Notification

×

Iklan

Iklan

Riky Chandra Hadirkan Didong Gayo dalam Relief Kayu, Tafsir Visual Baru Warisan Budaya Aceh di ISI Padang Panjang

30 Desember 2025 | 15:38 WIB Last Updated 2025-12-30T08:38:14Z


Padang Panjang, pasbana— Kesenian tradisional Didong Gayo tak lagi hanya hidup di atas panggung pertunjukan. Melalui pameran tugas akhir di Program Studi Kriya Seni, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Institut Seni Indonesia (ISI) Padang Panjang, seniman muda asal Aceh, Riky Chandra, menghadirkan Didong Gayo dalam bentuk visual relief kayu yang sarat makna dan nilai budaya.

Pameran yang digelar dalam rangka tugas akhir mahasiswa angkatan 2021 ini menampilkan tujuh panel relief kayu karya Riky Chandra, berjudul “Visualisasi Kesenian Didong Gayo pada Relief Kayu”. Karya tersebut menjadi upaya reinterpretasi kesenian tradisional Aceh Tengah ke dalam medium dua dimensi, sekaligus menjawab tantangan pelestarian budaya di tengah perubahan zaman.

“Didong bukan sekadar hiburan. Ia mengandung pesan moral, religius, sosial, dan estetika yang kuat. Melalui relief kayu, saya ingin menghadirkan Didong dalam bentuk yang lebih dekat dengan ruang visual dan pameran,” ujar Riky Chandra saat ditemui di sela pameran, Selasa (30/12/2025).




Ketujuh panel relief tersebut merepresentasikan tahapan dan dinamika pertunjukan Didong Gayo. Mulai dari Peutawaren yang melambangkan doa dan permohonan keselamatan, Pemulo sebagai pembuka pertunjukan, hingga Pemarin yang menandai penutup Didong melalui alunan suling dan ungkapan terima kasih. Setiap panel tidak hanya menampilkan figur dan gerak, tetapi juga memuat makna filosofis tentang kebersamaan, harmoni sosial, serta kritik sosial yang menjadi roh utama Didong Gayo.

Pengunjung pameran, Ichsan Saputra, menilai karya Riky berhasil menghadirkan perspektif baru dalam membaca kesenian tradisional. “Saya melihat Didong dimaknai secara mendalam, bukan sekadar sebagai tontonan, tetapi sebagai warisan budaya yang relevan dengan kehidupan hari ini. Relief kayu menjadi medium alternatif yang efektif untuk memperkenalkan Didong kepada generasi muda,” ujar Ichsan, yang juga merupakan Magister Fotografi.

Secara teknis, Riky menggunakan kayu surian sebagai bahan utama dengan teknik high relief. Proses penciptaan karya melalui tahapan eksplorasi ide, perancangan visual, hingga perwujudan, yang didukung riset pustaka dan studi visual mengenai Didong Gayo. Finishing menggunakan melamin dan pelapis doff dipilih untuk menonjolkan karakter serat kayu sekaligus memperkuat nilai estetika karya.




“Karya seperti Sare dan Runcang menyoroti peran vokalis atau ceh dalam menyampaikan pesan moral dan kritik sosial. Sementara Morom dan Tepok menegaskan nilai kebersamaan dan kekeluargaan yang menjadi inti kesenian Didong,” jelas Riky.

Menurut Ichsan Saputra, pameran tugas akhir ini tidak hanya menjadi bentuk pertanggungjawaban akademik, tetapi juga menawarkan pendekatan baru dalam pelestarian budaya lokal. “Relief kayu menjadi jembatan antara tradisi lisan dan visual, antara panggung pertunjukan dan ruang pamer. Ini penting agar Didong Gayo tetap hidup dan dikenali generasi kini dan mendatang,” katanya.

Pameran bertajuk Media Makna ini merupakan pameran tugas akhir mahasiswa Prodi Kriya Seni angkatan 2021. Riky Chandra menjelaskan, tema besar Media Makna dimaknai sebagai wadah penyampaian gagasan dan emosi pengkarya yang sarat nilai estetika dan simbolik. “Karya kriya tidak hanya soal bentuk, tetapi juga makna. Media menjadi penghubung antara pesan dan penerima pesan,” ujarnya.

Ketua Program Studi Kriya Seni ISI Padang Panjang, Hendra, menyebut pameran tugas akhir sebagai ritual akademik sekaligus tahap pembelajaran penting bagi mahasiswa sebelum terjun ke dunia profesional. “Walaupun disebut tugas akhir, ini bukan akhir dari segalanya. Justru menjadi modal awal untuk terus belajar dan berjuang di dunia kerja yang menuntut profesionalisme tinggi,” katanya.
Hendra juga mengapresiasi eksplorasi media yang dilakukan mahasiswa.




 “Pameran Media Makna berbicara tentang konsep dan media. Mahasiswa memilih kayu dan kulit sebagai unsur utama, ini membuka peluang pengembangan baru dalam kriya seni,” tambahnya.

Sementara itu, Dekan FSRD ISI Padang Panjang, Riswel Zam, menyampaikan apresiasi kepada lima mahasiswa Prodi Kriya Seni yang mengikuti pameran tugas akhir, yakni Riky Chandra, Fahmil Ikhsan, Muhammad Wahyudi, Paulina Wati Tumeang, dan Wahyunar. Menurutnya, pilihan jalur penciptaan karya menjadi langkah strategis untuk masa depan mahasiswa.

“Pameran dan ujian akhir ini adalah wadah untuk mempertanggungjawabkan karya yang telah diciptakan. Peluang kerja dan kolaborasi sangat terbuka, asalkan mahasiswa mampu mempertanggungjawabkan karyanya secara konseptual dan profesional saat ujian komprehensif,” ujar Riswel.

Melalui karya relief kayu Didong Gayo, Riky Chandra tidak hanya menutup perjalanan akademiknya, tetapi juga membuka ruang dialog baru antara tradisi dan seni rupa kontemporer—sebuah ikhtiar agar warisan budaya Nusantara tetap relevan di tengah arus zaman. (/Mursidiq)*

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update