Notification

×

Iklan

Iklan

Harus Ada Legal Opinion dari Pemko Bahas Gedung Baru DPRD Bukittinggi

25 Oktober 2019 | 14.11 WIB Last Updated 2019-10-25T07:11:50Z


Bukittinggi - Kepala Dinas PUPR, Kabag Pembangunan, Asisten 1 dan Tim LPSE Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi datangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bukittinggi. LPSE atau Layanan Pengadaan Secara Elektronik adalah penyelenggara sistem elektronik pengadaan barang/jasa pemerintah. Jumat, (25/10).

Menurut Surya Agusta Kepala Bagian Pembangunan Pemko Bukittinggi, "Ini masih dalam pembahasan dengan pihak Kejari Bukittinggi. Maksud kedatangan kita juga dalam rangka konsultasi tentang rencana lanjutan pembangunan gedung DPRD Kota Bukittinggi yang baru agar tidak salah langkah di Kelurahan Manggis Ganting, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan."

Lalu Surya mengakhiri, untuk keterangan selanjutnya kita akan sampaikan nanti kepada wartawan tentang perkembangan pembangunan gedung baru DPRD Kota Bukittinggi.

Sementara itu usai pertemuan dengan Kepala Dinas PUPR, Kabag Pembangunan, Asisten 1 dan Tim LPSE Pemko Bukittinggi, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bukittinggi, Feri Tas mengatakan, "Pihak Pemko berkonsultasi dengan pihak Kejaksaan terkait dengan rencana tender ulang pembangunan gedung DPRD Bukittinggi yang baru. Pihak Pemko meminta konsultasi hukum agar tidak salah langkah dalam menentukan pemenang tender."

Sebelumnya LPSE Pemko Bukittinggi telah membatalkan pemenang tender pembangunan gedung DPRD Bukittinggi yang dimenangkan oleh Brantas Abipraya (Kontraktor Badan Usaha Milik Negara), akibat terbentur dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 7 Tahun 2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia yang terbit 20 Maret 2019. Permen tersebut menjelaskan tentang Kontraktor Badan Usaha Milik Negara tidak boleh mengambil proyek Pemerintah yang nilainya dibawah 100 Milyar Rupiah.

Lanjut Feri Tas menambahkan, bahwa kita belum memberikan keputusan apapun terkait dengan permasalahan perkembangan pembangunan gedung baru DPRD Bukittinggi. Kita butuh legal opinion atau surat resmi dari Pemko Bukittinggi untuk membahas terkait dengan Peraturan yang membolehkan kontraktor plat merah bisa mengerjakan proyek dibawah 100 Milyar Rupiah.

Lalu kata Feri, "Pihak Pemko sebelumnya menerangkan ada salah satu proyek pemerintah di daerah lain bisa dikerjakan oleh kontraktor plat merah yang dibawah 100 Milyar. Namun saat konsultasi tetap kita sampaikan bahwa Lex superior derogat legi inferior adalah asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa hukum yang tinggi (lex superior) mengesampingkan hukum yang rendah (lex inferior). Asas ini biasanya sebagai asas hierarki."

Untuk menjaga sinkronisasi antara Perda dan kebijakan pidana nasional, maka pemberlakuan prinsip “lex superior derogat legi inferiori” sudah menjadi syarat mendasar. Prinsip ini mengakibatkan hukum yang kedudukannya lebih tinggi menghapus hukum yang ada di bawahnya, atau dengan kata lain hukum yang lebih rendah tingkatannya harus sesuai dengan ketentuan yang ada di atasnya. Walaupun dalam hal ini, ditekankan bahwa penggunaan prinsip ini juga tetap harus mempertimbangkan aspek kesetaran dengan kekhususan Perda berdasarkan prinsip “lex specialis derogat legi generali”.

"Jadi tidak serta merta disuatu daerah bisa mengerjakan proyek dibawah 100 milyar disamakan didaerah yang lain, padahal bisa jadi disuatu daerah itu mengerjakan suatu yang salah (melakukan tindak pidana hukum), apakah kita juga akan ikut melakukan hal yang salah," tutup Feri. (Rizky)
×
Kaba Nan Baru Update