Pasbana - Harga emas kembali memecahkan rekor. Senin lalu (29/9), logam mulia itu melesat bak pelari maraton yang menemukan energi tambahan: emas spot menanjak 1,9 persen ke level US$3.829,63 per ons, sementara emas berjangka ikut terkerek ke US$3.855,20.
Singkatnya, emas sedang sumringah, sementara dunia tampak muram.
Apa pasalnya? Investor global sedang panik mencari “payung” di tengah langit ekonomi dan politik yang mendung.
Bayangan penutupan sebagian pemerintahan Amerika Serikat (shutdown) membayang-bayangi. Presiden Donald Trump sibuk lobi sana-sini dengan Kongres, tapi kalau gagal deal, mulai 1 Oktober, mesin birokrasi Negeri Paman Sam bisa mati lampu.
Pasar tentu tahu: setiap kali Washington tersedak, emas biasanya bersorak.
Belum lagi ketegangan geopolitik. Rusia melaporkan pasukannya menguasai desa di Donetsk, Ukraina timur. Situasi ini membuat pasar tambah gundah. Seperti kata pepatah lama: “ketika dunia berkelahi, emas yang menang.”
Di sisi lain, The Fed memberi bumbu tambahan. Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) sesuai prediksi, memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan.
Kita tahu, emas selalu jatuh hati pada bunga rendah: makin rendah imbal hasil dolar, makin menggoda kilau emas.
Lucunya, di tengah semua keruwetan ini, emas dan perak justru tampil seperti bintang panggung.
Sementara palladium terpaksa turun dari kursi VIP, logam kuning dan perak melambai-lambai penuh percaya diri.
Begitulah siklusnya: setiap kali ekonomi dan politik goyah, emas jadi pelarian. Dunia boleh gelisah, tapi emas selalu punya alasan untuk tersenyum.(*)