Sumbar, pasbana – Di tengah harga kebutuhan pokok yang terus merangkak naik, ada secercah harapan yang hadir lewat Gerakan Pangan Murah (GPM). Selasa (23/9) lalu, suasana di depan Kantor Lurah Nan Balimo, Kecamatan Tanjungharapan, Kota Solok, mendadak ramai.
Warga berbondong-bondong datang, bukan untuk mengurus administrasi, melainkan untuk berburu sembako murah.
Beras, minyak goreng, gula pasir, hingga telur ayam disediakan dengan harga yang lebih bersahabat dibanding di pasar. Bayangkan, beras SPHP dilepas Rp11.000/kg, minyak goreng Minyak Kita Rp15.500/liter, dan telur ayam Rp45 ribu per karton.
Angka ini jelas lebih rendah daripada harga pasaran yang belakangan bikin banyak ibu rumah tangga geleng-geleng kepala.
“Lumayan sekali. Saya bisa hemat beberapa ribu rupiah, itu sudah cukup buat tambahan belanja lain,” ujar Alfi Mintra, warga Nan Balimo, sambil mengangkat dua kantong plastik berisi minyak goreng dan gula.
Alfi mengaku meski tak bisa membeli banyak karena keterbatasan uang, setidaknya ada rasa lega. “Harga naik terus, kita rakyat kecil yang paling berat rasanya. Jadi kalau ada pasar murah begini, sangat membantu,” tambahnya.
Kepala Dinas Pangan Kota Solok, Ade Kurniati, menegaskan bahwa kegiatan ini memang dirancang untuk menekan inflasi sekaligus melindungi daya beli masyarakat.
“Bukan hanya soal harga, tapi juga bentuk perhatian pemerintah agar semua orang bisa tetap mengakses bahan pangan berkualitas,” jelasnya.
Ade menambahkan, program ini tak berhenti di sini. Pemerintah Kota Solok berencana menggelar GPM secara rutin, agar masyarakat punya alternatif lain selain pasar tradisional yang harganya sering naik turun.
Kegiatan serupa juga digelar di Bukittinggi, tepatnya di Kelurahan Garegeh, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan. Satu mobil boks Bulog penuh muatan beras SPHP langsung diserbu warga. Hanya dalam waktu singkat, stok beras 5 kilogram seharga Rp64 ribu pun ludes terjual.
Pihak Bulog memastikan tidak ada yang perlu khawatir soal ketersediaan. “Untuk satu titik GPM saja, kami bisa membawa 1,5 hingga 2 ton beras, minyak, dan gula. Kalau habis, bisa segera dipasok ulang dari gudang,” terang Bestara Alfi, Humas Bulog Bukittinggi.
Romi Victa Rose, Pimpinan Bulog Cabang Bukittinggi, menambahkan bahwa program ini juga bagian dari strategi menjaga stabilitas harga.
“Pemerintah punya aturan harga eceran tertinggi (HET). GPM ini membantu menyeimbangkan pasar, supaya masyarakat tetap punya pilihan,” katanya.
Tantangan Waktu dan Akses
Meski disambut positif, warga berharap ada perbaikan teknis. Naura Yumna (33), warga Bukittinggi, menilai pasar murah sebaiknya digelar di akhir pekan atau di luar jam kerja.
“Kadang waktunya bentrok dengan kesibukan, jadi banyak yang tidak sempat datang. Kalau promosi lebih awal juga akan lebih ramai,” ujarnya.
Lebih dari Sekadar Transaksi
Gerakan pangan murah bukan hal baru di Indonesia. Sejak 2022, pemerintah bersama Bulog dan Bank Indonesia gencar menggelar program ini di berbagai daerah.
Tujuannya jelas: mengendalikan inflasi pangan, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) kerap jadi penyumbang terbesar inflasi nasional—terutama beras, cabai, dan minyak goreng.
Ekonom dari INDEF, Eko Listiyanto, pernah menyebut bahwa pasar murah adalah langkah taktis yang cukup efektif meredam kepanikan harga.
“Selain menjaga daya beli, ini juga mengembalikan kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah hadir di tengah persoalan,” ujarnya.
Dari Solok hingga Bukittinggi, wajah-wajah lega warga yang pulang dengan kantong plastik berisi beras, minyak, dan gula adalah bukti sederhana: program ini nyata manfaatnya.
Meski belum bisa menjangkau semua orang, GPM memberi secercah harapan di tengah mahalnya biaya hidup.
Yang jelas, selama harga-harga kebutuhan pokok masih sulit ditebak, gerakan pangan murah seperti ini akan selalu jadi “oase” yang ditunggu.(*)