Notification

×

Iklan

Iklan

Saat Saham Dijual Malah Naik, Ditahan Malah Turun

07 Juni 2025 | 13:48 WIB Last Updated 2025-06-07T06:48:29Z


Pasbana - Pernah merasa seperti ini: baru jual saham, eh besoknya langsung ARA (Auto Reject Atas). Tapi saat di-hold, justru nyungsep ke ARB (Auto Reject Bawah)?

Tenang, kamu tidak sendiri. Fenomena ini sering dialami para investor ritel, terutama pemula. Tapi kenapa ini bisa terjadi?

Apakah karena sial, atau memang ada pola yang bisa dijelaskan?

Jawabannya: ada penjelasan ilmiah dan psikologis di baliknya. Dan yang lebih penting, ada cara bijak untuk menyikapinya.

Artikel ini akan mengupas tuntas fenomena ini dengan bahasa yang ringan namun tajam. Kita bahas bias psikologisnya, dinamika pasar, dan tips praktis agar kamu tak jadi korban “jebakan emosi” di pasar saham.

Kenali Dulu Musuh Terbesarmu di Pasar: Diri Sendiri

Pasar saham bukan sekadar grafik naik-turun. Di baliknya, ada emosi, harapan, dan ketakutan jutaan orang. 

Dan seringkali, keputusan investasimu justru dikendalikan bukan oleh data — tapi oleh bias psikologis.

1. Loss Aversion – Takut Rugi Lebih Besar dari Ingin Untung


Menurut studi ekonomi perilaku, kerugian terasa dua kali lebih menyakitkan dibandingkan rasa senang saat untung. Ini sebabnya banyak investor enggan cut loss dan malah menunggu saham “balik modal” — padahal makin lama makin terjun.

Analogi: Seperti menahan perahu bocor karena berharap ombak akan reda. Padahal yang masuk air, bukan angin.

2. Regret Aversion – Takut Menyesal, Akhirnya Bimbang

Pernah jual saham, lalu harganya naik drastis? Muncullah penyesalan. Akibatnya, keputusan berikutnya jadi emosional — bukan berdasarkan strategi, tapi ketakutan mengulangi “kesalahan” yang sama.

3. FOMO – Takut Ketinggalan Kereta

Melihat saham naik 2 hari berturut-turut, banyak yang cerita untung di grup, kamu ikut-ikutan beli. Tapi saat beli, justru nyangkut di pucuk. Ini karena kamu masuk saat euforia, bukan saat akumulasi.

4. Confirmation Bias – Cari yang Membenarkan, Bukan yang Benar

Saat sudah beli saham, kamu hanya baca analisis yang mendukung keputusanmu. Padahal volume sudah turun, indikator teknikal lemah. Tapi kamu abaikan semua itu — demi rasa “benar sendiri”.

Pasar Bukan Logika, Tapi Perilaku Massa

Saham bergerak bukan karena kamu beli. Tapi karena ribuan investor lain ikut masuk atau keluar. Saat euforia melanda, harga bisa naik cepat — lalu jatuh seketika saat “bandar” distribusi.

1. Volatilitas Tinggi = Risiko Tinggi

Saham yang naik tajam 3 hari berturut-turut seringkali juga bisa jatuh lebih cepat. Banyak saham yang sempat naik 20% dalam seminggu, lalu anjlok ke ARB 3 hari beruntun. 

Contoh nyatanya bisa dilihat dari saham-saham yang masuk radar top gainers dan top losers harian di RTI.

2. Supply-Demand Imbalance


Ketika pembeli sudah habis tapi tidak ada yang mau beli di harga atas, maka harga turun drastis. Itulah kenapa saham bisa ARA 3x, lalu langsung ARB.

3. Rotasi Sektor dan Bandarmologi

Kadang, sektor-sektor digilir: hari ini energi, besok properti, lusa ke konstruksi. Jika kamu FOMO masuk saat euforia, besar kemungkinan kamu masuk saat “bensin”nya sudah habis.

Tips Praktis: Biar Nggak Jadi Korban Emosi di Pasar

Berikut ini beberapa strategi simpel tapi powerful agar kamu bisa lebih bijak dalam menghadapi pasar saham yang penuh godaan.

✅ 1. Kenali Emosimu Sebelum Eksekusi

Sebelum klik tombol “Buy”, tanyakan:
“Kalau tidak ada yang cerita di grup atau Twitter, apakah saya tetap yakin beli ini?”
Gunakan jurnal trading: tulis alasan beli, target, dan batas cut loss. Ini akan bantu kamu refleksi — bukan reaksi.

✅ 2. Punya Aturan Masuk & Keluar

Tentukan strategi teknikalmu: pakai indikator seperti Moving Average (MA), RSI, atau MACD.
Jangan beli saham ARA 3 hari berturut-turut tanpa koreksi.
Tetapkan target profit dan cut loss sejak awal, dan patuhi tanpa kompromi.

✅ 3. Kurangi Paparan “Noise”
Stream, forum, dan grup Telegram bisa jadi racun kalau kamu terlalu banyak terpengaruh.
Fokuslah pada watchlist dan analisis kamu sendiri.

✅ 4. Sesuaikan Risiko dengan Profilmu
High gain = high risk. Saham gorengan boleh saja dipantau, tapi jangan jadikan mereka tempat kamu menaruh semua harapan dan modal. Pahami:
“Kalau saham bisa ARA 3x, dia juga bisa ARB 3x.”

✅ 5. Gunakan Position Sizing
Jangan all-in! Bagi modal ke beberapa porsi. Masuk secara bertahap, dan hanya tambahkan posisi jika tren menguat (averaging up), bukan saat nyangkut (averaging down).

Pasar Tidak Peduli Pada Emosimu

Pasar adalah tempat uang berpindah dari orang yang tidak sabar ke orang yang sabar.” — Warren Buffett

Pasar saham tidak tahu (dan tidak peduli) bahwa kamu sudah beli atau rugi. Pasar digerakkan oleh banyak faktor: data ekonomi, sentimen global, aksi bandar, dan psikologi massa.

Kamu tidak bisa mengendalikan pasar, tapi kamu bisa mengendalikan strategi dan emosimu sendiri.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update