Padang Panjang, pasbana - Di balik kepulan uap tipis yang keluar dari kukusan, ada cerita tentang perjuangan, kesehatan, sekaligus mimpi sederhana seorang perempuan aktif.
Namanya Vera Armelia.Dari dapur kecilnya, ia meracik camilan kukusan yang belakangan justru jadi tren: C’Kukush.
Dari Hobi Jadi Ide
Kisahnya berawal dari kebiasaan Vera menjaga pola makan. Ia mulai mengurangi makanan instan, lalu beralih pada yang serba kukus—ubi manis, jagung, pisang, hingga edamame.
“Awalnya cuma untuk diri sendiri. Tapi lama-lama terpikir, kenapa tidak dibagi juga ke orang lain? Supaya mereka bisa ikut merasakan manfaatnya tanpa ribet,” ujarnya sambil tersenyum.
Dari situlah lahir C’Kukush. Nama yang sederhana, tapi menggambarkan apa adanya: camilan kukusan yang sehat, praktis, dan ramah di kantong.
Ritual Pagi di Pasar
Setiap hari, Vera punya ritual yang tak pernah absen: menyusuri pasar Padang Panjang di pagi hari. Ia memilih sendiri bahan segar, dari pisang kepok legit sampai edamame hijau yang masih keras bijinya.
“Bahan itu kunci, karena saya tidak pakai pengawet. Jadi harus benar-benar fresh,” katanya.
Setelah itu, dapurnya berubah jadi laboratorium kecil. Semua diproses dengan sabar, dikukus, dan siap disantap hangat-hangat.
UMKM dan Tren Hidup Sehat
Fenomena ini sejalan dengan tren masyarakat perkotaan yang mulai kembali melirik pangan tradisional.
Data Badan Pangan Nasional (2023) menunjukkan konsumsi pangan berbasis karbohidrat alami seperti ubi dan jagung meningkat hampir 12 persen dalam dua tahun terakhir.
Alasannya sederhana: lebih sehat, lebih murah, dan memberi rasa nostalgia.
Menurut ahli gizi Universitas Andalas, makanan kukus memang lebih ramah tubuh. “Kukusan mempertahankan lebih banyak vitamin dan mineral dibanding digoreng. Apalagi kalau tanpa pengawet, jelas lebih sehat,” kata dr. Hilda Yuniarti, M.Gizi.
Bukan Sekadar Jualan
Harga C’Kukush juga bersahabat, mulai Rp8.000–Rp15.000 per porsi. Pelanggannya beragam: keluarga muda yang ingin camilan sehat, pekerja kantoran yang butuh bekal ringan, hingga anak-anak yang baru belajar makan di luar MPASI.
Testimoni pelanggan membuat Vera makin bersemangat. Ada yang bilang, berkat C’Kukush mereka berhasil mengurangi mi instan dan gorengan.
“Kalau ada yang cerita begitu, rasanya capek langsung hilang,” ucap Vera, matanya berbinar.
Kini, produknya bahkan sudah terdaftar di Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) Padang Panjang. Beberapa instansi pemerintah pun mulai menjadikan C’Kukush sebagai pilihan snack resmi dalam rapat atau acara kantor.
Dari Dapur Kecil ke Harapan Besar
Bagi Vera, C’Kukush bukan hanya usaha, tapi juga misi kecil: mengajak orang kembali pada pangan sehat tanpa harus kehilangan rasa hangat kebersamaan.
“Saya percaya makanan itu bukan sekadar isi perut. Ada cerita, ada makna, ada cinta yang bisa kita bagi,” katanya pelan.
Di tengah arus makanan cepat saji dan camilan serba instan, C’Kukush hadir sebagai pengingat sederhana: sehat bisa dimulai dari sesuatu yang hangat, kukusan yang penuh makna.(*)