakat Minangkabau, kehormatan laki-laki bukan datang dari kuasa, melainkan dari etika, kontribusi, dan kebijaksanaan.

Warisan Nilai yang Tetap Relevan


Menurut kajian budaya Minangkabau yang banyak dibahas dalam publikasi Balai Pelestarian Nilai Budaya di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, posisi rang sumando mencerminkan keseimbangan antara penghormatan terhadap laki-laki dan kedaulatan perempuan dalam sistem matrilineal. 

Sistem ini juga banyak dikaji oleh para antropolog dalam studi tentang Minangkabau sebagai salah satu masyarakat matrilineal terbesar di dunia.

Di tengah perubahan zaman, makna rang sumando tetap relevan. Ia mengajarkan bahwa menjadi laki-laki terhormat bukan soal dominasi, melainkan tahu diri, tahu adat, dan tahu tanggung jawab

Karena di rumah Minang, menjadi tamu bukan berarti tak berarti—justru di sanalah martabat diuji. Makin tahu Indonesia.(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update