Notification

×

Iklan

Iklan

Pelayanan adalah Sistem

29 Januari 2019 | 11.32 WIB Last Updated 2023-01-23T12:54:31Z

Ditulus oleh: A Rudolf Smit 




Mungkin kita semua berpikir bahwa memberikan pelayanan adalah masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang harus diajarkan teknik melayani. SDM yang dipikirkan pasti adalah para penyaji pelayanan seperti pramuniaga, waiter/tress, satpam, tukang parkir, dan lain-lain yang berhubungan langsung dengan tamu atau pelanggan.

Pemikiran seperti ini tidak tepat, pelayanan, apalagi Pelayanan Sepenuh Hati tidak akan bisa dilaksanakan dengan baik apabila Manajemen tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang penting. Sesuatu yang menentukan dalam hal profit/laba dan pemasaran. Filosofi Pelayanan harus menjadi filosofi semua pemegang saham, yang kemudian diturunkan ke tingkat pelaksana.

Pelayanan Sepenuh Hati harus menjadi BUDAYA yang berarti harus dipahami, diyakini dan diamalkan dari bagian teratas organisasi sampai bagian terbawah alias pelaksana. Apabila sudah menjadi budaya, maka teknik pelaksanaannya akan menjadi bagian dari suatu sistem yang harus dieksekusi, dioperasionalkan, di segala lini.

Dari penentu kebijakan turun sampai ke setiap bidang manajemen. Keuangan dan Finance, Sales dan Marketing, Public Relations, Quality Control, Distribution, Engineering, Puchasing, Front Line, dan seterusnya, dan seterusnya. Struktur Organisasi harus dibentuk sesuai kebutuhan operasional masing-masing perusahaan yang dinaungi Filosofi yang dianut tersebut.

Saya berikan contoh.

Kita memasuki supermarket, karena kita belum tahu dimana letak barang-barang yang kita cari, maka kita harus bertanya. Belum pernah saya melihat supermarket di Indonesia yang memiliki resepsionis/penerima tamu di depan. Resepsionis inilah yang mengantarkan kita ke bagian yang dicari, bagian susu misalnya.

Tapi kenyataannya, kita harus cari orang untuk menanyakan mana bagian susu. Kalaupun ketemu seseorang petugas atau sales promotion girl yang banyak ada di supermarket, maka dia hanya memberikan arahan lisan yang belum tentu kita pahami karena kita tidak diantar.

Kenapa tidak diantar? Ada banyak alasan. Karena mereka malas, atau mereka tidak bisa meninggalkan tempat dan tugas mereka, karena takut di sanksi kalau meninggalkan pos, dll. Bila ada sistem Pelayanan Sepenuh Hati, maka akan ada beberapa resepsionis yang siap melayani.

Bila ada pelanggan yang harus diantar, tempatnya segera diisi oleh Resepsionis lain. Bila filosofi pelayanan sepenuh hati yang dianut, maka siapa saja yang diminta bantuannya akan mengantar kita ke bagian yang kita cari tanpa harus takut disanksi. Sistemnya ada dan penilaian terhadap tenaga pelaksana didasarkan pada pelayanan terhadap tamu.

Selama hanya tenaga pelaksana yang diajarkan tanpa kejelasan bahwa mereka dinilai dari pelayanan terhadap tamu, maka kondisi pelayanan di supermarket itu akan sama seperti sekarang - TIDAK RAMAH BAGI PELANGGAN.

Contoh diatas bisa diterapkan dengan berbagai modifikasi di semua perusahaan yang melayani tamu atau pelanggan. Apakah di hotel, toko, pusat pembelanjaan, perusahaan otomotif yang memberikan servis mobil, dll.

Tetapi semua harus dimulai dari atas (pemegang saham, direksi dan manajemen) dan kemudian diejawantahkan ke tingkat paling rendah termasuk tukang parkir.

Maukah kita menyediakan PELAYANAN SEPENUH HATI? Hanya anda yang bisa jawab.

Manfaatnya akan berlimpah dalam hal sales untuk menghasilkan profit. Saya jamin itu.


×
Kaba Nan Baru Update