Notification

×

Iklan

Iklan

Menjaga Silaturahim dengan Sahabat Orang Tua Kita: Bakti yang Tak Pernah Padam

19 Agustus 2025 | 07:56 WIB Last Updated 2025-08-19T01:08:50Z


Pasbana - Ada momen dalam hidup yang tak pernah benar-benar kita siapkan: kehilangan orang tua. Kehilangan itu sering terasa bagai dunia ikut runtuh. 

Rumah yang dulu ramai oleh suara tawa ayah atau sapaan lembut ibu, mendadak sepi. Namun, di balik sunyi itu, ada pintu lain yang jarang kita perhatikan—pintu rumah sahabat-sahabat lama orang tua kita.

Menjaga hubungan dengan mereka ternyata bukan sekadar basa-basi atau nostalgia. Dalam ajaran Islam, ia dipandang sebagai salah satu bentuk bakti paling mulia seorang anak.

Rasulullah ﷺ bahkan bersabda:
"Sungguh, seutama-utama bakti ialah ketika seorang anak menyambung silaturahim kepada orang yang dicintai ayahnya sepeninggalnya." (HR. Muslim)

Artinya, berbakti pada orang tua tidak berhenti di pusara. Ada cara lain untuk terus meneruskan kasih sayang kita kepada mereka: dengan merawat persahabatan yang pernah mereka jalin.

Jejak yang Tak Terputus


Sejarah Islam merekam banyak teladan tentang hal ini. Abu Bakar Ash-Shiddiq, misalnya, dikenal selalu menjaga hubungan dengan keluarga Rasulullah ﷺ setelah beliau wafat. 

Bagi Abu Bakar, mencintai Nabi berarti juga mencintai orang-orang yang Nabi cintai.

Kisah lain datang dari generasi Tabi’in. Diriwayatkan, seorang pemuda Madinah rela menempuh perjalanan jauh ke negeri Syam hanya untuk mengunjungi seorang sahabat lama ayahnya.

Saat ditanya alasannya, ia menjawab, “Ayahku adalah sahabat Tuan. Aku khawatir silaturahim ini terputus sepeninggalnya.” Sang syekh tua pun menangis haru, seolah merasakan sahabatnya hadir kembali lewat ketulusan sang anak.

Psikolog keluarga, Dr. Aisyah Dahlan, dalam sebuah seminar parenting juga menyinggung hal serupa. Menurutnya, menjaga hubungan dengan sahabat orang tua punya dampak psikologis yang besar. 

“Selain memperpanjang silaturahmi, kita juga mendapatkan cerita-cerita baru tentang orang tua kita, yang kadang belum pernah mereka ceritakan langsung. Itu membuat kita lebih dekat dengan sosok mereka, meski mereka sudah tiada,” jelasnya.

Rahasia Berkah di Baliknya


Tak hanya soal emosi, menjaga silaturahim dengan sahabat orang tua diyakini membawa keberkahan hidup. 

Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah dalam Madarij As-Salikin menuliskan bahwa amalan ini bisa menjadi sebab turunnya rezeki dan rahmat Allah.

Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi (w. 2022) juga pernah mengibaratkan hal ini seperti menghidupkan pohon kebaikan yang ditanam oleh orang tua. Pohon itu akan terus tumbuh dan berbuah, bahkan setelah sang penanam tiada.

Penelitian modern pun seakan menguatkan hikmah tersebut. Studi dari Harvard Study of Adult Development—sebuah penelitian jangka panjang tentang kebahagiaan—menunjukkan bahwa kualitas hubungan sosial menjadi salah satu faktor paling penting dalam kesehatan dan umur panjang. 

Jadi, menjaga hubungan baik dengan sahabat orang tua bukan hanya bernilai spiritual, tapi juga berdampak nyata pada kesejahteraan kita.

Merangkai Kenangan, Menorehkan Bakti


Kini, pertanyaannya: sudahkah kita mencoba melanjutkan tali persahabatan orang tua?

Mungkin jawabannya belum. 

Padahal, seringkali hanya butuh langkah kecil: menelpon sahabat lama ayah, mampir ke rumah rekan lama ibu, atau sekadar menanyakan kabar lewat pesan singkat.

Di balik cerita yang mereka sampaikan, kita bisa menemukan potongan masa lalu orang tua yang belum pernah kita dengar. Bisa jadi, dari situ lahir rasa hangat yang membuat kita merasa, ayah dan ibu tidak benar-benar pergi.

Dan yang lebih penting: kita sedang menorehkan bakti yang tak akan pernah padam. Sebuah bakti yang menembus batas waktu, mengalirkan doa untuk orang tua di alam sana, dan menebar keberkahan bagi hidup kita di dunia.

Karena ternyata, cinta kepada orang tua tidak berhenti saat mereka pergi. Ia bisa terus kita hidupkan—lewat persahabatan yang mereka tinggalkan.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update