Pariaman, pasbana - Di sebuah mushala sederhana di Desa Ampalu, Kecamatan Pariaman Utara, tawa dan lantunan ayat suci saling bersahutan. Sabtu (18/10) itu, Mushala Nurul Ihsan terasa hidup.
Bukan karena gemerlap panggung besar atau pengeras suara yang memekakkan telinga, tetapi karena semangat ibu-ibu majelis taklim yang tengah berlomba menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.
Mereka datang bukan untuk hadiah atau prestise. Bagi mereka, menghafal Al-Qur’an adalah perjalanan hati—sebuah cara mendekatkan diri kepada Allah di tengah kesibukan sebagai istri, ibu, dan pilar keluarga. Di sela-sela rutinitas dapur dan pasar, mereka masih menyisihkan waktu untuk menenun hafalan demi hafalan.
“Ini adalah langkah kecil menuju masyarakat Qur’ani,” kata Wakil Wali Kota Pariaman, Mulyadi, saat menutup lomba hafalan ayat Al-Qur’an antar Majelis Taklim se-Kecamatan Pariaman Utara.
Kegiatan ini digelar oleh Persatuan Majelis Taklim Pariaman Utara (Permata), organisasi yang menjadi wadah pembinaan keagamaan bagi para ibu-ibu.
Dalam sambutannya, Mulyadi tak hanya memberi apresiasi, tapi juga menegaskan arah besar pembangunan karakter di daerahnya.
“Kami sangat mengapresiasi kegiatan ini karena sejalan dengan program unggulan Kota Pariaman, yaitu Satu Rumah Satu Hafidz/Hafidzah,” ujarnya.
Program ini, yang mulai digulirkan sejak beberapa tahun lalu, menjadi salah satu misi unggulan Pemerintah Kota Pariaman. Gagasannya sederhana namun visioner: setiap rumah diharapkan memiliki satu penghafal Al-Qur’an.
Namun, menurut Mulyadi, sasaran utamanya bukan hanya anak-anak, tetapi juga orang tua—khususnya para ibu.
“Kalau ibu sudah hafal, otomatis anak-anaknya pun akan terbiasa dengan Al-Qur’an. Karena ibu itu madrasah pertama bagi anak,” tambahnya.
Pernyataan ini sejalan dengan pandangan banyak ahli pendidikan Islam yang menyebut bahwa peran ibu sangat dominan dalam membentuk karakter dan spiritualitas anak sejak dini.
Menurut data Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI (2023), lebih dari 60 persen kegiatan keagamaan di tingkat masyarakat masih digerakkan oleh kelompok majelis taklim. Artinya, ruang seperti yang digagas Permata di Pariaman Utara ini menjadi salah satu pilar penting dalam pembangunan moral dan spiritual bangsa.
“Majelis taklim itu ibarat jantungnya masyarakat. Dari sinilah nilai-nilai kebaikan dipompa ke seluruh kehidupan warga,” ujar Dr. Umi Rahmah, pengamat sosial keagamaan dari UIN Imam Bonjol Padang, saat dihubungi terpisah.
Ia menilai kegiatan seperti lomba hafalan ini memiliki efek sosial yang lebih luas, terutama dalam memperkuat solidaritas perempuan dan peran keluarga dalam pendidikan agama.
Sore itu, setelah lomba usai dan pemenang diumumkan, suasana tetap hangat. Tak ada raut kecewa, hanya senyum tulus dan pelukan di antara para peserta. Di balik kain jilbab dan wajah lelah, ada kebanggaan tersendiri: mereka telah ikut menyalakan pelita kecil di rumah masing-masing.
Dari mushala sederhana itu, Pariaman Utara sedang menanam benih besar—generasi Qur’ani yang lahir dari kasih sayang dan keteladanan seorang ibu. Sebuah langkah kecil yang jika terus dirawat, bisa menjadi cahaya besar bagi masa depan.
(*)