Notification

×

Iklan

Iklan

Ketika Angka Perceraian ASN di Padang Meningkat

27 Oktober 2025 | 20:33 WIB Last Updated 2025-10-27T13:33:52Z


Padang, pasbana - Suara mikrofon berderak pelan di ruang rapat Balai Kota Padang, Senin (27/10) pagi itu.

Di hadapan puluhan Aparatur Sipil Negara, Kepala BKPSDM Kota Padang, Mairizon, berdiri dengan nada suara serius.

“Angka perceraian ASN kita meningkat,” ujarnya singkat, tapi cukup membuat ruangan hening seketika.

Data yang baru saja dibuka di layar proyektor membuat banyak kepala menunduk.

Hingga Oktober 2025, sudah 15 ASN Kota Padang resmi bercerai.

Tahun lalu, jumlahnya sebelas. Sebelumnya, naik-turun. Tapi arahnya jelas: makin sering cinta kandas di meja sidang.

Di balik seragam rapi dan senyum formal, rupanya banyak rumah tangga ASN yang retak.

“Semua pengajuan perceraian tahun ini datang dari ASN perempuan,” ungkap Fitri Handayani, Kepala Bidang Penilaian Kinerja Aparatur dan Penghargaan BKPSDM.

Guru, tenaga kesehatan, staf teknis — profesi yang biasanya identik dengan dedikasi dan empati — kini mendominasi daftar perceraian.

Enam guru, tiga tenaga kesehatan, enam tenaga teknis. Alasannya beragam: ekonomi, perselingkuhan, dan kekerasan dalam rumah tangga.

Mairizon tak ingin angka itu terus bertambah. Maka pagi itu, Balai Kota Padang tak hanya menjadi tempat rapat, tapi juga ruang refleksi.

Sosialisasi “Peningkatan Ketahanan Keluarga ASN” digelar, menghadirkan Asosiasi Penghulu Republik Indonesia (APRI) Cabang Padang.

Pesannya sederhana: jaga rumah tanggamu, sebelum semuanya terlambat.
“Masalah rumah tangga itu pasti ada,” ujar Taufik Zulfahmi, pengurus APRI.

“Tapi kebanyakan orang baru mencari pertolongan saat api sudah membesar. Padahal seharusnya saat bara masih kecil.”
Suara Taufik pelan tapi menancap.

Ia menyinggung fenomena yang mulai jadi pola: perempuan lebih banyak menggugat cerai.

Dari sisi agama, katanya, ada konsekuensi moral dan spiritual yang perlu disadari.
Namun, Taufik tak sedang menghakimi. Ia mengajak untuk lebih dini mencari jalan damai, lewat konseling keluarga.

Bahkan, katanya, sudah ada aplikasi bernama “Samara”, wadah konseling digital yang bisa diakses siapa saja.

Angka-angka yang diungkapnya membuat bulu kuduk berdiri.

Menurut data BPS, pada tahun 2021, Kota Padang mencatat 1.527 kasus perceraian, tertinggi dalam 13 tahun terakhir.
Ironisnya, di saat angka perceraian melonjak, angka pernikahan justru menurun.

Seolah cinta makin jarang diikrarkan, tapi makin sering diakhiri. Sosialisasi itu mungkin hanya berlangsung beberapa jam, tapi isinya menampar kesadaran banyak orang.

Menjadi ASN bukan berarti hidup aman dari badai rumah tangga.

Seragam tak selalu bisa menahan runtuhnya perasaan.

Dan kadang, di balik senyum ramah di kantor, ada hati yang sudah lama berperang di rumah.

Taufik menutup dengan kalimat sederhana yang menggantung di udara:
“Perceraian bukan akhir dari segalanya. Tapi, kalau bisa dicegah, kenapa tidak?”

Padang hari itu tak hanya membicarakan data dan grafik.

Ia membicarakan cinta yang mulai kehilangan rumahnya.

Dan semoga, dari ruang Balai Kota itu, ada niat kecil yang tumbuh —
untuk mulai memperbaiki, bukan mengakhiri.(*)

IKLAN

×
Kaba Nan Baru Update