Notification

×

Iklan

Iklan

Keamanan Pangan di Balik Program Makan Bergizi Gratis: Antara Impian dan Kegagalan Sistemik

24 September 2025 | 19:46 WIB Last Updated 2025-09-24T12:46:41Z


Pasbana - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai solusi untuk mengatasi masalah gizi buruk di Indonesia kini tengah dilanda badai masalah. 

Kasus keracunan massal yang melibatkan 569 siswa di Garut, Jawa Barat, hanya puncak dari masalah besar yang lebih dalam. 

Sejak diluncurkan pada Januari 2025, program ini sudah mencatat lebih dari lima ribu kasus keracunan, dan mungkin jumlahnya jauh lebih banyak yang belum terungkap. 

Kejadian-kejadian ini mengindikasikan adanya kegagalan sistemik yang tak bisa diabaikan lagi.

Program yang dimaksudkan untuk memberikan makanan bergizi kepada anak-anak sekolah ini sepertinya terburu-buru dilaksanakan tanpa perhitungan yang matang. 

Dari segi regulasi, pengawasan, hingga transparansi, MBG berjalan seperti kapal yang berlayar tanpa kompas. Tak adanya payung hukum yang jelas, seperti peraturan presiden yang mengatur program ini, menambah rumit tata kelola antar lembaga dan pihak terkait.

Ini membuka peluang praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sejumlah anggota DPR sendiri diketahui memiliki “dapur MBG”, dan ada laporan soal potensi penyelewengan dana hingga miliaran rupiah.

Jika melihat data per September 2025, anggaran MBG yang diserap baru mencapai Rp13,2 triliun dari Rp71 triliun yang dialokasikan dalam APBN. Itu berarti hanya sekitar 18,6% yang benar-benar sampai ke tangan yang tepat. 

Di lapangan, temuan dari Transparency International Indonesia (TII) pun menunjukkan bahwa menu yang disajikan tidak memenuhi standar nilai gizi yang semestinya, yang seharusnya mencapai Rp10 ribu per penerima manfaat. 

Jadi, uang rakyat sepertinya lebih banyak mengalir ke pihak penyedia jasa daripada memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan anak-anak.

Tidak hanya soal dana yang "tercecer", ketiadaan standar keamanan pangan yang jelas juga menyebabkan makanan yang disajikan berisiko menimbulkan masalah kesehatan. 

Tanpa pengawasan yang memadai, kasus keracunan terus berulang. Bahkan, temuan ini memperparah citra MBG yang seharusnya bisa jadi solusi nyata.

Banyak pihak yang mulai mendesak pemerintah untuk menangguhkan sementara program ini. 

Mereka berpendapat bahwa sebelum menambah anggaran lebih lanjut, MBG harus dievaluasi secara menyeluruh.

Jika perlu, program ini harus dihentikan sementara agar tak semakin menyimpang dan memakan lebih banyak korban.

Satu hal yang pasti, jika tidak ada perbaikan drastis, impian besar tentang memperbaiki gizi anak-anak Indonesia bisa jadi akan semakin jauh dari kenyataan. 

Alih-alih menyehatkan, MBG malah bisa menjadi bom waktu yang meledak lebih besar. Sudah saatnya pemerintah tidak hanya berbicara tentang angka dan anggaran, tapi juga memastikan bahwa anak-anak kita mendapatkan gizi yang layak dengan cara yang aman dan berkelanjutan.(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update