Notification

×

Iklan

Iklan

Siluet Kenangan di Sicincin

08 Maret 2024 | 08.23 WIB Last Updated 2024-03-08T01:23:15Z


pasbana - Di jalur Padang - Bukittinggi, ada sebuah terminal kecil yang dulunya menjadi saksi bisu kehidupan yang kini hanya tinggal kenangan. 

Sicincin, demikian terminal itu disebut, menyimpan kisah tentang masa-masa ketika bis-bis penumpang masih menjadi primadona. Ketika setiap pemberhentian sementara membawa peluang bagi uniang-uniang untuk menjajakan dagangannya.

Bayangkan suasana ketika sebuah bis berhenti di terminal Sicincin pada tahun 80-an hingga 90-an. Begitu pintu terbuka, uniang-uniang dengan semangat membara menyerbu bis itu, menawarkan beragam makanan khas Minangkabau yang menggugah selera. 

Dari pisang abuih hingga talua asin yang menjadi ikon Sicincin, semuanya dijajakan dengan suara lantang yang memenuhi udara.

Transaksi jual-beli terjadi dengan cepat dan efisien. Para penumpang yang to the poin dan pedagang yang gesit, semuanya berkolaborasi dalam sebuah sinergi yang sempurna. 

Dalam menit-menit singkat, pak sopir dengan sabar menunggu hingga semuanya selesai sebelum kembali melanjutkan perjalanan.

Namun, kini pemandangan itu hanya tinggal kenangan. Uniang-uniang yang semakin menua terus berjualan, tetapi wajah mereka terlihat lebih lelah. Tak ada lagi bis penumpang yang ditunggu, hanya minibus tertutup rapat yang melintas cepat, tak memberi peluang. Sesekali mobil pribadi mengkilap singgah untuk mengisi bensin, memberi harapan semu.

Dengan suara serak, mereka terus menjajakan dagangan sembari menunggui kaca gelap mobil pribadi itu, berharap sang pengendara akan membuka jendela dan memesan sesuatu.

Sayangnya, mereka yang di dalam mobil pribadi mengkilap itu terlalu sibuk menikmati makanan modern yang manis dan gurih, seperti donat J-Co, ayam goreng, atau sekantung besar keripik kentang renyah.

Teriakan uniang-uniang makin sayup di ujung lelap, seolah menjadi siluet kenangan dari masa lalu yang perlahan memudar. (Rudy Al Fajri) 
×
Kaba Nan Baru Update