Notification

×

Iklan

Iklan

Kebebasan Pers Indonesia Merosot: Alarm Serius dari Indeks RSF 2025

05 September 2025 | 11:22 WIB Last Updated 2025-09-05T04:22:40Z


Pasbana - Bayangkan, di era serba digital ketika informasi bisa diakses hanya dengan satu sentuhan layar, posisi kebebasan pers Indonesia justru sedang “tersandung”. 

Reporters Without Borders (RSF) baru saja merilis World Press Freedom Index 2025 dan hasilnya bikin kening berkerut. Indonesia hanya meraih skor 44,13 poin dari 100, masuk kategori difficult atau “sulit”.

Angka ini menempatkan Indonesia di peringkat 127 dunia, yang ironisnya jadi catatan terendah dalam 15 tahun terakhir. 

Padahal, tahun lalu kita masih berada di posisi 111 dengan skor 51,15 poin. Artinya, dalam waktu satu tahun saja, Indonesia turun 16 peringkat.

ASEAN: Tertinggal dari Singapura


Jika dilihat dari kacamata regional, Indonesia kini ada di urutan ketujuh di ASEAN, tepat di bawah Singapura yang mencatat skor 45,78 poin. 

Negara-negara tetangga seperti Timor Leste bahkan jauh lebih baik, bertengger di papan atas dengan posisi 10 besar global.

Fakta ini menunjukkan bahwa demokrasi tidak selalu berjalan seiring dengan kebebasan pers.

Apa yang Salah?


Menurut laporan RSF, jurnalis di Indonesia masih menghadapi ancaman serius, mulai dari kriminalisasi lewat UU ITE, tekanan politik, hingga kekerasan di lapangan. 

Kasus intimidasi wartawan saat meliput isu lingkungan atau konflik agraria, misalnya, masih sering terjadi.

Dewan Pers dalam beberapa kesempatan juga mengingatkan bahwa ruang kebebasan pers makin menyempit. 

“Pers seharusnya menjadi kontrol sosial. Kalau wartawan dibungkam dengan pasal karet, masyarakat yang paling dirugikan,” ujar Arif Zulkifli, anggota Dewan Pers, dalam sebuah diskusi publik.

Cermin bagi Demokrasi


Turunnya skor ini tidak bisa dianggap sepele. Banyak pakar menilai kebebasan pers adalah barometer demokrasi. Semakin sehat pers, semakin sehat pula ruang demokrasi. Jika kebebasan pers melemah, maka kontrol terhadap kekuasaan ikut melemah.

Dalam catatan RSF, tren global juga menunjukkan adanya kemunduran kebebasan pers di banyak negara akibat polarisasi politik, penyebaran disinformasi, dan tekanan ekonomi terhadap industri media. 

Namun, Indonesia tetap harus bercermin: apa yang bisa diperbaiki agar tidak makin terpuruk?

Harapan: Membuka Ruang, Bukan Menutupnya


Kabar baiknya, kesadaran publik terhadap pentingnya kebebasan pers makin meningkat. 

Di media sosial, banyak warga yang ikut bersuara setiap kali ada kasus kekerasan atau pembungkaman terhadap jurnalis. Dukungan publik inilah yang bisa menjadi energi baru untuk mendorong pemerintah, aparat, dan pemilik media agar lebih berpihak pada kebebasan pers.

Sebagai negara dengan lebih dari 270 juta penduduk dan ribuan media, Indonesia punya potensi besar menjadi contoh bagaimana demokrasi berjalan beriringan dengan pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Tantangannya adalah: apakah kita mau membuka ruang kebebasan itu, atau justru membiarkan skor indeks terus merosot?
(*) 

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update